Home Ekonomi Beralih ke Energi Listrik, Industri Gula Saka Lawang Untung Berlipat

Beralih ke Energi Listrik, Industri Gula Saka Lawang Untung Berlipat

Padang, Gatra.com - Pemerintah Indonesia melalui PT Perusahaan Listrik Negara (PLN-Persero), nampak serius menunjukkan komitmen dalam melakukan transisi energi sektor ketenagalistrikan yang ramah lingkungan.

Pasalnya, Indonesia dan hampir seluruh negara di dunia kini tengah mewujudkan "langit biru" dengan target net zero emission tahun 2060, dan target pengurangan gas rumah kaca Indonesia hingga 31,98 persen pada 2030 mendatang. Upaya ini salah satunya transisi energi dengan memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT).

"Kita terus berupaya mengurangi bahan bakar fosil dengan pemanfaatan energi kerakyatan, sekaligus meningkatkan efektivitas perekonomian masyarakat," kata General Manager PLN Unit Induk Daerah (UID) Sumatera Barat, Eric Rosi Priyo Nugroho di ruang kerjanya, Jumat (30/12).

Terlebih lagi, lanjut Eric, Sumbar memiliki potensi EBT cukup besar, seperti air, panas bumi, tenaga surya, hingga angin. Saat ini, 52 persen dari 1,6 juta pelanggan listrik di Sumbar telah menggunakan energi bersih EBT, dan PLN Sumbar menduduki posisi kedua setelah NTT dalam pengguna EBT dari Dewan Energi Nasional pada 2022.

Dengan tingginya potensi EBT itu, dia terus mengajak masyarakat dan pelaku usaha untuk beralih ke listrik untuk kegiatan pertanian dan perkebunan (Electrifying Agriculture). Selain menciptakan energi bersih, transisi energi ke listrik juga memberikan keuntungan besar dibanding sumber energi lainnya.

"Misalnya, penggilingan padi, kilang gula tebu, sumur sawah, tambak udang, pemecah batu, jika beralih ke listrik efektivitasnya bisa meningkat 60 persen," ujarnya.

Langkah ini sejalan dengan yang diutarakan Executive Vice President Energy Transition and Sustainibility PLN, Kamia Handayani dalam forum Conference of The Parties (COP)27, Jumat (11/11) lalu. Terutama dukungan kebijakan strategis dalam menghadapi perubahan iklim, mengurangi emisi karbon, dan efek rumah kaca. 

Dia menyebut, PLN menyiapkan sistem pembangkit fleksibel dalam menopang transisi energi di Tanah Air agar pasokan andal selama 24 jam. Lebih dari itu, PLN juga mengidentifikasi kebutuhan peningkatan kemampuan, serta mengembangkan peta jalan transisi energi melibatkan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan.

"PLN mengajak semua pelaku transisi energi untuk berkolaborasi. Termasuk pimpinan teknologi, universitas, investor, bank pembangunan, pelaku bisnis ketenagalistrikan dari hulu ke hilir, dan lainnya," kata Kamia.

Keuntungan berlipat dari transisi energi ini kini telah dibuktikan Syafri Jamal (54), seorang petani sekaligus pemilik kilang tebu di Nagari Talang, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumbar. Sejak 2007 silan, dia menggiling tebu untuk produksi gula saka (gula merah) dengan mesin diesel kini beralih ke tenaga listrik.

Alasannya beralih ke listrik tak hanya mengurangi emisi karbon, tapi juga untuk memangkas ongkos produksi yang selama ini mencapai Rp1,5 juta lebih per bulannya. Pasalnya, dalam satu bulan dia mampu menggiling 5 ton tebu, yang setiap 1 ton tebu setidaknya menghabiskan 35 liter solar atau setara Rp300 ribu.

"Itu belum termasuk ganti oli diesel setiap bulannya. Mesinnya juga sangat bising, berasap, dan perawatan juga sangat mahal," ungkap pria dengan tiga anak itu saat dihubungi Gatra.com, Sabtu (31/12) pagi via telepon.

Dia mengaku, sejak beralih ke energi listrik, kini kilang tebu miliknya tak lagi bising dan mengeluarkan asap yang bisa mencemari udara. Terlebih lagi, ongkos produksi yang dikeluarkan untuk 1 ton tebu yang semula Rp300 ribu, kini terpangkas menjadi Rp100 ribu saja, sehingga lebih hemat dan bisa untung berlipat setiap bulannya.

