Home Ekonomi Era Baru Perekonomian Global

Era Baru Perekonomian Global

Jakarta, Gatra.com – Siap-siap, perekonomian global memasuki era baru. Era investasi dalam regim suku bunga tinggi dan kelangkaan modal. Perekonomian global mengalami kekurangan likuiditas. Investor mengalihkan asetnya pada aset keuangan Amerika Serikar (AS).

Majalah ekonomi terkemuka AS, The Economist, edisi 10-16 Desember 2022, menurunkan tulisan berjudul “The New Rules”. Tulisan tersebut dimulai dengan kalimat provokatif “welcome to the end of cheap money”.

Inflasi tinggi AS dan Zona Euro pertanda suku bunga masih akan naik. Bank Sentral AS, The Fed dan European Central Bank, ECB memberikan signal akan menaikkan suku bunga hingga inflasi mendekati target masing-masing bank sentral.

Potensi resesi berkurang seiring dengan trend inflasi AS yang menurun meskipun masih tinggi. Inflasi AS tertinggi pada Juni 2022 sebesar 9,1 persen. Menurun menjadi 7,7 persen pada Oktober 2022. Hingga turun lagi menjadi 7,1 persen pada November 2022.

Trend inflasi Zona Euro meningkat. Pada Januari 2022 inflasi Zona Euro 5,0 persen. Meningkat menjadi 10,6 persen pada Oktober 2022. Menurun menjadi 10,1 persen pada November 2022.

Sedangkan Inflasi Cina relatif rendah sejak Januari hingga Novermber 2022. Inflasi tertinggi Cina pada September 2022 sebesar 2,8 persen. Trendnya menurun menjadi 2,1 persen pada Oktober 2022. Turun lagi menjadi 1,6 persen pada Novermber 2022.

 

Tekanan Resesi

 

Tekanan resesi global melemah pada kuartal ketiga 2022. Pertumbuhan ekonomi AS dan Cina postif pada kuartal ketiga, sebelumnya tumbuh negatif pada kuartal kedua 2022. Zona Euro diperkirakan memasuki resesi pada kuartal keempat 2022 dan pertama 2023.

Resesi adalah pertumbuhan negatif Gross Domestic Product (GDP) selama dua kuartal berturut-turut. Perekonomian AS dinyatakan memasuki periode resesi pada kuartal pertama dan kedua 2022. Resesi berakhir pada kuartal ketiga 2022.

Resesi global sejak dekade 1970-an dimulai dari pertumbuhan negatif tiga perekonomian utama global. Perekonomian AS berkontribusi 25 persen terhadap GDP global, Cina 18 persen dan Zona Euro 13 persen. Gabungan ketiganya 55 persen terhadap GDP global.

Pertumbuhan GDP AS terendah pada kuartal pertama 2022, negatif 1,6 persen. Menjadi negatif 0,6 persen kuartal kedua 2022. Kemudian, pertumbuhan ekonomi AS kembali positif pada kuartal ketiga, sekitar 2,9 persen dan diperkirakan 4,0 persen pada kuartal keempat 2022.

Sedangkan potensi resesi ekonomi Cina berkurang. Pertumbuhan ekonomi China pada kuartal pertama 2022 sebesar 1,6 persen. Terkontraksi menjadi negatif 2,7 persen akibat kebijakan zero Covid-19 pada kuartal kedua 2022. Lalu, menguat menjadi 3,9 persen pada kuartal ketiga 2022.

Selanjutnya, peluang resesi ekonomi Zona Euro malah semakin meningkat. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Zona Euro pada kuartal kedua 0,8 persen menjadi 0,3 persen pada kuartal ketiga 2022. Zona Euro pun diperkirakan tumbuh negatif pada kuartal keempat 2022 dan kuartal pertama di 2023 (ECB, 2022).

 

Era Baru

 

Perekonomian global memasuki era baru suku bunga tinggi. Korporasi dan individu bersiap berinvestasi dalam regim suku bunga tinggi. Perekonomian global juga mengalami kelangkaan modal (The Economist, 10-16/12/2022).

Inflasi tinggi AS bersifat persisten hingga 2023. Persistensi inflasi AS disebabkan oleh kebijakan moneter dan fiskal ekstra longgar pada masa pandemi. Kenaikan inflasi diperparah oleh tekanan harga energi dan makanan akibat invasi Rusia ke Ukraina.

Regim suku bunga tinggi membuat harga saham turun drastis. Indeks harga saham, The S&P 500 index, indeks utama AS menurun 25 persen. Nilai pasar saham AS menyusut sebesar 10 triliun dolar AS hingga saat ini.

Bank sentral AS, The Fed, merespon inflasi tinggi dengan menaikkan Federal Fund Rate (FFR). Kenaikan FFR menurunkan permintaan kredit. Pinjaman korporasi dan individu menurun. Biaya operasional perusahaan, ekspansi dan akusisi terbatas.

Akhirnya, regim suku bunga tinggi ini menyebabkan aktifitas ekonomi melambat. Profitabilitas perusahaan menurun. Potensi earning perusahaan semakin mengecil. Harga saham (stock prices) menurun.

Era baru perekonomian global memerlukan aturan baru. Di mana aturan baru itu lebih menekankan pada: Pertama, ekspektasi return meningkat. Kenaikan FFR menyebabkan harga asset turun dan ekspektasi yield surat berharga meningkat.

Kedua, regim suku bunga tinggi membuat investor rabun jauh. Investor tidak sabar menghadapi penurunan nilai sekarang dari pendapatannya yang akan datang. Ketiga, perubahan strategi investasi, switching dari public market ke private market.

 

Oleh:

Muhammad Syarkawi Rauf

Dosen FEB Unhas/Komisaris Utama PTPN IX Jawa Tengah

352