Jakarta, Gatra.com – Exit poll Litbang Kompas usai pencoblosan pada 14 Februari 2024 menunjukkan bahwa apabila ditilik dari demografi pendidikan, pasangan nomor urut 02, Prabowo-Gibran, unggul di semua level pendidikan pemilih. Di level pendidikan dasar, paslon ini unggul sebesar 55,6%. Di level pendidikan menengah, paslon ini juga unggul 57,44%.
Meski begitu, angka yang cukup di luar dugaan muncul di level pendidikan tinggi. Prabowo-Gibran unggul sebesar 41,7% ketimbang dua rivalnya. Pasangan Anies-Muhaimin hanya memperoleh sebanyak 30,4% pemilih dan Ganjar-Mahfud sebanyak 12,6% pemilih dari kalangan berpendidikan tinggi.
Sejauh ini, kecenderungan pemilih berlatar belakang pendidikan tinggi dianggap lebih condong ke pasangan nomor urut 01, Anies-Muhaimin. Hal ini tercermin dalam temuan survei Indikator pada 9 Desember 2023 lalu. Kala itu, sebanyak 41,3% pemilih berpendidikan tinggi cenderung memilih AMIN. Pasangan Prabowo-Gibran menguntit tipis di posisi kedua dengan angka 40,3%.
Untuk mengetahui mengapa banyak pemilih berlatar belakang pendidikan tinggi menjatuhkan pilihannya kepada Prabowo-Gibran pada hari pencoblosan 14 Februari 2024 lalu, Gatra.com mewawancarai beberapa mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi untuk mencari tahu alasannya.
Jessica Duenov Inna Irawan, mahasiswi berusia 21 tahun jurusan Bahasa Mandarin dan Kebudayaan Tiongkok Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, punya alasan tersendiri memilih Prabowo-Gibran.
“Karena mengagungkan tujuan nasional, yaitu kembali ke dasar Undang-Undang 1945,” ujarnya melalui sambungan telepon, Jumat (16/2/2024).
Jessica juga menilai positif program makan siang dan susu gratis yang dikampanyekan oleh pasangan Prabowo-Gibran. Meski begitu, ia juga mengatakan bahwa program tersebut kemungkinan tidak akan terwujud dalam waktu yang singkat. Namun, ia yakin program tersebut cepat atau lambat akan terealisasi.
“Itu akan menjadi hal yang bagus karena di Indonesia ini masih banyak orang-orang yang sangat membutuhkan, tidak memiliki pemikiran bagaimana pentingnya menjaga kesehatan dan gizi,” ujar mahasiswi semester enam tersebut.
Jessica mencontohkan ada satu daerah di Makassar di mana warganya banyak menderita stunting. Hal itu menurutnya disebabkan oleh lingkungan hidup yang kotor dan tiadanya perhatian serius dari pemerintah.
Selain program makan siang dan susu gratis, pasangan Prabowo-Gibran juga kerap mengampanyekan misi hilirisasi bahan tambang, terutama komoditas nikel. Namun, Jessica mengaku tidak terlalu familiar dengan isu ini. “Kalau soal ini saya harus riset lebih dalam lagi,” katanya.
Sementara itu, Reza Sepdian, mahasiswa berusia 21 tahun di salah satu perguruan tinggi di Bandung, Jawa Barat, mengaku memilih Prabowo-Gibran karena paslon tersebut punya visi-misi melanjutkan proyek atau kebijakan Presiden Jokowi. Ia mengatakan secara spesifik Prabowo-Gibran harus melanjutkan megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Tmur.
“Program-program sebelumnya itu memang masih belum selesai. Ini tidak saya lihat di paslon 03, apalagi paslon 01 yang menyatakan akan melakukan perubahan. Saya cukup khawatir karena kita terlalu sering ingin yang instan,” ujar Reza.
Lebih lanjut, Reza juga setuju dengan program makan siang dan susu gratis bagi anak-anak sekolah. Ia menyebut program semacam ini jarang digaungkan oleh pemimpin-pemimpin politik di masa lalu. Ia berpendapat pendidikan yang baik harus dibarengi dengan asupan gizi yang baik pula. “Itu merupakan suatu investasi jangka panjang karena anak-anak itu penerus bangsa,” katanya.
Reza juga mendukung penuh misi hilirisasi tambang, terutama komoditas nikel, yang digaungkan Prabowo-Gibran. Ia menilai positif keberanian Presiden Jokowi yang menyetop ekspor biji nikel meski langkah ini digugat Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 2020 silam.
Reza melihat bahwa pemerintah memang harus mengelola nikel setidaknya hingga menjadi produk buatan setengah jadi. Ia beralasan bahwa nikel merupakan sumber daya alam (SDA) yang harganya diprediksi akan melambung tinggi di masa depan.
“Karena peralihan energi terbarukan mulai terjadi. Orang-orang mulai menciptakan mobil listrik, smartphone yang lebih canggih. Itu kan bahan baku utamanya nikel,” katanya.
Senada dengan Reza, Dwiky Rahmat Febrian, usia 28 tahun, lulusan program studi Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, mengaku memilih Prabowo-Gibran karena ia suka dengan program-program Presiden Jokowi.
