Home Lingkungan Ubah Kebiasaan, Mari Beralih ke Green Jobs

Ubah Kebiasaan, Mari Beralih ke Green Jobs

Jakarta,Gatra.com-Dalam rangka berkontribusi pada penanggulangan dampak krisis iklim, para pekerja di sektor formal dan nonformal kni bisa beralih menjadi pekerja ramah lingkungan (green jobs). Tentu, dengan terlebih dahulu mempelajari green skills, atau keterampilan pendukung upaya pelestarian lingkungan. Berdasar proyeksi Badan Kementerian PPN/Bappenas dan United Nations Development Programme (UNDP), pekerjaan yang membutuhkan green skills berpeluang membuka 4,4 juta pekerja pada 2030 mendatang. 

Coaction Indonesia atau Koaksi Indonesia menyerukan ajakan ini pada peringatan Hari Bumi, Senin 22 April 2024. Manajer Riset dan Pengelolaan Pengetahuan Koaksi Indonesia Ridwan Arif mengatakan masyarakat berperan besar terkait dengan persoalan iklim dan lingkungan karena setiap orang memiliki ekosistemnya sendiri yang harus dirawat. Di lingkungan urban dan rural, ujar Ridwan, akan berbeda, termasuk hasil atau dampaknya.

Masih menurut Arif, dengan beralih ke Green Jobs warga di kawasan urban bisa melakukan banyak hal. Termasuk diantaranya menggunakan transportasi publik, beralih menggunakan sepeda atau beragam moda kendaraan lain berbasis listrik. Khusus di Jakarta misalnya, bersepeda menjadi salah satu opsi terbaik menerapkan Green Jobs. Hendi Rahmat - Founder dan CEO Westbike Messenger Service misalnya, sejak 2013 memulai jasa antar sepeda. Selain menekan emisi karboon, usaha jasa antar sepeda juga cukup banyak menyerap tenaga kerja.

Setiap hari, pasukan bike messenger-nya bisa melayani pengiriman 7 ribu paket. Cabang usahanya kini tersebar di kawasan Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Dengan menggunakan para pengemudi sepeda, Hendi bisa menghemat ongkos membeli bensin hingga Rp60 juta dalam satu tahun. Nilai penghematan sebesar itu dia peroleh dari Greenpeace Indonesia yang mengkalkulasi jumlah penghematan atas jasa pengiriman 1,5 juta paket kurir Westbike selama 2019. Berkat usahanya pula, Hendi berhasil memopulerkan kembali penggunaan sepeda ke kantor di kawasan Ibukota Jakarta.

Menurut Hendi, menggeluti Green Jobs bisa dimulai dengan mengenali persoalan terkait dengan situasi lingkungan hidup. Dari situ para calon pekerja hijau bisa mulai memikirkan solusi untuk persoalan tersebut. “Modal dan dukungan akan ada untuk bisnis tersebut. Modal saya tidak besar waktu itu dan motivasi saya untuk Kota Jakarta. Jadi saya menikmati prosesnya. Sampai sekarang berkembang terus,” tutup Hendi melalui rilis yang diterrima Gatra, Selasa (23/4).

Green Jobs Bukan Hanya untuk Lulusan Sekolah Teknik

Anindita Sekar Jati adalah mantan manajer komunikasi New Energy Nexus yang berbasis di Jakarta. Dia tidak menyangka peminatan dia terhadap dunia komunikasi dan broadcasting justru menggiringnya menggeluti Green Jobs. Sebelum di Nexus, organisasi yang berfokus pada entrepreneurship, Anindita pernah magang di rumah produksi dokumenter kemudian pindah bekerja ke Yayasan WWF.

“Saya itu bekerja di sektor sustainability agak nyasar. Semula peminatannya broadcasting sesuai dengan jurusan kuliah di Fakultas Komunikasi Universitas Indonesia. Saya magang di rumah produksi dokumenter hingga kemudian dikenalkan dengan rekan yang bekerja di WWF. Saya sadar, ini bukan organisasi kecil. Sistem kerjanya kompleks yang juga melibatkan rekan pemerintah dan entitas usaha swasta,” jelasnya dalam podcast Subjective yang merupakan program kerja sama dengan Koaksi Indonesia.

Bekerja di New Energy Nexus, dia mempelajari ragam isu seputar perubahan iklim, transisi energi, dan liku pengembangan energi terbarukan. Sesuai dengan tempat kerjanya yang berfokus pada wirausaha di sektor energi terbarukan, wawasannya akan energi terbarukan makin luas dan bertumbuh. Menurutnya, usaha rintisan berbasis digital yang fokus pada energi terbarukan masih sangat jarang. Beberapa yang sudah hadir di antaranya Sylendra Power, Forbetric, Warung Energi, Pendulum, dan Bionersia.

Sementara di Bandung, Ivan Nashara Haryanaprawira, Product Manager Ruang Guru, menceritakan pengalamannya menjadi pekerja hijau saat terlibat dalam pemasaran produk mesin pemberi pakan otomatis berbasis internet (IoT automatic feeder) ikan dan udang tambak milik eFishery.

Ivan menjelaskan urgensi pemodernan sistem budi daya produk perikanan di Indonesia. Salah satunya yang dilakukan eFishery dengan memperkenalkan mesin pintar pemberi makan ikan dan udang tambak di Indonesia. Menurutnya, modernisasi ini penting karena banyak pelaku usaha tambak yang tertatih-tatih hingga merugi. Bukan hanya soal hilirisasi produk perikanan, tetapi persoalan di hulu, yakni ongkos produksi mulai dari tenaga kerja hingga urusan pakan. Pakan dalam usaha akuakultur menyedot 80% biaya operasional. Selain itu, semakin banyak pemberian pakan semakin banyak emisi yang terlepas ke udara.

