Madinah, Gatra.com- Ratusan ribu makanan haji kemasan diproduksi setiap hari. Tiga kali sehari, perusahaan katering kudu siap dengan makanan jemaah. Mengingat qsupan konsumsi menentukan kesehatan jemaah yang berujung menentukan kualitas ibadah haji.
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi memberikan kuota haji bagi jamaah Indonesia sebanyak 241 ribu orang pada musim haji 1445 Hijriah/2025 Masehi, yang terdiri atas 213.320 orang haji reguler dan 27.680 haji khusus, dan sekitar 45 ribu di antaranya merupakan jamaah lanjut usia.
Sejumlah hal-hal teknis sudah dipersiapkan secara matang jauh-jauh hari, salah satunya penyiapan katering jamaah. Kebutuhan konsumsi jamaah calon haji menjadi perhatian serius dari Pemerintah Indonesia.
Sebab, jamaah Indonesia yang didominasi oleh mereka yang belum pernah bepergian ke luar negeri, serta tak terbiasa dengan makanan luar, akan menjadi masalah tersendiri.
Mengingat kondisi tersebut, pemerintah melalui Kementerian Agama ingin agar jamaah Indonesia dapat menjalankan ibadah dengan aman serta nyaman. Karena Bagaimanapun makanan adalah sumber energi yang akan membantu jamaah menyelesaikan seluruh rangkaian haji.
Makanan yang disiapkan pun bercinta rasa nusantara. Bahkan tak tanggung-tanggung sekitar 70 ton bumbu didatangkan langsung dari Indonesia. Bumbu-bumbu tersebut disebar untuk diolah oleh puluhan perusahaan katering yang ditunjuk pemerintah.
"Katering yang ditunjuk adalah perusahaan yang memiliki sertifikat terbaik dalam penyediaan konsumsi," ujar Kepala Daerah Kerja Madinah, Ali Machzumi.
Kebersihan
Pada Senin (20/5) malam hingga Selasa (21/5) dini hari, Tim Media Center Haji (MCH) berkesempatan untuk melihat langsung proses produksi makanan sejak bahan baku hingga makanan siap disajikan kepada para peserta calon haji.
Dalam peninjauan pertama di penyedia katering Bahar Har, tim MCH disambut langsung Kepala Eksekutif Chef yang juga merupakan orang Indonesia, Sapiyatin.
Pria asal Pekalongan, Jawa Tengah, ini langsung mengajak tim melihat dapur. Namun sebelum memasuki dapur, setiap orang wajib mengenakan masker agar makanan dan ruangan tetap steril.
Setiap area untuk pengolahan daging, sayur, dan bumbu dilakukan di tempat berbeda. Pemisahan tempat pengolahan itu bertujuan agar tidak silih terkontaminasi. Begitu pula dengan tempat pendingin, semua bahan masakan disimpan di tempat-tempat terpisah.
Setiap pegawai juga harus mengenakan sarung tangan khusus, penutup kepala, masker, dan sepatu yang dilapisi penutup khusus. Langkah itu juga untuk meminimalisir agar tak ada kontaminasi terhadap bahan masakan.
Katering Bahar Har ini menjadi satu di antara 21 penyedia jasa layanan konsumsi yang mendapat kontrak di Madinah. Sementara di Makkah ada 47 jasa layanan katering. Semuanya akan menyediakan makanan bagi jamaah sebanyak tiga kali per harinya.
Sapiyatin bercerita dapur Bahar Har mampu menyediakan 9.000 makanan (pagi, siang, malam) untuk jamaah yang ada di Madinah. Menu-menunya pun bervariasi tiap waktunya, agar jamaah tidak bosan.
Dapur tersebut memiliki pekerja sebanyak 90 orang yang didominasi oleh pekerja asal Indonesia. Mereka menyebar, ada yang bertugas di dapur, mengantar makanan ke hotel-hotel, dan berjaga di hotel.
Pengemasan makanan dilakukan melalui boks yang dilapisi aluminium foil, dengan begitu kerika sampai di hotel, makanan bisa kembali dihangatkan lewat alat khusus.
Usai peninjauan di dapur Bahar Har, Tim MCH kemudian bergerak ke dapur Meiz Mary yang letaknya dekat dengan Jabal Uhud atau ke arah utara dari Masjid Nabawi.
Sama seperti Bahar Har, Chef Eksekutifnya berasal dari Indonesia, yakni Wan Abdurahman. Semua bahan masakan ditempatkan terpisah antara ruang pengolahan dan penyimpanan. Semua dilakukan dengan hati-hati.
Dapur sudah mulai sibuk sejak pukul 21.00 WAS. Ada yang memotong rempah-rempah, mencuci beras, dan kegiatan lainnya yang terkait dengan prapengolahan.
Sementara pengemasan makanan dilakukan sejak pukul 02.00 Waktu Arab Saudi (untuk makanan pagi). Sementara siang pada pukul 08.30 WAS, dan makan malam pukul 14.00 WAS.
Tetapi jauh sebelum itu makanan dilakukan uji kualitas. Jika tidak memenuhi standar maka produksi akan dihentikan sementara dan diganti dengan bahan yang baru.
Uji Kualitas
Setelah makanan dikemas, uji kualitas dilakukan berkali-kali. Makanan yang telah diuji di dapur, kembali diuji di Kantor Urusan Haji Indonesia (KUHI) di Madinah dalam bentuk makanan boks siap makan.
KUHI ini merupakan kantor pusat penyelenggaraan ibadah haji di Madinah. Sampel makanan kembali dicek, apakah basi dan telah sesuai standar yang ditetapkan.
Terdapat petugas yang menguji makanan, jika makanan dinilai aman dikonsumsi maka boleh didistribusikan ke hotel-hotel yang menjadi pemondokkan jamaah.
Uji sampel di Daker juga dilakukan secara berkala, baik untuk makan pagi, siang, dan malam. Dapur wajib mengantarkan makanan jauh sebelum waktu pendistribusian makanan.
Namun demi menjaga kualitas, jamaah juga mesti memperhatikan batas waktu maksimum makanan tersebut harus dikonsumsi.
Makanan pagi diberi batas waktu hingga pukul 09.00 WAS, makan siang jam 16.00 WIB, 21.00 WAS. Apabila melebihi batas waktu, petugas menyarankan kepada jamaah untuk tidak mengonsumsinya, khawatir kualitas menurun.
Khusus untuk jamaah Lansia, makanan tentu dibedakan. Mereka akan mendapat makanan yang mudah dikunyah dan dicerna. Jamaah lansia biasanya diberikan bubur maupun nasi tim, tentu dengan cita rasa khas nusantara.
Setiap dapur, akan menyediakan 20 persen makanan untuk lansia. Antara dapur satu dengan dapur lain, tentunya menyajikan menu yang berbeda, tapi dengan cita rasa nusantara.
Dengan penyediaan makanan yang telah dijamin sejak di hulu sampai hilir, makanan yang dikonsumsi jamaah diharapkan dapat menjadi energi dalam mengarungi setiap rangkaian haji.