Barcelona, Gatra.com – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan, terdapat kesenjangan cukup lebar antarnegara dalam mewujudkan cita-cita laut yang aman untuk seluruh dunia.
Dwikorita saat menjadi Pembicara Kunci pada Sesi 3 Plenary, Safe and Predicted Ocean dalam UN Ocean Decade Conference di Barcelona, Spanyol, baru-baru ini menyampaikan, kesenjangan tersebut terbagi dalam dua, yaitu teknis dan nonteknis, namun saling berhubungan dan berkaitan erat.
“Kesenjangan ini harus kita persempit. Ini pekerjaan rumah seluruh negara-negara di dunia,” kata dia saat mempresentasikan materi? berjudul “Gaps and Strategies For Safe and Predicted OCEAN” di depan perwakilan negara-negara dari berbagai belahan dunia .
Dwikorita menjelaskan, kesenjangan tersebut, pertama; kerangka hukum dan mekanisme kelembagaan. Menurutnya, banyak negara yang gagal menerapkan pertukaran data antarlembaga ataupun antarnegara, serta tidak adanya kerangka hukum untuk Multi-Hazard Early Warning Systems (MHEWS).
Adapun kesenjangan kedua, lanjut dia dalam keterangan pers, Selasa (16/4), yaitu terkait prasarana pengamatan dan sistem pemantauan jaringan observasinya masih manual serta terbatasnya anggaran untuk otomatisasi pemantauan dan transmisi data.
Selanjutnya, kata dia, kesenjangan ketiga yaitu terkait prakiraan dan prediksi numerik yang belum dapat dilakukan karena keterbatasan kapasitas SDM dan ketersediaan sarana prasarananya. Keempat, dalam hal peramalan berbasis dampak.
Menurutnya, banyak negara dalam prakiraan dan peringatan yang dikeluarkan tidak memiliki informasi mengenai potensi bahaya dan kerentanan wilayahnya.
Kemudian, kelima dalam hal pengamatan data, yakni kurangnya data observasi, khususnya di lautan. Terakhir, keenam yakni terkait layanan peringatan dan multi-hazard early warning systems. Banyak negara yang tidak memiliki kapasitas mumpuni untuk memperkirakan bahaya kumulatif dan dampaknya yang berjenjang.
“Dari aspek nonteknis, saya melihat perlunya untuk memastikan bahwa early warning dapat menyentuh dan dipahami hingga ke last mile,” ujarnya.
Lebih lanjut Dwikorita mengatakan, terdapat sejumlah strategi yang dapat dilakukan untuk mempersempit jurang kesenjangan tersebut. Di antaranya, dengan membangun aliansi jaringan dengan berbagai pihak, mulai dari akademisi, lembaga penelitian, antar pemerintah, maupun kemitraan pemerintah dan swasta.
Strategi selanjutnya yaitu dengan memperkuat konteks lokal bagi komunitas di daerah terpencil, serta perlibatan sektor swasta untuk mempercepat tercapainya early warning system for all (EW4ALL) secara cepat, tepat, akurat, mudah dipahami dan diresponse, serta luas jangkauannya.
Dwikorita dalam kesempatan tersebut menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi kesenjangan dalam aspek teknis dan nonteknis. Pada aspek teknis, Dwikorita menyodorkan solusi dengan target memberikan peringatan yang tepat waktu, dapat diandalkan, akurat, dapat dipahami, dan dapat ditindaklanjuti.
Menurutnya, hal tersebut dapat diwujudkan dengan pengamatan yang sistematis dan berkesinambungan, memperkuat sistem berbasis komunitas lokal yang ada serta sistem terintegrasi (berbasis kolaboratif) dan pertukaran data.
“Sedangkan untuk kesenjangan nonteknis, solusinya dengan target untuk memastikan response dini dapat dilakukan oleh masyarakat,” ujarnya.
Dwikorita mengungkapkan, hal ini dapat dicapai dengan komunikasi risiko melalui pendidikan komunitas, meningkatkan literasi kebencanaan masyarakat, dialog, kemitraan pemerintah-swasta, dan sebagainya.