Home Gaya Hidup Kekaisaran Minangcabo, Peradaban yang Hilang

Kekaisaran Minangcabo, Peradaban yang Hilang

Padang, Gatra.com - Yayasan Radjo Radjo Aur Duri mengkonfirmasi keberadaan “Kekaisaran Minangcabo”, sebuah kekaisaran yang hadir pada abad 1560 Masehi sampai dengan 1680.

Kepastian atas bukti eksisnya kekaisaran yang berpusat di tanah Sumatera Barat itu dikonfirmasi seorang arkeolog Indonesia, Alfa Noranda yang secara aktif melakukan perburuan pada bukti bukti arkeologi dan literatur sejak 20 tahun terakhir tentang keberadaannya kekaisaran itu.

Menurut ketua Yayasan Radjo Radjo Aur Duri, RN. Radjo Lenggang, temuan ini menjawab apa yang selama ini menjadi pertanyaan banyak pihak dan peneliti tentang kebenaran akan sebuah kekaisaran besar yang ternama dari ufuk barat sampai ufuk timur, yang meninggalkan bukti-bukti kehadirannya melalui gelar nama yang secara turun temurun dipakai penyandang gelar dan keturunannya.

"Lebih dari 20 tahun perburuan membuahkan hasil yang memvalidasi keberadaan kekaisaran Minangcabo, dengan adanya manuskrip yang di koleksi Philippus Samuel van Ronkel (1870-1924)," kata Radjo Lenggang seperti dikutip dari rilis yang diterima Gatra.com, Senin, (28/6)

Philippus merupakan seorang kurator naskah pada organisasi yang disebut Bataviaasch Genootschap (Museum Nasional dahulu).

Sementara manuskrip yang diteliti diantaranya Naskah Tambo, Oendang Oendang, Adat, dan Limbago, serta Silsilah dengan kode naskah Or.12.82 disalin ulang oleh Sultan Abdul Majid Gagar Alam pada tahun 1856 Masehi.

Penelitian juga mengacu pada sebuah dokumen ketatanegaraan yang ditulis dan diterbitkan oleh kekaisaran Minangcabo sebagai bentuk tata kelola daerah yang berada dalam payung kekuasaan mereka.

Sebagai bagian dari bukti lain yang semakin terang benderang tentang keberadaan kekaisaran Minangcabo adalah ditemukannya silsilah keluarga pewaris Kekaisaran Minangcabo dan lokasi yang menjadi episentrum aktivitas budaya mereka yang terletak di kawasan Aur Duri, Kota Padang yang dikenal dengan sebutan Gurun di masa lalu sekarang bagian dari Kota Padang.

"Literatur dan informasi ini semakin menguatkan aspek aspek akademis yang menjelaskan kenapa setiap perantau yang berasal dari Sumatera Barat menyebut diri mereka perantau “Minang” bukan perantau “Pagaruyuang”," kata Radjo Lenggang.

Radjo Lenggang juga menegaskan, cerita rakyat yang menyatakan pergesekan antara budaya Jawa dan budaya Minang adalah sebuah ketersesatan narasi yang mengarah pada pemecah belahan identitas kebangsaan. "Jika kita dalami keturunan kekaisaran Minangcabo berasal dari pernikahan yang dilakukan antar kerabat Kerajaan di Sumatera dengan Kerajaan di Jawa," paparnya

Dari bukti bukti dokumen dan literatur, kehadiran kekaisaran “Minangcabo” adalah estafet dari Keberadaan kerajaan-kerajaan besar seperti Majapahit dan Sriwijaya. Dimana dalam sejarah dan literatur para raja-raja yang menjadi pendiri Kekaisaran “Minangcabo” masih anak dan keturunan dari pendiri kerajaan Majapahit dan Sriwijaya sebelumnya.

"Berdasarkan penemuan ini, kami sebagai yayasan yang menjadi penerus dan pewaris Kekaisaran Minangcabo dari garis keturunan “Manangkirang”, menghimbau para akademisi, peneliti dan pecinta sejarah, atau bagian keluarga yang masih memegang penanda bukti bukti otentik dari keberadaan Kekaisaran “Minangcabo” untuk memperdalam serta membuka informasi tersebut melalui karya akademis, tulisan mendalam atau melalui proses menghubungkan kembali garis sejarah yang hilang dalam sejarah Nusantara," tegasnya.

Menurut Radjo Lenggang, pentingnya merevitalisasi, serta mengaktualisasi bukti-bukti sejarah ini untuk mendorong identitas kebangsaan besar dari Bangsa Indonesia.

Selain itu, untuk memberikan alternatif kepada generasi bangsa, bahwa nilai-nilai ke Nusantaraan mengakui perbedaan serta keragaman pada Bangsa Indonesia.

"Ini adalah bukti Indonesia adalah bangsa yang besar dan bersejarah, serta pernah memiliki kekaisaran seperti bangsa besar lainya di dunia," katanya.

889