Home Ekonomi Pesona Batik Tepa Selira, Dari Bisnis Inkubasi Menjadi Pelopor

Pesona Batik Tepa Selira, Dari Bisnis Inkubasi Menjadi Pelopor

Jakarta,Gatra.com-Lahir sejak 2019, Tepa Selira semakin berkembang dan dikenal publik dengan busana batik pasangan. Meski membidik para pasangan muda untuk busana acara pertunangan, tersedia pula batik bagi keluarga dengan corak dan motif yang segar tanpa kehilangan kearifan lokal.

Pelopor ‘Baju Tunangan Multistyle’, begitu pasangan pengusaha produk fashion, Ali Eunoia dan Fahrulia Amanda menyebutnya brand positioning Tepa Selira. Terjun ke bidang yang cukup ramai ini memaksa keduanya berpikir keras harus fokus pada branding yang berbeda dari bisnis batik pada umumnya. Meski demikian, Tepa Selira dibangun benar-benar mulai dari nol. Keduanya mengembangkan diri melalui tempaan pengalaman.

Sebelum Tepa Selira lahir, Ali Eunoia dan Fahrulia Amanda awalnya hanya berpikir untuk menumpahkan minat pada bidang fashion dan design, dengan menjual baju anak-anak. Usaha kecil-kecilan itu tidak butuh modal besar, cukup Rp5-10 juta saja.

Ketika bisnis rintisan ini dimulai pada awal 2015, Ali masih bekerja sebagai produser program acara di sebuah televisi swasta. Sementara istrinya memang nmemiliki latar belakang pendidikan desain, dan membantu usaha bisnis pakaian muslim milik keluarganya dengan nama Keke Busana.

“Sebelum Tepa Selira, kita buat baju anak. Saya sempat bantu untuk jualan di mall. Kita mulai dengan moidal 5-10 juta untuk sekali produksi. Alhamdulillah gak laku. Hahaha,” ungkapnya ketika ditemui Gatra di sela acara Kelana Wastra Fashib Festival, pada Kamis (25/4) lalu di Sarinah, Jakarta.

Karena terus merugi, Ali dan Amanda akhirnya memutuskan untuk shifting, membuat dan menjual baju dewasa. Mereka mencoba cara pemasaran serupa, yakni menyewa lapak di mall. Alhasil, produknya lebih diminati pasar dibanding produk pakaian anak-anak. Sejak itu terpikirlah untuk mengembangkan bisnis usaha pakaian.

Pada 2019, Amanda mulai berpikir merambah ‘warna’ usahanya dengan mengembangkan usaha batik rekannya di Cirebon. Rekannya itu memiliki usaha batik turun temurun, namun berhenti berkembang pada generasi kedua dan ketiga. Tidak ada perkembangan dari sisi penjualan bahkan desain.

Dengan latar belakang Pendidikan desain dan pengalaman mengurus bisnis pakaian milik keluarga, usaha batik Cirebon itu kemudian diambil alih Amanda. Setelahnya, mereka berdua berkomitmen untuk mengembangkannya. Semua fasilitas produksi batik berada di area Parung, Bogor, Jawa Barat.

“Kita memulai tepa selira akhir 2019, dimulai dari istri saya Fahrulia Amanda. Dia memang backgroundnya fashion dan design. Dia punya rekanan di Cirebon, ada batik yang turun temurun. Tapi di generasi kedua dan ketiga itu stuck dari design dan penjualan,” jelasnya.

Corak batik Cirebon yang ditemukannya memang cenderung klasik. Kemudian, mereka putuskan untuk mengembangkan dengan warna pastel, motif kontemporer dan tambahan aplikasi tile.

Setelah proses itu semua selesai, maka dicarilah brand yang tidak sekedar untuk berjualan saja. Melainkan, mengembangkan value dalam produknya.

“Maka kita namakan Tepa Selira, asalnya dari Bahasa Jawa ‘Tepo Seliro’ yang artinya tenggangrasa. Kita mau baju yang kita buat itu menceritakan soal tenggangrasa,” ungkapnya.

Makna tenggangrasa akhirnya melekat di semua produk Tepa Selira. Salah satunya, diterjemahkan dengan pengembangan bahan yang lebih ramah lingkungan. Kolaborasi dengan petani dengan mendonasikan sebagian keuntungan untuk kelangsungan hidup petani.

Hal ini sesuai dengan brand value yang dikembangkan Tepa Selira, diantaranya Respect for Current Era, Respect for Environment, Respect for Culture and Tradition, Respect for People, dan Respect for Customer.

Beralih ke Online

Setahun berjalan, Tepa Selira langsung ditempa cobaan. Pandemi datang, memaksa sejumlah kerjasama yang telah dijajaki sejak awal berdiri untuk tertunda.

“Satu tahun pertama kita kerjasama dengan selebgram, Annisa Subandono. Qodarullah, ada pandemi sementara chanel kita offline semua,” kata Ali.

Meski demikian, rupanya ada hikmah dibalik kondisi itu. Kolaborasi adalah kunci Tepa Selira bisa bertahan. Tak piker Panjang, cara berjualan online langsung menjadi lini penjualan utama. Mereka berdua tidak mengira kalau berjualan batik tunangan dan batik keluarga itu minatnya cukup tinggi saat pandemi.

