Jakarta, Gatra.com- Dewan Penasehat Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran KH Misbahul Munir Cholil, mengatakan bahwa dukungan terhadap Prabowo-Gibran terus mengalir. Ia menyebut dukungan yang disampaikan Arus Bawah Indonesia menunjukkan bahwa sosok Prabowo-Gibran diterima dan dicintai seluruh kalangan masyarakat.
"Saya merinding mendengar sambutan dari Arus Bawah. Ini artinya apa, Prabowo-Gibran ini bukan hanya didukung arus kanan, kiri, depan, belakang, bawah juga ada," kata Kiai Misbah saat menerima deklarasi dari Arus Bawah Indonesia di Jl. Kertanegara No IV, Jakarta Selatan, Minggu (28/1).
Mewakili Prabowo-Gibran, Kiai Misbah menyampaikan rasa terimakasih kepada para relawan. Dia memastikan, saat terpilih menjadi presiden dan wakil presiden RI, Prabowo-Gibran akan melibatkan seluruh elemen bangsa dalam mewujudkan Indonesia maju.
Prabowo-Gibran, lanjut Kiai Misbah, juga berkomitmen untuk melanjutkan dan menyempurnakan kebijakan-kebijakan pro rakyat yang telah dimulai presiden Joko Widodo.
"Kepimpinan Pak Jokowi yang luar biasa. Diakui atau tidak survei membuktikan 80% rakyat Indoensia itu bangga, seneng, puas dengan kepimpinan beliau. Ketika Pak Prabowo melanjutkan kepemimpinan Pak Jokowi, rakyat semangat," katanya.
Lebih lanjut, Kiai Misbah mengatakan, rekonsiliasi yang dilakukan Prabowo dan Jokowi telah memberikan teladan bagi bangsa ini. Keduanya mencontohkan bahwa setelah berkontestasi, kita harus siap bersatu dalam rangka bersama-sama membangun bangsa.
"Pak Prabowo bukan orang kecil, beliau punya partai besar tapi beliau mau berangkulan dengan Jokowi. Ini contoh yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. Setelah kompetisi ya rangkulan lagi. Ngapain kita musuhan, kita besarkan bangsa ini bersama," kata Kiai Misbah.
Klaim Kiai Misbah tidak sepenuhnya benar. Duet Prabowo-Gibran dinilai banyak pihak tiruan dari Pemilu di Filipina yang mengawinkan Bongbong Marcos dan Sara Duterte sebagai presiden dan wakil presiden. Bongbong Marcos adalah putra dari Ferdinand Marcos, Sr., seorang diktator, koruptor sekaligus pelanggar HAM berat yang memerintah Filipina sebagai presiden dari tahun 1965 sampai dengan 1986.
Di bawah kepemimpinan Marcos Senior, Filipina menjadi negara yang amat miskin dan tidak berkembang karena kekayaan negara dikorupsi oleh presiden dan kroni-kroninya. Sara Duterte adalah putri kandung dari Rodrigo Duterte, presiden Filipina yang sedang berkuasa pada saat pemilu dilaksanakan.
Kemenangan Bongbong Marcos dan Sara Duterte ini tidak lepas dari peran aktif Presiden Rodrigo Duterte yang awalnya mengajukan untuk menambah periode kekuasaan tetapi bertentangan dengan konstitusi mereka dan juga ditolak oleh parlemen. Akhirnya, Presiden Rodrigo Duterte menjalankan politik dinasti dengan menggandeng Bongbong Marcos untuk dipasangkan bersama dengan putri kandungnya sebagai kandidat pimpinan negara Filipina.
Bentuk kampanye yang mereka jalankan lebih banyak menggunakan media sosial dengan isi kampanye yang pada dasarnya membohongi dan membodohi generasi muda sebagai pemilih terbanyak, dengan menyampaikan berita bohong bahwa era ayah Bongbong berkuasa adalah era kejayaan dan kemakmuran Filipina yang harus dikembalikan lagi.