Palembang, Gatra.com -- Sidang dugaan kasus korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (PT SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), yakni PT Bukit Multi Investama (BMI) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Kamis (29/2/2024).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua orang yaitu Eko Sembodo (Ahli Bidang Manajemen Bisnis) dan Erwinta Marius (Ahli Perhitungan Kerugian Negara). Dalam kesaksiannya, Eko Sembodo yang juga merupakan Auditor Forensik dan Ahli Keuangan Negara, dihadirkan JPU dalam kapasitasnya tak hanya sebagai Ahli Bisnis, namun juga sebagai ahli keuangan negara.
Eko menyampaikan dalam melakukan audit pihak yang memeriksa harus obyektif dan menerapkan asas asersi, dalam arti pihak yang diperiksa juga harus dikonfirmasi.
"Pemeriksa juga tidak boleh hanya mengambil data dari satu pihak. Jika asas asersi itu tidak diterapkan, maka hasil audit perhitungan kerugian negara tidak dapat digunakan," katanya. Saat ditanya oleh salah satu terdakwa apakah ekuitas negatif itu merupakan suatu kerugian negara, Eko menjawab tegas jika tidak ada kerugian negara.
Sementara itu Ahli Akuntan, Erwinta Marius menerangkan mengenai metode perhitungan kerugian negara, saat ditanya oleh salah satu penasihat hukum apakah dirinya adalah akuntan publik yang terdaftar, ia menjawab bahwa yang akuntan publik bukan dirinya namun AP Chaeroni.
"Sebelum menggunakan jasa KAP Chaeroni, Kejati Sumsel (Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan) pernah melakukan ekspose kepada BPKP," ucapnya.
Namun Kejati Sumsel telah mencabut surat tugasnya kepada BKPK, kemudian menunjuk kantor Akuntan Publik Chaeroni, dimana dirinya yang ditugaskan untuk menghitung kerugian negara. Termasuk memberikan keterangan sebagai ahli dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Kejati Sumsel.
Adapun fakta yang menarik adalah pada saat Majelis Hakim menanyakan apakah Ahli pernah dipidana, Erwinta kemudian membenarkan pertanyaan tersebut. Saat ditanya dalam perkara apa dijawab olehnya, dia menyebut sebagai perkara tindak pidana korupsi (tipikor).
Ainuddin, penasihat hukum dari pemilik lama PT SBS Tjahyono Imawan menambahkan, audit tersebut harus dipertanyakan karena tidak menerapkan asas asersi dan hanya mengambil data dari pihak penyidik. Karena menurut ahli yang dihadirkan JPU saja, harusnya audit tersebut tidak dapat diakui.
Kemudian terkait dengan kredibilitas Ahli yang menghitung kerugian negara, Ainnudin malah mempertanyakan Ahli yang dihadirkan JPU. Karena ahli yang menghitung kerugian negara adalah mantan narapidana tipikor.
"Harusnya berdasarkan UU Akuntan Publik, izinnya harus dicabut, atau setidaknya dia tidak bisa berpraktek sebagai akuntan, apalagi menjadi ahli perhitungan kerugian negara," ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, kasus dugaan korupsi ini menjerat lima terdakwa, yakni Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma (M), mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA Anung Dri Prasetya (ADP), Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Syaiful Islam (SI).
Lalu, Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtimah Tobing (NT), dan pemilik lama PT SBS Tjahyono Imawan yang diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar dalam akusisi tersebut.