Kupang, Gatra.com – Sedikitnya 64 wartawan di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menamakan diri Forum Jurnalis Pengawal Reformasi ( FJPR ) menggelar aksi damai di gedung DPRD NTT, Jumat, (7/6/2024), menolak revisi Undang-Undang Penyiaran.
Penolakan ini merupakan reaksi spontan dari para pekerja media karena mengganggap pasal-pasal dalam revisi Undang-Undang Penyiaran memble atau tidak karuan dan mengancam kebebasan pers
Aksi massa penolakan yang dipimpin Laurens Leba Tukan ini diterima langsung oleh 5 Orang Anggota Komisi 1 DPR Provinsi NTT antara lain Yohana Koli (Wakil Ketua Komisi I, Yohanis Rumat (Ketua Fraksi PKB), Stef Komerihi (Fraksi Gerindra), dan Finsensius Patta ( Fraksi PDIP).
Dalam tuntutannya FJPR Nusa Tenggara Timur meminta:
1. Ancaman Terhadap Kebebasan Pers
Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan Pasal 42 Ayat (2).
2. Kebebasan Berekspresi Terancam
Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.
3. Kriminalisasi Jurnalis
Adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.
4. Independensi Media Terancam
Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf Pasal 51 Poin E.
5. Revisi UU Penyiaran Berpotensi Mengancam Keberlangsungan Lapangan Kerja Bagi Pekerja Kreator. Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti konten Youtube, podcast, pegiat media sosial, dan lain sebagainya.
Untuk itu, FJPR menyerukan:
1. DPR RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini.
2. DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
3. Menegaskan bahwa setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers.
4. Menyerukan agar seluruh insan pers, pekerja kreatif, dan pegiat media sosial di Jakarta untuk bersiap turun ke jalan melakukan aksi protes ke DPR RI. Kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijaga dan dilindungi.
Kepda Gatra.com Laurens Leba Tukan menegaskan akan terus mengawal legislasi yang akan dibahas di DPR RI ini.
“Kami akan terus mengawal proses legislasi ini. Kami juga siap melakukan aksi massa jika tuntutan kami tdak dipenuhi,” tegas Laurens Leba Tukan yang juga Pemred Media Online Selatan Indonesia.com ini.