Home Hukum Otto: Revisi UU ITE Harus Merumuskan Ulang Delik Formil

Otto: Revisi UU ITE Harus Merumuskan Ulang Delik Formil

Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Prof. Otto Hasibuan, mengatakan, revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) harus menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Demi hukum, seharusnya Putusan MK ditindaklanjuti menjadi muatan materi dalam revisi UU ITE," kata Otto dalam webinar bertajuk "Urgensi Revisi UU ITE" pada Rabu (10/3).

Otto mengungkapkan, UU ITE sudah beberapa kali diuji di MK. Sedangkan untuk pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur Pasal 10 Ayat (1), materi muatannya harus berisi 5 poin.

Pertama, pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kedua; perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang, ketiga, pengesahan perjanjian internasional tertentu, keempat; tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan atau, kelima; pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Dengan demikian, untuk maksud merevisi UU ITE maka salah satu atau beberapa atau keseluruhan dari ketentuan mengenai materi muatan tersebut harus terpenuhi lebih dahulu.

"UU ITE agar dirumuskan ulang menjadi 'delik formil' dengan kalimat pembuka dimulai 'Dilarang setiap orang menggunakan media umum dan media sosial lainnya dengan memakai ujaran kebencian, kata bohong, hoax, fitnah, mengandung SARA, tanpa verifikasi dan klarifikasi fakta secara presisi, akurat, valid, otentik, yang bilamana hal itu dilanggar maka diancam hukuman sesuai dengan pidana materiel terkini (RKUHP: penjara, kurungan, denda, kerja sosial, hukuman pengawasan, hukuman administratif)," katanya.

Sementara itu, Staff Ahli Menkominfo, Prof. Henry Subiakto, menyampaikan, kasus-kasus penggunaan UU ITE tahun 2008 sampai dengan 2016 didominasi masyarakat dengan masyarakat dan jarang sekali antaramasyarakat dengan pejabat.

Begitupun setelah UU ITE direvisi pada 2016. Pada rentang 2017-2020, kasusnya masih didominasi masyarakat dengan masyarakat. Adapun mediumnya tertinggi melalui facebook, yakni 52,46 % sehingga dianggap bermasalah.

Adapun salah yang diatur dalam UU ITE adalah pelarangan pencemaran nama baik. Delik tersebut diatur Pasal 27 Ayat (3) yang ancamannya pidana Penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Pasal ini sering digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), dua ditolak MK, satu ditarik oleh Pemohon.

Kemudian, penyebaran hasutan rasa kebencian dan permusuhan dalam Pasal 28 Ayat (2). Pasal ini pernah digugat juga ke MK dan MK pernah mengabulkan dalam hal penegasan frasa ras dan antargolongan. Namun, sampai dengan saat ini, pasal tersebut dianggap membungkam masyarakat.

Henry mengatakan, UU ITE bukan kitab suci, sehingga layak direvisi untuk memperjelas norma, tidak multi tafsir, dan untuk melengkapi norma yang belum ada. Sementara kejahatannya sudah banyak terjadi dan merugikan masyarakat, menyempurnakan agar sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat, serta agar tidak mengecewakan harapan rakyat untuk mewujudkan internet yang sehat, bersih, dan produktif.

Sementara itu, Kanit 4 Subdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Silvester M. Simamora?, mengungkapkan, sejak diundangkan 21 April 2008 menjadi UU No 11 Tahun 2008, tercatat beberapa kali di judicial review tahun 2009, tahun 2010 kemudian diubah menjadi UU No 19 Tahun 2016 kemudian dijudicial review kembali tahun 2017.

Kepolisian akan berupaya memediasi para pihak kecuali untuk perkara hoaks, permusuhan SARA dan radikalisme. Pihaknya juga melakukan tindakan preventif berupa Kanal SiberTV, Peringatan Virtual Polisi, Portal PatroliSiber.ID, optimalisasi Media Sosial seluruh jajaran siber.

Polri mendukung revisi UU ITE yang dilakukan Pemerintah dan DPR RI karena kewenangan Polri menegakan peraturan yang berlaku sehingga jika terjadi revisi UU ITE dan telah diundangkan nantinya menjadi peraturan perundang-undanga.

Menurutnya, Polri akan menegakkan hukum dari hasil revisi tersebut. Dengan demikian, Polri dalam hal ini melaksanakan tugas dan kewenangan menjalankan perundang-undangan yang berlaku dan memedomani pada peraturan dan surat edaran Kapolri dalam penegakan hukum yang berkeadilan.

597