Home Ekonomi Ekonom Sebut Tapera Bisa Beresiko Gerus PDB hingga Rp1,21 Triliun

Ekonom Sebut Tapera Bisa Beresiko Gerus PDB hingga Rp1,21 Triliun

Jakarta, Gatra.com - Lembaga riset ekonomi dan kebijakan publik Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai bahwa, kebijakan Pemerintah terkait Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) hanya akan memberatkan pekerja yang diwajibkan ikut dalam kepesertaan Tapera.

Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda mengatakan, Iuran kepesertaannya pun cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah. Jika pekerja berpendapatan di atas Upah Minimum Regional (UMR), maka setiap bulan gaji karyawan peserta Tapera akan dipotong sebesar 2,5%.

“Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, tentu potongan tersebut sangat memberatkan. Wajar terdapat penolakan dari dunia usaha hingga asosiasi driver ojek online,” jelas Nailul dalam keterangan resmi pada Senin (3/6).

Dalam kesempatan itu, Nailul juga menyampaikan bahwa, kebijakan Tapera berdasarkan hasil simulasi ekonomi juga dapat menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp1,21 triliun. Hal ini menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi nasional.

“Perhitungan menggunakan model Input-Output juga menunjukkan surplus keuntungan dunia usaha turut mengalami penurunan sebesar Rp1,03 triliun dan pendapatan pekerja turut terdampak, dengan kontraksi sebesar Rp200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat juga berkurang dan menurunkan permintaan berbagai jenis sektor usaha,” jelas Huda.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira mengatakan bahwa efek paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja, di mana kebijakan ini dapat menyebabkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan.

“Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, karena terjadi pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan. Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp20 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain,” imbuh Bhima.

Huda juga mencermati dampak selama kebijakan Tapera berjalan, masalah backlog perumahan juga belum dapat diatasi. Bahkan jika ditarik lebih jauh ke model Taperum, masalah backlog perumahan ini masih belum terselesaikan.

“Adapun alasan backlog sempat alami penurunan lebih disebabkan oleh perubahan gaya anak muda yang memilih tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah lainnya,” Kata Huda.

Dalam Policy Brief Celios berjudul ‘Tapera untuk Siapa? Menghitung Untung Rugi Kebijakan Tapera’, setidaknya ada 7 rekomendasi untuk perbaikan Tapera antara lain, pertama, melakukan perubahan agar tabungan Tapera hanya diperuntukkan untuk ASN, TNI/Polri, sedangkan pekerja formal dan mandiri bersifat sukarela.

Kemudian, yang kedua, mendorong transparansi pengelolaan dana Tapera termasuk asesmen imbal hasil (yield) dari tiap instrumen penempatan dana. Ketiga, memperkuat tata kelola dana Tapera dengan pelibatan aktif KPK, dan BPK.

Lalu, yang keempat, meningkatkan daya beli masyarakat agar kenaikan harga rumah bisa di imbangi dengan naiknya pendapatan rata-rata kelas menengah dan bawah. Kelima, mengendalikan spekulasi tanah yang menjadi dasar kenaikan ekstrem harga hunian.

Keenam, menurunkan tingkat suku bunga KPR baik fixed (tetap) maupun floating (mengambang) dengan efisiensi NIM perbankan dan intervensi kebijakan moneter Bank Indonesia. Ketujuh, memprioritaskan dana APBN untuk perumahan rakyat dibandingkan mega-proyek yang berdampak kecil terhadap ketersediaan hunian seperti proyek IKN.

85