“Dengan IoT automatic feeder, petambak bisa mengatur pola pemberian pakan. Bisa 10 detik atau satu menit sekali. Kontrol dan penyusunan jadwal pemberian pakan bisa dilakukan lewat telepon pintar. Pemberian makan secara teratur dan terkendali akan membuat ikan sehat dan gemuk. Ada beberapa efek lain yang juga bagus. Ketika pemberian makan bisa teratur dan terkendali, pakan tidak larut dalam air. Kualitas air dan ikan bagus,” jelasnya.

Menurut Ivan, peluang Green Jobs di sektor ini terbuka luas. “Kita masih penasaran kenapa Indonesia tidak unggul. Target tambak udang di Indonesia pun jutaan ton. Belum lagi ada program dua ribu tambak atau tambak milenial. Potensi bisnis ini menjadi luas dengan ukuran perekonomian yang juga besar. Ratusan ribu orang dan lahan kerja. Kalau bisa efisien bisa buat Indonesia bersaing,” tutup Ivan.

Semua Bisa Beralih ke Green Jobs

Manajer Kebijakan dan Advokasi Koaksi Indonesia a. Azis Kurniawan menjelaskan, Green Jobs merupakan pekerjaan layak dan ramah lingkungan. Dengan definisi itu, Green Jobs tidak hanya berkutat pada sektor manufaktur, konstruksi, dan energi hijau, seperti energi terbarukan dan transisi energi, tapi juga bisa dilakukan oleh pekerja di semua sektor. Contohnya pekerja di perkantoran hijau (green office), usaha konstruksi hijau (green construction), serta gedung ramah lingkungan atau green building.

“Pekerjaan layak indikatornya banyak, tidak eksploitatif secara fiskal dan tidak diskriminatif secara sosial. Kedua, pekerjaannya berkontribusi memulihkan lingkungan,” jelas Azis Kurniawan.

Azis Kurniawan juga menjelaskan beberapa kriteria Green Jobs menurut ILO, di antaranya mampu meningkatkan efisiensi energi dan menghemat bahan baku, membatasi gas rumah kaca, meminimalisasi limbah dan polusi, mengembalikan ekosistem atau memulihkan ekosistem. Terakhir tambah Azis, Green Jobs harus bisa mendukung upaya adaptasi terhadap perubahan iklim. Itu sebab, menurut dia sudah waktunya anak-anak muda mulai atau menekuni Green Jobs.

Dengan luasnya lingkup Green Jobs, masyarakat kini bisa beralih menekuni pekerjaan ramah lingkungan. “Selama kita di kantor menggunakan energi dengan efisien, termasuk menggunakan kertas bolak-balik itu masuk kategori Green Jobs. Mematikan alat pendingin udara dan lampu penerangan juga termasuk. Banyak orang tidak merasa bekerja di Green Jobs, padahal kalau mereka tahu mereka sudah melakukannya setiap hari,” tutur Azis.

Ke depan, Green Jobs akan semakin booming di Indonesia. Menurut Koaksi Indonesia, ada berbagai penyebabnya. Misalnya, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap dampak perubahan iklim mengakibatkan bertumbuhnya usaha kecil yang berkontribusi pada lingkungan, seperti usaha pemanfaatan limbah menjadi produk lain seperti tas, kemasan makanan hingga kertas daur ulang. Saat ini juga semakin banyak perusahaan yang membentuk divisi keberlanjutan (sustainability). Dengan adanya divisi sustainability, suatu perusahaan harus patuh terhadap berbagai regulasi terkait keberlanjutan, misalnya proses produksi ataupun bahan baku.

Sementara kajian dari World Economy Forum: Future of Jobs pada tahun 2016 mengungkap bahwa sektor energi dan berbagai industri di seluruh dunia mulai beralih ke green economy. Peralihan ini disebabkan isu tentang perubahan iklim dan kekhawatiran dunia akan ketersediaan sumber daya alam.

Terciptanya Jenis Pekerjaan Baru

Koaksi Indonesia juga sudah menghitung kebutuhan tenaga kerja langsung di energi terbarukan berdasarkan kapasitas terpasang dalam target RUEN (Rencana Umum Energi Nasional). Hasilnya, pada 2030 akan dibutuhkan lebih dari 430.000 tenaga kerja langsung, yaitu tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses pembangunan pembangkit untuk menghasilkan energi listrik dengan energi terbarukan.

Antara lain, tenaga kerja untuk feasibility study, mendesain pembangkit, teknisi, petugas operation & maintenance, dan pekerja yang membangun. Dari pembangunan itu, tumbuh pekerjaan yang tidak langsung maupun yang terinduksi, seperti sales engineer, analis, legal, dan konsultan.

Sementara pada 2050, diperkirakan ada lebih dari 1 juta Green Jobs yang tercipta dari sektor energi, baik itu pekerjaan langsung, pekerjaan tidak langsung maupun pekerjaan yang terpicu sektor usaha energi. Bappenas juga sudah memetakan Okupasi Nasional Green Jobs. Hingga Agustus 2022, pemetaan okupasi ini telah mengidentifikasi 191 jenis Green Jobs.

46