Warga Jorong Katapiang, Nagari Matur ini juga menceritakan, usaha kilang tebu miliknya ini awalnya menggunakan tenaga kerbau, lalu mesin diesel, dan kini energi listrik. Usahannya ini cukup menjanjikan, apalagi saat ini harga gula saka naik menjadi Rp13 ribu dibanding bulan sebelumnya seharga Rp11 ribu per kilogramnya.

"Kita bisa menjual langsung ke Pasar Lawang, atau ke pengepul untuk dijual ke seluruh wilayah Sumatera. Karena kita sangat menjaga kualitas, dan gula saka ini permintaannya juga cukup banyak," jelas pria yang memiliki dua hektare lahan tebu itu.

Kendati pendidikannya hanya sebatas SLTP, Syafri bertekad bisa memajukan ekonomi bersama kelompok tani tebu lainnya. Terlebih, 75 persen dari sekitar 2.000 penduduk di Nagari Lawang ialah petani tebu. Dengan kondisi ini, pihaknya perlu pelatihan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni.

"SDM kita di nagari [desa] masih rendah. Kami juga masih kekurangan bahan baku tebu, padahal lahan banyak yang terbengkalai. Jadi kami mohon solusi dari pemerintah, apa yang mesti kami lakukan. Tak usah beri kami ikan, cukup berikan pancing agar kami bisa lebih berdaya," tuturnya.

Transisi energi yang dilakukan petani tebu ini, didukung Gubernur Sumbar, Mahyeldi. Apalagi, tak hanya untuk menciptakan lingkungan energi bersih, menurunkan emisi karbon, dan dampak efek rumah kaca, namun juga energi listrik lebih efektif, efisien, dan memberi keuntungan lebih.

"Komitmen kita dengan mengeluarkan SE (Surat Edaran) penggunaan kendaraan listrik, kompor listrik induksi pada 17 Juni 2022 lalu. Tentu ini juga bisa berlaku untuk pertanian, perkebunan, atau usaha lainnya berbahan bakar beralih ke listrik," terangnya saat dikonfirmasi.

Sementara itu, Manager Humas PLN UID Sumbar, Yenti Elfina, menambahkan, keuntungan yang dirasakan kelompok tani tebu itu berkat bantuan mesin elektro motor yang diberikan melalui Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT PLN, untuk mendukung ekonomi masyarakat setempat.

Yenti menyampaikan, mesin kilangan tebu itu diberikan agar masyarakat mampu tumbuh dan tangguh bersama PLN. Langkah ini, juga memberikan kesempatan kepada sektor pertanian, perkebunan, atau pelaku usaha untuk meraih keuntungan besar dengan teknologi berbasis listrik.

"Kita serahkan tiga mesin elektro motor kepada tiga titik Kelompok Tani Inovatif Tebu Serumpun, waktu itu senilai Rp100 juta lebih agar beralih dari mesin konvensional ke mesin berbasis listrik. Tahun 2023 ada 100 petani lagi yang bakal beralih ke listrik dengan menggandeng perbankan," sebut Yenti.

Dia juga mengungkapkan, untuk mendukung transisi energi bersih, PLN UID Sumbar juga melakukan program penanaman 1.000 pohon tapang kencana dan pohon vinus di Pantai Pariaman yang telah berlangsung sejak 2021. Lalu melakukan penghijauan Ekowisata Payo Solok, dan Pantai Ujung Batu Padang.

Kemudian, terkait rasio elektrifikasi di Sumbar, saat ini sudah mencapai 99,9 persen. Dalam artian, hanya 0,1 persen daerah di Kepulauan Mentawai, Pasaman, dan Solok Selatan yang belum teraliri listrik. Pihaknya optimistis tahun 2023 nanti rasio elektrifikasi Sumbar bisa mencapai 100 persen.

"Selama ini daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal) terkendala akses jalan. Tahun depan optimis bisa 100 persen daerah Sumbar teraliri listrik. Upaya ini bukan hanya untuk menciptakan energi bersih, tapi juga bisa menumbuhkan ekonomi masyarakat di daerah 3T," pungkasnya.

335