Jakarta, Gatra.com – Di tengah gejolak perekonomian global dan sejumlah tantangan yang muncul, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) masih menjadi instrumen penting bagi perekonomian nasional. Kinerja APBN yang “on the track” didukung dari perpajakan yang menyumbang sekitar 80% penerimaan negara di antaranya penerimaan cukai dan kepabeanan.
Di tengah sejumlah polemik yang beredar baru-baru ini, banyak pihak mengapresiasi kinerja Bea Cukai dan mengingatkan krusialnya peran institusi ini terhadap perekonomian negara. Direktur Eksekutif Center Of Reform On Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, Bea Cukai tetap memegang peran yang vital terhadap perekonomian negara.
“Fungsinya bukan cuma sebagai salah satu sumber penerimaan yang vital bagi negara bagi APBN, tapi di sisi lain dalam hal lalu lintas perdagangan kaitannya dengan aktifitas perdagangan. Di sinilah titik krusialnya Bea Cukai,” ujar Mohammad Faisal dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu (8/5).
Diketahui, selain penerimaan negara, fungsi Bea Cukai adalah sebagai community protector. Yakni, melindungi masyarakat dari barang yang terlarang dan dibatasi impornya atau berfungsi menjadi trade facilitator dan industrial assistance. Bea dan Cukai juga mengemban fungsi penting dengan memfasilitasi industri dan perdagangan dalam negeri.
Pada triwulan I-2024, pendapatan negara terkumpul Rp620,01 triliun atau 22,1% dari target. Dari sisi kepabeanan dan cukai, pendapatan Bea Cukai hingga Maret 2024 mencapai Rp69 triliun atau 21,5% dari target.
Faisal mengatakan, volume lalu lintas barang keluar dan masuk teritorial negara ini begitu besar dan melibatkan uang yang begitu besar. Karena itu, governance atau tata kelola dalam Bea Cukai adalah hal penting. “Jika tata kelolanya baik, maka dari sisi pemasukan atau penerimaan negara dan pengaturan dalam hal perdagangan ekspor impor kontrol terhadap barang juga jadi maksimal. Termasuk kontrol terhadap barang-barang yang ilegal,” kata Faisal.
Sebaliknya, jika tidak, maka sisi aturan yang mengatur keluar masuk barang dari negara lain juga tidak efektif. “Itu mempengaruhi juga dan bisa kemana-mana efeknya kepada perekonomian dalam negeri, baik konsumen kepada produsen, industri manufaktur pun terimbas, nah disini titik kritis daripada peran penting Bea Cukai,” ia menambahkan.
Terpisah, Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad, menyebut kinerja Bea Cukai dari sisi penerimaan negara setiap tahun selalu sejalan dengan target. Di 2021 pendapatan kepabeanan dan cukai mencapai Rp269 triliun, tumbuh 26,23% year on year (yoy) atau sebesar 125,1% dari target.
Di tahun 2022, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp317,8 triliun, tumbuh 18,0% atau mencapai sebesar 106,3% dari target. Sepanjang 2023, di tengah volatilitas harga komoditas akibat perlambatan ekonomi global dan konflik geopolitik, Bea Cukai juga mengumpulkan penerimaan negara sebesar Rp286,2 triliun atau sekitar 95,4% dari target.
Menurutnya, hal yang perlu dievaluasi Bea dan Cukai adalah cara pelayanan di bandara Soekarno Hatta. Dengan begitu, penerimaan negara bisa terus didongkrak. “Sistem perhitungan Bea masuk dengan self assment yang diberlakukan sejak September 2023 itu misalnya, memerlukan kerja sama dari masyarakat karena harga ditentukan oleh pemilik barang. Namun jika harga yang diungkap under value maka berpotensi dikenakan denda 1.000 % sesuai PMK," kata Kamrussamad.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah mengapresiasi penerimaan negara yang sudah dikawal dengan baik. Namun, ia juga mengingatkan Bea dan Cukai untuk mendorong investor dari luar untuk masuk investasi. “Dubes-dubes negara lain juga banyak komunikasi dengan Bea Cukai, karena ini peran penting sekali,” katanya.
Trubus mengingatkan, peran penting lain Ditjen Bea dan Cukai, di antaranya mengantisipasi masuknya narkoba ke Indonesia. “Belum lagi peran Bea Cukai terhadap kesehatan juga besar. Semua info terkait kesehatan masuk lewat Bea Cukai, saya kira hal yang positif memang harus kita angkat, sayang kalau tidak terekspos. Jangan sampai yang muncul malah negatifnya terus," ujarnya.
Ia pun menyarankan, ke depan, Bea Cukai terus melakukan pembenahan dan melakukan eduksi yang intens ke masyarakat. Bea Cukai juga perlu mengoptimalkan penggunaan sistem digital untuk meningkatkan pelayanan. “Jadi, tidak ada lagi oknum-oknum. Kita lihat contohnya seperti di Singapura sudah digital,” tuturnya.