“Kalau di antara ketiga paslon, yang benar-benar melanjutkan Presiden Jokowi, itu 02 dan 03. Saya sempat mempertimbangkan 03, tapi di akhir-akhir kampanye 03 udah mulai setengah-setengah. Makanya makin sini yang pilih 02,” kata Dwiky.
Dwiki juga berpendapat bahwa program makan siang dan susu gratis amat penting, terutama pada mereka yang menderita stunting dan anak-anak tak berkecukupan di wilayah Indonesia Timur. Ia melihat mungkin program tersebut tidak akan terlalu berdampak banyak pada masyarakat perkotaan.
Tak hanya untuk mengatasi stunting, Dwiky menilai bahwa program tersebut juga akan berpengaruh pada perbaikan intelektual atau IQ anak-anak Indonesia. “Saya mah setuju. Kan sekarang sudah muncul growth-nya. Sudah ada infrastruktur. Kalau infrastruktur doang yang maju, ya percuma,” katanya.
Meski begitu, Dwiky juga memberikan catatan bahwa di suatu poin tertentu, program makan siang dan susu gratis mungkin perlu peninjauan ulang. Satu hal yang ia khawatirkan adalah program tersebut akan terlalu banyak memakan alokasi APBN.
Dwiky juga menilai positif misi hilirisasi industri. Menurutnya, pemerintah Indonesia sudah terlalu lama mengimpor komoditas-komoditas tambang mentah. Ia mencontohkan komoditas nikel. Ia meyakini apabila biji nikel diolah menjadi produk buatan setengah jadi, pendapatan negara akan meningkat berkali lipat.
Selama masa kampanye, capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, kerap dicitrakan sebagai sosok yang gemoy. Konten-konten foto dan video Prabowo bercitra gemoy bertebaran luas di media sosial, terutama TikTok. Namun ketiganya kompak mengatakan bahwa citra gemoy Prabowo di TikTok bukan jadi alasan utama mereka mencoblos paslon 02 di balik bilik suara pada 14 Februari kemarin.
Jessica mengatakan dirinya memilih Prabowo bukan hanya karena dia dicitrakan gemoy, tetapi juga karena ketulusan hati Prabowo yang tercermin selama rangkaian debat capres berlangsung. “Hati kita kayak tergerak sendiri,” katanya.
Sementara bagi Reza, citra gemoy bisa jadi hanya merupakan ciri khas Prabowo. Hanya saja, ia menilai Prabowo lebih kepada visi-misinya. “Saya tidak terpengaruh kalau paslon ini lucu. Saya benar-benar lihat rekam jejak, memeriksa kebenaran berita-berita yang ada,” ujarnya.
Setali tiga uang, bagi Dwiky, citra gemoy Prabowo bukan menjadi faktor penyebab dirinya menjatuhkan pilihan ke paslon 02. Ia mengaku sudah tahu betul karakter Prabowo seperti apa. “Yang gemoy itu, saya enggak terpengaruh, tapi saya melihat mungkin itu cocok buat masyarakat,” ujarnya.
Ketiganya berharap Prabowo-Gibran bisa benar-benar melaksanakan program-program yang sudah diusung sejak masa kampanye. Bagi Jessica, selain harus menuntaskan janji kampanye, paslon 02 harus melanjutkan program-program Presiden Jokowi. “Dan semoga orang-orang yang tidak bertanggung jawab di pemerintahan sebelumnya dibasmi,” katanya.
Sementara Reza berharap, apabila Prabowo-Gibran resmi menjadi preisden dan wakil presiden definitif, apa yang dijanjikan selama kampanye bisa dilaksanakan secepatnya. Ia berharap jangan sampai program-program Prabowo-Gibran bersifat yang penting jalan. “Saya berharap program ini berkelanjutan, dan transparansinya diberikan ke masyarakat,” ujarnya.
Namun, Reza mengaku tidak ingin taklid buka. Meski saat ini mendukung penuh, ia tetap akan melontarkan kritik apabila Prabowo-Gibran tidak amanah. “Saya perlu kritisi juga sebisa saya sebagai mahasiswa,” katanya.
Dwiky juga berharap program-program yang dijanjikan Prabowo-Gibran, termasuk makan siang dan susu gratis, benar-benar terwujud. “Meski itu juga butuh tinjauan ulang, ya. Kalau hilirisasi, dari sekarang memang sudah harus dilakukan,” katanya.
Pengamat politik dan Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, mengatakan bahwa banyaknya pemilih berlatar belakang pendidikan tinggi yang memilih Prabowo-Gibran bukan sesuatu yang mengherankan.
Menurut Adi, sejak pertama kali mancalonkan diri jadi capres pada 2014 lalu, Prabowo selalu menjadi seperti magnet bagi kelompok masyarakat berpendidikan tinggi. “Basis dasar pemilih Prabowo sejak awal memang berpendidikan tinggi yang well educated,” katanya kepada Gatra.com, Jumat (16/2/2024).
Adi menilai bahwa hal itu terjadi di tiga gelaran pilpres, yakni tahun 2014, 2019, dan 2024. Hanya saja, kata dia, khusus pada gelaran kali ini, Prabowo mendapat amunisi tambahan seiring dengan merapatnya Presiden Jokowi ke paslon 02.
“Belakangan, setelah Prabowo berkoalisi dengan Jokowi, Prabowo juga mendapat suara dari kalangan pemilih pendidikan tengah ke bawah,” ujar Adi.