Jakarta, Gatra.com– Migrain adalah bagian dari nyeri primer yang berkaitan dengan gangguan fungsional yang substansial, penurunan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan, dan penyakit penyerta psikososial.
Ini merupakan kondisi neurologis yang kompleks dan kelainan paling umum ketiga di dunia. Merujuk data The Journal of Headache and Pain per June 2020, diperkirakan prevalensi globalnya mencapai sebesar 14,7%.
Selain itu, data Badan Kesehatan Dunia menunjukkan secara global, migrain dan gangguan nyeri kepala secara umum memengaruhi sekitar 40% populasi global, atau 3,1 miliar orang pada tahun 2021, dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.
Baca juga: Terapi Tapping, Paling Gampang dan Murah untuk Sakit Kepala
Dalam paparan bertajuk “Bebas Migrain di Dunia Kerja”, Dr. dr. Pepi Budianto, Sp.N(K), FINR, FINA dari PERDOSNI, menjelaskan bahwa tempat kerja yang ramah terhadap migrain memudahkan adaptasi penderita migrain terhadap lingkungan dan suasana kerja, tuntutan pekerjaan , emosional, dan sosial. "Sehingga dapat membantu mengurangi hilangnya produktivitas terkait migrain,” katanya dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat (21/6).
Ketua PERDOSNI, Dr. dr. Dodik Tugasworo P, Sp.N. Subsp.NIOO(K), MH berharap pejuang migrain yang mayoritas merupakan tenaga kerja dapat mengatasi migrain secara serius dengan berkonsultasi dengan dokter. "Tempat kerja juga diharapkan memahami tantangan yang dihadapi pekerja migrain, dan jika perlu, membentuk support group sebagai dukungan,”katanya dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat (21/6).
Namun demikian masih banyak mitos berkaitan dengan migran. Dalam paparannya tentang “Mitos dan Fakta tentang Migrain”, dr. RA. Dwi Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.N. Subs. NN(K), menerangkan beberapa mitos terkait migrain, diantaranya:
Baca juga: Pahami Penyebab Nyeri Kepala dan Cara Penanganannya
● Mitos bahwa “Migrain hanyalah sakit kepala yang berat” adalah salah.
Faktanya, Migrain merupakan penyakit neurologi dan menyerang seseorang pada masa puncak kehidupannya, antara usia 30 dan 49 tahun. Migrain dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat yang bisa digambarkan sebagai berdenyut atau berdebar, seringkali menyerang dengan gejala terkait sensitivitas terhadap cahaya atau rasa mual.
● Mitos bahwa “semua migrain itu sama” adalah salah.
Faktanya, setiap orang dapat mengalami spektrum pengalaman migrain yang berbeda. Satu orang mungkin dapat tetap menjalankan aktivitasnya selama terkena serangan, meski tidak dalam kapasitas penuh, sementara penderita lain mendapati bahwa migrain melumpuhkan.
Baca juga: Ini 3 Jenis Sakit Kepala yang Tak Boleh Disepelekan
Migrain bersifat sedang hingga parah, dan seseorang dapat mengalami migrain parah tanpa mengalami muntah dan sensitivitas terhadap cahaya dan suara.
● Mitos bahwa “obat pereda nyeri yang dijual bebas dapat meredakan migrain” adalah salah.
Faktanya, obat-obatan tersebut hanya membantu sampai taraf tertentu, dan tidak mengatasi gejala migrain berat atau migrain yang menyerang satu hingga dua kali per minggu. Pola penggunaan obat yang berlebihan dapat membuat migrain semakin parah.
Lebih lanjut dr. RA Dwi Pujiastuti mengingatkan, pekerja yang terserang migrain sangat berdampak pada produktivitas kerjanya. "Oleh sebab itu diagnosis dini migrain menjadi sangat penting agar perawatan yang tepat dapat diberikan untuk membantu menghentikan gejala migrain, dan sekaligus mencegah serangan migrain di kemudian hari," jelasnya.