Jakarta, Gatra.com – Empat tersangka kasus mafia tanah atau dugaan korupsi terkait pembebasan lahan pada Dinas Kehutanan Kota Provinsi DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, tahun 2018 segera menjalani sidang.
Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejakaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Ade Sofyansah, di Jakarta, Selasa (15/11), menyampaikan, keempat tersangka segera menjalani sidang karena perkaranya sudah dilimpahkan ke tahap dua.
“Kejati DKI Jakrta melakukan penyerahan tanggung jawab berkas perkara, tersangka, dan barang bukti (tahap II) pada hari ini,” katanya.
Baca Juga: Kejati DKI Tahan Tersangka Mafia Tanah Cipayung
Adapun keempat tersangka kasus dugaan mafia tanah atau korupsi pembebasan lahan di Cipayung yang dilimpahkan tersebut, yakni LD selaku notaris, HH selaku Kepala UPT Tanah, MTT selaku pihak swasta, dan J selaku makelar tanah.
Penyidik Kejati DKI Jakarta melimpahkan tahap dua perkara tersebut kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus).
“Penuntut Umum pada Kejari Jakpus akan menyusun surat dakwaan dan segera melimpahkan berkas perkara para tersangka ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” katanya.
Ia menyampaikan, pada tahap penyidikan, penyidik Kejati DKI Jakarta menahan tersangka LD di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Kelas I Pondok Bambu. Sedangkan HH di Rutan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sisanya, tersangka MTT dan J ditahan di Rutan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
“Setelah pelaksanaan penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada JPU, selanjutnya JPU pada tahap penuntutan tetap melakukan penahanan kepada para tersangka,” katanya.
Ade menjelaskan kronologi singkat kasus dugaan mafia tanah atau korupsi pembahasan tanah tersebut. Menurutnya, pada ahun 2018, Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta melakukan pembebasan sembilan bidang lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jaktim.
Pembebasan lahan tersebut untuk pengembangan RTH DKI Jakarta. Dalam pelaksanaan pembebasan lahan di RT 008 RW 03, Kelurahan Setu, Cipayung itu, diduga dilaksanakan secara melawan hukum.
“Proses pembebasan lahan yang dilakukan secara melawan hukum, yakni adanya kerja sama antara tersangka J, LD, MTT, dan HH sehingga lahan di Kelurahan Setu dapat dibebaskan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta,” katanya.
Adapun perbuatan melawan hukumnya, yakni para tersangka telah melakukan pengaturan harga terhadap delapan pemilik atas (sembila bidang tanah tersebut. Pemilik lahan hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1,6 juta per meter.
“Sedangkan harga yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta kepada pemilik lahan rata-rata sebesar Rp2,7 juta per meter,” ujarnya.
Akibatnya, total dana yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI adalah sebesar Rp46.499.550.000 (Rp46,4 miliar lebih). Sedangkan total uang yang diterima oleh para pemilik lahan hanya sebesar Rp28.729.340.317 (Rp28,7 milir lebih).
“Uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati para tersangka setelah dikurangi biaya terkait pelepasan lahan, yaitu sebesar Rp17.222.483.312 (Rp17,2 miliar),” katanya.
Pembayaran tanah tersebut dilakukan dalam bulan Agustus 2018. Atas pencairan tersebut, para tersangka menerima dan atau menikmati keuntungan yang tidak sah dari pembebasan lahan tersebut.
Ade melanjutkan, dalam proses pembebasan lahan yang dilaksanakan di Kelurahan Setu, Cipayung, tersebut melanggar Peraturan Gubernur Nomor 82 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Proses kegiatan pembebasan lahan itu mulai dari permohonan pembebasan, tahap verifikasi dokumen sampai dengan pelaksanaan pembayaran pada tanggal 16 Agustus 2018 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada para pemilik lahan dilakukan pada saat kepemimpinan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta dijabat oleh Djafar Muchlisin.
Baca Juga: Kejati DKI Dalami 'Feed Back' ke Dinas Pertamanan Terkait Mafia Tanah Cipayung
“Sedangkan dalam proses penyidikan yang dilaksanakan oleh Kejati DKI Jakarta pada awal bulan Januari 2022, Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta yang telah berubah nama menjadi Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta dijabat oleh Suzi Marsitawati selaku Kepala Dinas,” ujarnya.
Atas perbuatan tersebut, Kejati DKI Jakarta menyangka LD dan J melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 13 juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan terhadap tersangka HH dan MTT, disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 11, Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.