Home Ekonomi Setahun Pandemi, Bisnis Satwa Hias Tetap Laris Manis

Setahun Pandemi, Bisnis Satwa Hias Tetap Laris Manis

Bantul, Gatra.com - Meski pandemi sudah berjalan setahun, peternak hewan hias di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengaku penjualan komoditas mereka stabil. Ikan layang-layang dan burung tekukur menjadi sarana hiburan yang laris manis selama pandemi.

Salah satu peternak ikan hias di Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Gatot Sasmito, menerangkan meski sempat menurun di awal pandemi, penjualan satwa hias kembali meningkat.

"Awal-awal pandemi penjualan turun hingga mencapai 500 ekor per bulan. Namun sejak kenormalan baru mulai dijalankan, penjualan perlahan naik dan sekarang hampir mencapai penjualan sebelum pandemi yaitu dua ribu ekor ikan hias," kata Gatot kepada Gatra.com, Senin (22/2).

Pedagang yang memulai bisnis ikan hias sejak 2017 itu mengatakan, selama pandemi jenis ikan yang laris manis dibeli adalah ikan layang-layang. Jumlahnya jauh di atas penjualan ikan hias lain, seperti gupi dan shukaku.

Menurutnya, dengan harga jual Rp20 ribu - Rp30 ribu per ekor, ikan layang-layang mampu terjual lebih dari seribu ekor per bulan. Menurut Gatot, selain warna tubuh, gerakan sirip atas ikan layang-layang yang gemulai menjadi daya tarik.

"Ikan layang-layang ini merupakan salah satu ikan yang sulit untuk diternakkan. Dibutuhkan perawatan yang intensif, terutama kualitas air yang sesuai ketika saat penetasan," katanya.

Dengan puluhan indukan yang dimiliki, Gatot mengatakan setiap minggu sebenarnya bisa menjual satwa itu sebab ikan layang-layang sudah dapat dijual saat seukuran jempol.

Kondisi penjualan ikan hias yang tidak terpengaruh pandemi juga diungkapkan oleh Ervan Sholeh Hantara pemilik 'Pawiro Bird Farm'di Desa Trirenggo, Kecamatan Bantul.

"Sebelum pandemi, banyak orang yang tertarik memelihara burung merpati hias. Selama pandemi ini berubah, burung tekukur lebih diminati," katanya.

Berbeda dengan peternak lain, Ervan dikenal sebagai peternak tekukur yang memodifikasi warna burung sejak 2016.

Menurut Ervan, saat awal beternak dirinya berburu tekukur lokal yang berbeda warna dan mengawinkannya sehingga anakannya punya warna baru. Saat ini, Ervan juga menyilangkan tekukur lokal dengan tekukur impor.

"Yang kebanyakan laku adalah jenis burung tekukur yang harganya Rp1 juta sampai Rp5 juta sepasang. Selain datang langsung, penjualan online juga meningkat. Mungkin karena jenuh karena pandemi terus, sehingga burung menjadi pelarian karena kicauannya," ujarnya.

Ia mengaku saat pandemi rata-rata terjual 10 pasang burung per bulan. Akhir tahun lalu bahkan terjual sepasang tekukur seharga Rp10 juta oleh pembeli di Jakarta.

Salah satu pembeli tekukur, Arif Hidayat, mengatakan tertarik memelihara tekukur dan membeli di Pawiro Farm karena warna bulu yang bervariasi dan kicauannya yang panjang daripada perkutut. 

1065