Jakarta, Gatra.com - Ahli Ekonom dan Lingkungan Mubariq Ahmad mengungkapkan bahwa, terdapat tantangan dalam mengembangkan UMKM Hijau atau bisnis berkelanjutan, baik yang dialami oleh pemilik usaha maupun oleh pemilik modal.
“Tantangan pertama, untuk mengembangan UMKM Hijau dari segi penyedia dana, yaitu belum banyaknya pendanaan dari pemerintah yang berfokus untuk pengembangan UMKM Hijau dan terbatasnya ketersediaan fasilitas investasi berdampak untuk pemilik usaha,” kata Mubariq dalam acara diskusi media bertajuk ‘Inovasi Instrumen Pendanaan Hijau untuk UMKM Berkelanjutan’ di Jakarta, Rabu (3/4).
Selain itu, tantangan lainnya yang dihadapi UMKM adalah minimnya akses dan pengetahuan baik untuk mendapatkan modal dari perbankan di Indonesia maupun, akses teknologi untuk pengembangan usaha.
“Dengan demikian para pemilik UMKM perlu diberikan akses ke dalam empat kerangka kerja ekonomi berkelanjutan, diantaranya adalah akses pendanaan, pengembangan kapasitas UMKM, akses pada teknologi, dan pada akses pasar,” jelasnya.
Pasalnya, Mubariq mengungkapkan bahwa, Indonesia sendiri memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan bisnis keberlanjutan. Menurutnya, UMKM yang ada di tanah air saat ini mampu berkontribusi terhadap 61% dari pendapatan domestik bruto (PDB).
“Hingga kini, UMKM mampu berkontribusi terhadap 61% pendapatan domestik bruto (PDB) negara. Jika model business as usual bisa diubah menjadi bisnis berkelanjutan, maka sektor ini berpotensi membawa dampak besar pada upaya target pengurangan emisi karbon nasional sekaligus pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.
Mubariq menambahkan bahwa butuh dukungan konkrit dan intervensi langsung dari pemerintah dalam bentuk regulasi pada bisnis UMKM berkelanjutan. Mekanisme yang ditawarkan dapat berupa sumber permodalan pada program pemerintah yang sudah ada, seperti pinjaman program kredit usaha rakyat (KUR), program Investment Facility, badan layanan umum (BLU) pemerintah, dan pemberdayaan masyarakat berbasis credit union.
Ke depannya, pemerintah dapat membuat kebijakan dan dorongan yang konkrit untuk menggunakan dana pemerintah dan mengaplikasikannya pada UMKM hijau.
Sementara itu, menurut praktisi kebijakan keuangan berkelanjutan, Mahpud Sujai, sudah terdapat inisiatif dari pemerintah untuk mendorong bisnis berkelanjutan melalui adanya payung regulasi yang dapat menjadi dasar bagi keuangan keberlanjutan Indonesia.
“Salah satu payung regulasi untuk mengembangkan bisnis berkelanjutan adalah regulasi Taksonomi Hijau Berkelanjutan Indonesia (TKBI). TKBI akan melindungi implementasi penerapan keuangan berkelanjutan, termasuk pembiayaan terhadap transisi menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelasnya.
Ia menambahkan walaupun masih ditemukan banyak tantangan pada pelaksanaannya, TKBI diharapkan dapat menaungi inovasi atas skema pendanaan hijau, terutama bagi entitas yang berperan sebagai perantara dalam proses menemukan pemilik usaha dan investor yang tepat dan berkomitmen mendukung usaha sesuai dengan skalanya.
Ia berharap entitas seperti Supernova Ecosystem, LTKL, dan KEM dapat membantu kerja-kerja pemerintah untuk mewujudkan akses pendanaan yang lebih nyata sehingga terdapat peningkatan dari segi kapasitas dan skala UMKM.