Banjarmasin, Gatra.com - Kepala Otoritas Jasa Keuntungan (OJK) Kalimantan Selatan (Kalsel), Darmansyah, mengingatkan kepada seluruh masyarakat yang menyimpan uangnya di bank agar ekstra hati-hati dengan kejahatan social engineering atau Soceng yang akhir-akhir ini cenderung meningkat.
"Soceng merupakan salah satu bentuk kejahatan yang tujuannya merampas uang di rekening seseorang melalui berbagai modus tertentu," beber Darmansyah kepada wartawan di Banjarmasin pada pekan ini.
Dia menyebut, Soceng digunakan untuk mengelabui atau manipulasi korban. Dengan begitu pelaku kejahatan bisa mendapatkan informasi data pribadi atau akses yang diinginkan.
"Soceng menggunakan manipulasi psikologis, dengan memengaruhi pikiran korban melalui berbagai cara dan media yang persuasif dengan cara membuat korban senang atau panik sehingga korban tanpa sadar akan menjawab atau mengikuti instruksi pelaku," jelas pria berdarah Minang itu.
Darmansyah mengingatkan, modus ini berbahaya, karena pelaku bisa mengambil data dan informasi pribadi korbannya yang digunakan mulai dari untuk mencuri semua uang di rekening, mengambil alih akun hingga menyalahgunakan data pribadi untuk kejahatan.
"Data pribadi yang berusaha dicuri oleh pelaku adalah user name aplikasi, password, PIN, MPIN, kode One Time Password (OTP), dan nomor kartu ATM atau kartu kredit atau debit. Selain itu, mereka juga akan meminta informasi seperti nomor CVV/CVC dari kartu kredit atau debit dan nama ibu kandung," bebernya.
Dia jabarkan, ada beberapa modus Soceng yang sering ditemukan dan OJK selalu ingatkan, yakni info perubahan tarif transfer bank. Pada modus ini, penipu menyamar menjadi pegawai bank dan menginformasikan ada perubahan tarif transfer pada korban.
"Mereka akan diminta mengisi link formulir meminta data pribadi seperti PIN, OTP, dan password," jelasnya.
Kemudian, modus tawaran jadi nasabah prioritas. Modus menawarkan upgrade jadi nasabah prioritas. Korban akan diminta memberikan data pribadi seperti nomor ATM, PIN, OTP, nomor CVV/CVC, dan password. Selanjutnya, melalui akun layanan konsumen palsu.
Modus berikutnya mepalui akun media sosial (Medsos) palsu. Penipu juga berusaha menyamar dengan membuat media sosial palsu mengatasnamakan sebuah bank. Mereka akan muncul saat masyarakat menyampaikan keluhan layanan bank tersebut.
Penipu menawarkan bantuan menyelesaikan keluhan yang mengarah pada website palsu atau meminta nasabah memberi data pribadi.
Kemudian modus berikutnya, tawaran jadi agen laku pandai tanpa syarat yang rumit. Nasabah akan diminta mengirimkan sejumlah uang agar mendapatkan mesin EDC.
"OJK selalu mengingatkan masyarakat agar tak memberikan data pribadi pada mereka yang mengaku sebagai pegawai bank. Selain itu juga, hanya menggunakan aplikasi asli dan menghubungi layanan resmi bank atau lembaga jasa keuangan," tegas Darmansyah.