Home Liputan Haji Ketika Nabi SAW Dinaungi Awan dan Shalat Gaib itu

Ketika Nabi SAW Dinaungi Awan dan Shalat Gaib itu

Madinah, Gatra.com- "Assalamu'alaikum warohmatullaah......" suara bilal melengking di masjid Nabawi. Getaran suara berpelantang itu menumpang molekul-molekul udara padang pasir yang kering hingga masih cumengkling terdengar di jarak 500 meter sebelah barat pintu Babus Salam di Masjid Nabi. Di situlah terdapat Masjid Al Musalla (Al Ghamamah/awan). Sejumlah jemaah yang telat menuju masjid Nabawi nampak menggelar shalat Ashar di serambi masjid itu, 26/5.

Mereka 'terpaksa' shalat di serambi karena pintu masjid itu terkunci dari dalam. Sejumlah jemaah berusaha membukanya, namun harus balik badan sambil menggelengkan kepala. Sesekali nampak askar membuka pintu itu. Namun ketika jemaah meminta masuk dia menggeleng tanda melarang. Penolakan itu karena di masjid Nabawi masih berlangsung shalat berjamaah.

Begitu bilal mengeraskan salam tanda shalat di masjid Nabawi berakhir, pintu masjid dibuka lebar-lebar. Jemaah dipersilakan masuk untuk menunaikan shalat. Baik shalat tahiyatul masjid, maupun shalat wajib. Masjid ini memang sempat ditutup untuk salat sehari-hari karena letaknya yang berdekatan dengan Masjid Nabawi.

Namun baru-baru ini telah dibuka kembali untuk jemaah shalat lima waktu. Namun, pembukaan itu setelah dilaksanakan shalat berjamaah di Masjid Nabawi. Untuk menghindari benturan dengan suara Masjid Nabawi masjid ini dilengkapi dengan sound system internal. Masjid ini merupakan salah satu peninggalan sejarah Madinah.

Matahari Tak Bertaji dan Shalat Gaib

Tempat berdirinya Masjid Al Ghamamah semula adalah tanah lapang tempat Nabi Muhammad SAW melaksanakan salat Idul Fitri dan Idul Adha. Nama tempat ini sebagai Al-Ghamamah berdasarkan riwayat bahwa awan memayungi Nabi SAW ketika melaksanakan shalat di tempat ini sehingga matahari tak bertaji memanasi Sang Nabi. Ghamamah berarti awan dalam bahasa Arab.

Ketika Madinah mengalami kekeringan, Nabi Muhammad menggelar shalat istisqa' di tanah lapang itu. Dan awan yang memayungi beliau menggumpal makin mengembang sehingga menudungi Madinah sebelum mengguyurkan hujan untuk menyegarkan tanah merah yang mengering.

Di tempat ini pula Nabi SAW menggelar shalat gaib untuk Raja Najashi (Negus) dariHabasyah/Abasynia (Ethiopia). Semula raja Abasynia beragama Kristen namun menyambut baik kelompok Muslim yang berhijrah ke Habasyah untuk menghindari penganiayaan kaum Quraisy. Dia memberikan sambutan hangat kepada delegasi Muslim dan menawarkan perlindungan penuh.

Kemudian dia memeluk Islam setelah mengamati kaum Muslim. Ketika dia wafat, tidak ada seorang pun yang dapat memimpin shalat jenazah karena lingkungannya masih Kristen. Sehingga Nabi melakukan salat jenazahnya, tanpa ada jenazah (Shalat Gaib).

Arsitektur

Awalnya sebuah bangunan masjid kecil darurat dibangun di tanah lapang itu oleh khalifah kedua Islam, Umar ibn Khattab. Struktur masjid yang lebih serius pertama dibangun pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, juga dikenal sebagai Umar II (86-93 H). Namun, masjid itu tidak digunakan lagi dan dibiarkan hancur.

Kemudian direnovasi kembali oleh Sultan Hasan bin Muhammad bin Qalawan al-Shalihi pada 1340 M pada era Syarifah Makkah. Diperluas dan dibangun kembali oleh Syarif Saifuddin Inal al-Ala'i pada tahun 1622, dan pada masa Sultan Abdul Majid I pada tahun 1859 pada masa Turki Usmani, dengan menggunakan alat-alat baru maka dibangun dengan tampilan kurang lebih menyerupai bentuk saat ini.

Tembok bangunan itu tersususun dari balok-balok batu andesit berukuran 1 meter hingga setengah meter dengan tebal 25 centimeter. Batu andesit itu sebagian dibiarkan terekspose tanpa plester. Kesan antik dan kuno memancar dari bangunan masjid. Raja Fahd bin Abdul Aziz al-Saud secara ekstensif merenovasi struktur era Turki Usmani, mempertahankan sebagian besar gaya arsitektur sebelumnya, termasuk menara.

Masjid ini berbentuk persegi panjang, dan terdiri dari dua bagian, yaitu pintu masuk dan musala (tempat shalat). Pintu masuknya juga berbentuk persegi panjang dengan tinggi 4 meter. Terdapat lima lingkaran berbentuk kubah yang digambar pada fasadnya. Mushola memiliki ukuran panjang 30 meter dan lebar 15 meter. Tempat shalat ini dibagi dua dengan pembatas dimana sebelah barat untuk wanita, sebelah timur yang lebih besar untuk laki-laki.

Masjid ini memiliki enam kubah berbentuk lingkaran. Kubah terbesar berada di bagian atas mihrab. Ada juga lima kubah di area teras. Masjid ini tetap mempertahankan gaya arsitektur renovasi era Turki Usmani, Sultan Abdul Majid I.

176