Home Kesehatan BPOM Fokus Tertibkan Skincare Beretiket Biru yang Tak Sesuai Ketentuan

BPOM Fokus Tertibkan Skincare Beretiket Biru yang Tak Sesuai Ketentuan

Jakarta, Gatra.com - Badan Pengawas Obat Makan (BPOM) tengah fokus menertibkan peredaran skincare beretiket biru pada klinik kecantikan. Kegiatan dilakukan secara serentak bersama dengan 76 unit pelaksana teknis (UPT) BPOM di seluruh Indonesia.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPOM RI, L. Rizka Andalusia menjelaskan Skincare bertiket biru merupakan istilah untuk produk perawatan kulit yang ditambahkan bahan obat (obat keras) yang dibuat secara massal dan diberi label etiket biru dan umumnya diedarkan secara online, tanpa resep ataupun pengawasan dokter.

"Skincare beretiket biru ini mengandung bahan obat keras dan dibuat sebagai produk racikan. Maka, produk ini seharusnya bersifat personal yaitu khusus disiapkan untuk pasien yang telah berkonsultasi dengan dokter yang menuliskan resep berdasarkan diagnosis.." jelas Plt. Kepala BPOM RI dalam Kick-Off Kampanye Nasional “Waspada Skincare Beretiket Biru yang Tidak Sesuai Ketentuan" di Hotel JS Luwansa, Jakarta (7/5).

Ditinjau dari sisi mutu, jelas Rizka, produk ini juga memiliki jangka waktu kestabilan yang pendek, sehingga tidak untuk dipergunakan dan atau disimpan dalam jangka waktu lama.

BPOM menemukan peredaran skincare beretiket biru secara tidak bertanggung jawab di tengah masyarakat tanpa ada pengawasan atau peresepan dari dokter. Sebelumnya, BPOM telah melakukan pengawasan pada klinik kecantikan di seluruh wilayah Indonesia pada periode 19—23 Februari 2024.

Dari pengawasan selama lima hari tersebut, BPOM menemukan sejumlah 51.791 pieces produk kosmetik tidak memenuhi ketentuan dengan nilai keekonomian mencapai Rp2,8 miliar.

Produk ini terdiri dari temuan kosmetik mengandung bahan berbahaya/dilarang, skincare beretiket biru tidak sesuai ketentuan, kosmetik tanpa izin edar, produk injeksi kecantikan, dan kosmetik kedaluwarsa.

Skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan banyak ditemukan di wilayah kerja Loka POM di Kabupaten Bungo, Balai Besar POM di Pekanbaru, dan Balai Besar POM di Surabaya.

Salah satu upaya BPOM untuk memperkuat pengawasan terkait kegiatan ini, yaitu melalui Forum Koordinasi Penertiban Skincare Beretiket Biru yang Tidak Sesuai Ketentuan yang diselenggarakan pada Senin (06/05).

Mengusung tema BERSERU (Bersama Tertibkan Skincare Beretiket Biru), forum ini sekaligus menjadi momen Kick-Off dari Kampanye Nasional “Waspada Skincare Beretiket Biru yang Tidak Sesuai Ketentuan”.

Forum koordinasi ini mewujudkan kolaborasi bersama lintas sektor terkait dalam pembinaan, pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat, termasuk penindakan untuk penegakan hukum terhadap peredaran skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan.

“Berkenaan dengan risikonya, maka penggunaan skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan dapat membahayakan kesehatan penggunanya." ujarnya.

"Di samping itu, peredaran produk ini juga berdampak pada penurunan daya saing pelaku usaha yang senantiasa mematuhi ketentuan karena mengakibatkan tergerusnya pasar produk kosmetik legal,” paparnya.

Plt. Kepala BPOM menjelaskan bahwa BPOM telah melakukan berbagai upaya pembinaan yang diarahkan untuk meningkatkan pemahaman pelaku usaha dan profesi mengenai regulasi yang berlaku.

Intensifikasi pengawasan juga terus dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pelaku usaha terhadap regulasi yang ada. BPOM juga tidak segan melakukan penindakan dalam rangka penegakan hukum bagi pelaku usaha yang diketahui melakukan pelanggaran terhadap regulasi.

Tidak hanya itu, BPOM secara rutin melakukan pemberdayaan masyarakat agar dapat melindungi dirinya dari risiko paparan skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan.

“Namun demikian, upaya yang telah dilakukan masih perlu dioptimalkan lagi dan perlu sinergi dengan pemangku kepentingan terkait, mengingat selama ini BPOM masih mengutamakan kegiatan secara mandiri,” lanjut Plt. Kepala BPOM.

Untuk itu, pada ini, BPOM juga menginisiasi penandatanganan komitmen kerja sama antara BPOM dengan asosiasi profesi kesehatan yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski).

Asosiasi ini diharapkan berpartisipasi aktif dalam menindaklanjuti hasil pengawasan skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan. Asosiasi ini juga diharapkan dapat menerapkan sanksi kepada anggotanya terkait pelanggaran peredaran skincare beretiket biru.

Selain itu, BPOM juga melakukan penggalangan pernyataan dukungan “Bersama Tertibkan Skincare Beretiket Biru” dari setiap unsur pentahelix (pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media).

Penggalangan pernyataan dukungan ini dilakukan bersama perwakilan dari public figure, kementerian/lembaga, akademisi, masyarakat (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia/YLKI), asosiasi pelaku usaha, dan Indonesian E-Commerce Association (idEA).

“Melalui Forum Koordinasi Penertiban Skincare Beretiket Biru yang Tidak Sesuai Ketentuan ini, diharapkan kemitraan dan kolaborasi BPOM bersama seluruh pemangku kepentingan yang hadir semakin kuat." kata Rizka.

Dengan demikian, Rizka melanjutkan, upaya ini menjadi kunci kesuksesan dalam penertiban peredaran skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan.

"Kami sangat mengharapkan komitmen dan peran aktif dari semua pihak untuk bersama-sama mewujudkan pesan dan tujuan dari kampanye ini sesuai dengan tugas, fungsi, dan kompetensinya pada masing-masing bidang,” tuturnya.

121