Jakarta, Gatra.com - Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, yang melibatkan terdakwa Ferdy Sambo, menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun pun ikut angkat bicara. Ia pun mengajak masyarakat untuk menerima putusan MA tersebut dengan bijak. Selain itu, Gayus menilai, putusan MA terkait hukuman Ferdy Sambo tidak turun terlalu jauh dan masih mengakomodir tuntutan jaksa.
"Setiap keputusan pengadilan pasti memiliki pro dan kontra, namun ketika putusan sudah diambil, perdebatan harus berakhir. Terlebih lagi, putusan kasasi ini memiliki sifat final dan mengikat," tegas Gayus, dikutip Kamis (10/8).
Gayus juga menekankan pentingnya menghormati dan menerima putusan pengadilan tanpa mempertanyakan motif di baliknya. Ia sangat memahami ada masyarakat yang kecewa dengan vonis tersebut, tetapi jangan berpikir negatif.
Menurutnya, MA merupakan lembaga peradilan tertinggi, sehingga berhak mengoreksi putusan sebelumnya. "Kita tidak boleh berpikir negatif meski kecewa. Saya memaklumi, masyarakat mungkin kecewa," jelas Gayus.
Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) ini yang semasa menjadi hakim agung juga kerap menjatuhkan hukuman mati menekankan bahwa judex juris—hakim yang memeriksa penerapan hukum, berkonsentrasi kepada prosedur hukum apakah ada yang melampaui batas wewenangnya dan apakah ada batas intervensi yang dilanggar. Inilah mengapa bisa diubah di tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Sementara itu, Indonesia Police Watch (IPW) juga mengomentari putusan MA terkait kasus Ferdy Sambo. Menurut Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, putusan MA yang mengubah hukuman mati menjadi penjara seumur hidup dianggap tepat.
"IPW sejak awal telah berpendapat bahwa hukuman mati bagi Ferdy Sambo adalah keputusan yang tidak sesuai. Sekarang, pernyataan kami terbukti menjadi kenyataan, karena putusan pertama telah dikoreksi oleh Mahkamah Agung menjadi hukuman penjara seumur hidup," ujar Sugeng.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menegaskan bahwa semua tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) masih diakomodasi dalam putusan MA serta menegaskan bahwa seluruh pertimbangan dan tuntutan dari penuntut umum masuk atau diakomodasi dalam satu putusan.
"Sejak awal kami melakukan tuntutan kepada yang bersangkutan (Ferdy Sambo) adalah seumur hidup dan diputus juga seumur hidup oleh majelis hakim Mahkamah Agung," ujarnya.
Ketut mengatakan, Kejagung melalui JPU tak lagi memiliki kewenangan melakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK). Hal ini memastikan bahwa seluruh upaya hukum dari Kejaksaan sudah selesai dijalankan pada kasus ini.
Puncaknya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menyatakan bahwa vonis kasasi MA telah mencapai titik final, dan pemerintah maupun jaksa tidak memiliki kewenangan untuk melakukan Peninjauan Kembali (PK) setelah putusan kasasi dikeluarkan.
"Menurut saya, semua pertimbangan telah dijalankan dengan lengkap, dan putusan kasasi ini sudah mencapai tahap akhir," ungkap Mahfud MD.
Dalam konteks ini, masyarakat dan para ahli hukum memiliki pandangan yang beragam terkait putusan Mahkamah Agung atas kasus Ferdy Sambo. Meskipun ada pro dan kontra, penting bagi semua pihak untuk menghormati dan mentaati keputusan pengadilan yang telah dikeluarkan.