“Rupanya, kondisi pandemi tidak menghentikan orang untuk membeli pakaian. Dari situ berkembanglan batik untuk Ramadhan, baju keluarga lebaran, Pandemi itu alhamdulillah dengana danya koklaborasi dan berubah ke online kita survive,” jelasnya.

Sosial media pun menjadi ajang promosi berikutnya. Bahkan, promosi pasif karena pelanggan yang membeli batik Tepa Selira kemudian mengunggahnya ke media sosial. Di lini digital inilah Tepa Selira semakin dikenal.

Pandai Melihat Peluang

Untuk terus berkelanjutan, Tepa Selira menurut Ali harus pandai melihat peluang. Saat memulai usaha, ia dan Amanda mengaku tidak memiliki ilmu branding. Salah satu unsur utama dalam merintis usaha.

“Saat itu batik sedang hype. Belum ada ilmu branding, positioning, dsb. Kita jualan aja apa yang laku di pasar,” katanya.

Ia menyadari, cara bisnis seperti itu tidak akan berkelanjutan. Nah, salah satu pembekalan usaha yang mungkin menjadi tonggak awal kesuksesan Tepa Selira adalah Keputusan Ali untuk ikut serta dalam program Growpreneur by BRI pada 2023 lalu.

Yakni sebuah program aktivasi pemberdayaan pendampingan bagi UMKM Indonesia yang digagas PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang bekerjasama dengan Smesco Indonesia. Lewat Growpreneur BRI, peserta bisa belajar program secara regular, bergabung dengan komunitas serta ikut serta dalam program inkubasi.

“Saya merasa selama kita berusaha, seperti koboi. Dapat ilmu dari mana saja. Kok merasa perlu ada pembekalan dari praktis biar usaha lebih berkembang. Saya coba lihat di Instagram, ada growpreneur. Program inkubasi yang tidak hanya workshop sehari, tapi intens selama setahun. Juga ada coach yang one on one coaching,” jelasnya.

Nah, ia menyadari saat awal menjalankan bisnis sering merasa sendirian. Ikut serta Growprenenur by BRI masuk batch pertama dan langsung terpilih bersama dengan 10 brand fashion lainnya. Selama program, ia mendapat pembekalan soal keuangan, marketing, pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dahulu ia anggap kurang penting.

Satu hal yang sangat ia sadari, ketika menjadi entrepreneur, pemilik usaha harus membagikan beban. Harus berpikir mengembangkan usaha lebih besar. Belajar dari kesalahan itu, tidak lama berbagai peluang baru pun bermunculan. Di program Growpreneur by BRI itu, Tepa Selira terpilih sebagai Best Brand Fashion.

“Mereka membantu menentukan positioning di pasar yang red ocean banget. Batik ini kan penuh banget, bagaimana biar kita keliatan. Sampai kita dikenal dengan brand yang sekarang,” jelasnya.

Ia pun memilik tambahan informasi untuk belajar pembiayaan, scale up investor, dan sebagainya. Dengan brand kuat, maka peluang semakin terbuka lebar.

Peluang itu ia dapat dengan melihat top of mind masyarakat soal batik yang tertuju pada merek-merek batik ternama yang coraknya cenderung klasik. Namun ia dan Amanda mengambil langkah berbeda, memosisikan brand batik pelopor untuk tunangan multistyle pertama di Indonesia.

Langkah berikutnya, mengedukasi dan berkolaborasi dengan Key Opinion Leader (KOL) seperti selebgram atau figure publik lainnya. Kemudian strategi di media sosial dan pengembangan lini distribusi. Saat ini, Tepa Selira 80 persen masih mengandalkan lini penjualan online. Perlahan, akan merambah ke sejumlah department store, tersebar di 12 titik di seluruh Indonesia dan memiliki flagship store sendiri.

“Di tahun berikutnya kita mau jajaki itu. Tapi saat ini, dua tahun pertama, kita mau Tepa Selira ada di 5 top mind batik tunangan di Indonesia,” ungkapnya.

Meski demikian, rencana-rencana itu belum membutuhkan pendanaan lebih lanjut dari perbankan. Ia mengaku masih bertahan dengan pendanaan pribadi. Mungkin, ia akan mempertimbangkan sumber pendanaan bank jika sudah memulai tahap membuka store di 12 titik seluruh Indonesia. Meski begitu, sejak beralih mayoritas ke online ia menggunakan transaksi melalui rekening BRI. Apalagi, ia kerap harus melakukan transaksi dengan pembeli dari berbagai daerah di Indonesia. 

"Nah saya sangat dimudahkan dengan layanan transaksi dari BRI. Sejak awal ikut inkubasi sampai sekarang masih pakai," katanya.

Diketahui, BRI terus konsisten mendampingi pelaku UMKM untuk dapat naik kelas. Growpreneur merupakan salah satu program flagship Garapan BRI.

“Melayani dan memberdayakan UMKM bukan hanya soal bisnis, tapi yang lebih penting adalah menghadirkan kesejahteraan,” ungkap Direktur Utama BRI, Sunarso beberapa waktu lalu di Jakarta.

172