Jakarta, Gatra.com – Climate Policy Initiative (CPI) melansir bahwa alokasi pendanaan perbankan untuk 11 kategori hijau masih terbilang kecil meski sektor tersebut tumbuh. Angkanya sebesar 27%. Sedangkan mayoritas pendanannya untuk kegiatan sosial Usaha Mikor, Kecil, dan Menengah (UMKM), yakni sebesar 73%.
Associate Director CPI, Tiza Mafira, dalam keterangan pers dithering pada Minggu (3/7), menyampaikan, angka tersebut merupakan hasil studi teranyar pihaknya mengenai Kepatuhan Laporan Berkelanjutan dan Komitmen Keuangan Berkelanjutan di Sektor Perbankan.
Persentase alokasi pendanaan tersebut merupakan komitmen keuangan berkelanjutan (sustainable finance) perbankan terharap 11 sektor kriteria hijau, di antaranya bidang energi terbarukan, sumber daya alam, keanekaragaman hayati, pengelolaan limbah, adaptasi perubahan iklim, transportasi, dan bangunan.
Ia menjelaskan, hasil studi anyar CPI menunjukkan bahwa keseluruhan sample penelitian berupa 13 bank nasional dan asing yang tergabung dalam Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI) telah seluruhnya menunaikan kewajiban menyampaikan laporan kerkelanjutan rutin sejak tahun 2019 hingga 2021.
Namun demikian, kata Tiza, dalam hal pengungkapan (disclosure), hanya 83% yang sudah memenuhi seluruh pedoman Laporan Berkelanjutan sesuai dengan ketentuan POJK 51. Pedoman ini meliputi 12 aspek pelaporan berupa 11 kriteria hijau dan 1 kriteria sosial terkait pendanaan UMKM.
Tiza berpendapat bahwa diperlukan kontribusi yang lebih tinggi, baik dari sektor perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya untuk mendorong pendanaan hijau di Indonesia.
Penilaian kepatuhan dalam studi ini didasarkan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51/POJK.03/2017 (POJK 51) yang memuat ketentuan penyusunan dan pelaporan Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB) dan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) bagi Lembaga Jasa Keuangan, Perusahaan Publik, dan Emiten.
Susunan pelaporan yang disyaratkan oleh peraturan ini, terdiri dari parameter ekonomi, lingkungan, sosial, serta tata kelola (ESG), dengan kewajiban implementasi bertahap sesuai karakteristik dan kompleksitas usaha.
“Ini dimulai dari sektor perbankan pada tahun 2019, emiten dan perusahan publik pada tahun 2021, dan seluruh industri pasar modal terhitung dari tahun 2022,” katanya.
Pedoman Laporan Berkelanjutan yang dimuat dalam POJK 51 ini juga mengakomodir standar internasional terkait, seperti Global Reporting Initiatives (GRI), Task Force on Climate-Related Financial Disclosures (TCFD), dan Sustainable Banking Assessment (SUSBA).
Senior Analyst CPI, Luthfyana Larasati, menambahkan, industri pasar modal merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi tinggi untuk ikut serta dalam menghijaukan ekosistem di sektor keuangan.
“Menurut data statistik dari OJK dan BEI, kapitalisasi pasar modal Indonesia sejak 2015 hingga April 2022 telah mencapai Rp9,4 kuadriliun, setara dengan 55% dari PDB 2021 atau hampir 3,5 kali lipat APBN di tahun 2022,” katanya.
Momentum Presidensi G20 Indonesia 2022 yang mengusung tema “Pulih Bersama, Bangkit Perkasa” kemudian juga mengamanatkan tiga fokus pembahasan, yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi digital, dan transisi energi.
“Topik Transisi Energi khususnya diharapkan dapat mendorong terbentuknya sistem energi global yang lebih bersih dan transisi yang adil,” kata Luthfyana.
Sedangkan dalam upaya mendukung pencapaian tersebut, Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) sebagai salah satu komponen sektor keuangan, berpendapat bahwa penyampaian laporan berkelanjutan adalah satu upaya penting pada sektor pasar modal dalam mendukung keuangan berkelanjutan serta komitemen mengoptimalkan dana tanggung jawab lingkungan dan sosial.
Upaya lainnya yang dapat diinisiasi oleh industri pasar modal adalah dengan mengembangkan produk-produk pasar modal yang bertemakan wawasan hijau.
Komite Ketua Umum APEI, Rudy Utomo, menyampaikan, terlebih lagi, diterbitkannya Taksonomi Hijau Indonesia 1.0 oleh OJK di awal tahun 2022, memberikan acuan dalam penguatan dan pengembangan instrumen hijau dan berkelanjutan ke depannya.
Taksonomi hijau juga dapat membantu proses pemantauan berkala pembiayaan dan investasi hijau, sehingga ke depannya dapat membentuk pelaporan dan pengungkapan yang lebih hijau (green reporting).
“APEI terus mendukung industri pasar modal untuk meningkatan best-practice atas laporan berkelanjutan, serta melakukan pengembangan produk keuangan berkelanjutan dan peningkatan praktik ESG,” katanya.
Menurut Rudy, dari berbagai pedoman dan aturan, harapannya ada satu acuan atau framework yang dapat menyelaraskan pemahaman (definition), pelaporan (reporting), dan pengungkapan informasi (disclosure) tentang green finance dan sustainable finance.
Adapun CPI merupakan organisasi analisis dan penasehat dengan keahlian mendalam di bidang keuangan dan kebijakan yang fokus mendoring perbaikan praktik penggunaan energi dan lahan di seluruh dunia.
CPI mempunyai misi, yakn membantu pemerintah, perusahaan, dan lembaga keuangan mendorong pertumbuhan ekonomi sembari mengatasi perubahan iklim. CPI memiliki enam kantor yang tersebar di seluruh dunia, antara lain di Brazil, India, Indonesia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS).