Jakarta, Gatra.com - Pakar Hukum Tata Negara, Radian Syam, mengatakan bahwa semangat dari Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Satuan Tugas Penataan Lahan dan Penataan Investasi adalah untuk menata kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Indonesia.
Atas dasar itu, menurutnya, sangat wajar jika pada praktiknya ada perusahaan tambang yang dicabut izinnya karena tidak beroperasi sebagaimana ketetapan undang-undang.
Baca Juga: Tutup Debat Cawapres, Gibran: Hilirisasi Bawa Indonesia ke Luar dari Middle Income Trap
“Niatan Pemerintah melalui pembentukan Satgas untuk kepentingan nasional dan hilirisasi jangan disalahartikan sebagai oknum yang meminta duit atau fee agar izin itu diterbitkan tidak begitu konsepnya,” kata Radian dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (3/7).
Radian menilai sudah sepatutnya langkah Satgas mendapat apresiasi, karena perusahaan yang nanti memperoleh izinnya kembali dipastikan bakal menjadi lebih produktif.
“Satgas ini bukan hanya membantu menata ulang pertambangan, tetapi juga memanfaatkan sumber daya alam secara lebih efektif dan efisien, sesuai dengan pemanfaatannya untuk kepentingan ekonomi rakyat indonesia dan kepentingan nasional,” terangnya.
Baca Juga: Perusahaan Tambang Harus Serius Implementasikan ESG
Secara hukum, Radian menjelaskan bahwa satgas dibentuk sebagai upaya pemerintah untuk menjunjung prinsip transparansi dalam pengambilan keputusan, karena melibatkan berbagai lembaga dan kementerian. Sehingga, tidak benar jika ada pihak yang mengalamatkan segala keputusan satgas mencerminkan kepentingan atau untuk keuntungan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia semata.
“Langkah Bahlil merupakan tindak lanjut dari keputusan Satgas, bukan keputusan individu dari Menteri Investasi,” katanya.
Setidaknya, sampai saat ini Kementerian Investasi sudah mencabut 2.078 IUP, yang terdiri dari 1.776 perusahaan pertambangan mineral, termasuk mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan serta 302 perusahaan pertambangan batubara.