Home Hukum AJI: Pedoman UU ITE Tak Bisa jadi Pengganti Revisi UU ITE

AJI: Pedoman UU ITE Tak Bisa jadi Pengganti Revisi UU ITE

Jakarta, Gatra.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mendesak agar Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Impelementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ini tidak bisa dijadikan sebagai pengganti Revisi UU ITE.

"Nah makanya, kami mendesak, yang pertama adalah Pedoman Implementasi Undang-Undang ITE ini tidak bisa dijadikan sebagai pengganti Revisi Undang-Undang ITE ya," kata Erick Tanjung, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, melalui sambungan telepon pada Kamis sore (24/6).

AJI Indonesia tetap berpendapat bahwa Undang-Undang ITE harus direvisi, yakni soal pasal-pasal 'karet' yang membelenggu ruang kebebasan bereksperesi. Ruang kebebasan berekpresi  diatur oleh konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945.

"[UUD 1945] yang mengatur bahwa semua warga negara berhak untuk berpendapat di muka umum, berekspresi," ujarnya.

Selain itu, kata Erick, yang kedua adalah memoratorium semua proses kasus UU ITE yang tengah berlangsung. Kemudian yang ketiga, harus segera dilakukan pemulihan terhadap korban yang sudah terbukti dijerat oleh pasal-pasal bermasalah, seperti Pasal 27 Ayat (3). 

"Selain Pasal 27 Ayat (3), itu masih ada Pasal 28 Ayat (2) tentang ujaran kebencian itu. Itu masih apa, berbahaya ya. Bisa apa namanya, mengancam jurnalis dan kebebasan pers ketika melakukan peliputan ya dan ketika memberitakan sebuah kasus," ujarnya.

Contohnya, tutur Erick, pada kasus terkait Pasal 28 Ayat (2) yang dialami oleh eks Pemimpin Redaksi Banjarhits.id, Diananta Putra Simedi, di Banjarmasin, Kalimatan Selatan. Mereka khawatir kasus tersebut akan terulang kembali. "Nah dia dijerat Pasal 28 Ayat (2) itu," ucapnya.

AJI Indonesia tetap mendesak agar "pasal karet"  UU ITE ini harus direvisi. Ia juga menyebut bahwa Pedoman Kriteria Impelementasi UU ITE yang menjadi persoalan, yakni tidak melibatkan partisipasi publik. Artinya, belum pernah dibuka ke publik.

"Mungkin ada partisipasi, misal kita diundang ke apa Koalisi Masyarakat Sipil di Polhukam [Kemenko Polhukam], itu tidak menampung ini, tidak menampung apa, masukan-masukan dari Koalisi Masyarakat Sipil, Koalisi Serius Revisi Undang-Undang ITE," katanya.

Tim di Polhukam belum menampung itu. "Nah, artinya, tetapi di publik pun enggak pernah ini dibuka nih untuk melihat partisipasi publik. Artinya masih minim lah, masih minim partisipasi publik nih tentang SKB ini," ujarnya.

"Oh ya [Pasal 27 Ayat 3 ini harus direvisi], harus direvisi. Meskipun mungkin pemahaman dari apa, sudah ada penjelasan untuk di kalangan penegak hukumnya ya di SKB itu. Tetapi menurut kami, ini masih mengancam. Iya [masih mengancam]," imbuh jurnalis Suara.com itu.

81