Home Gaya Hidup Voice of Baceprot Akan Selipkan Nuansa Sunda di Glastonbury Festival 2024

Voice of Baceprot Akan Selipkan Nuansa Sunda di Glastonbury Festival 2024

Jakarta, Gatra.com – Voice of Baceport, band beraliran metal asal Garut, Jawa Barat, siap menggetarkan panggung Glastonbury Festival di Inggris pada 26-30 Juni 2024 nanti. Mereka menjadi band pertama Indonesia yang tampil di festival bergengsi dunia tersebut.

Band yang digawangi oleh Marsha selaku vokalis dan gitaris, Widi sebagai pemain bass, dan Siti sebagai penggebuk drum itu akan sepanggung dengan sejumlah nama-nama besar. Beberapa di antaranya adalah Coldplay, Dua Lipa, hingga Avril Lavigne.

Marsha tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya ketika bandnya dihubungi pihak Glastonbury pada Maret 2024 lalu melalui surat elektronik (surel) atau email. “Kami tentunya merasa excited dan bangga sekali, terutama setelah tahu bahwa kami akan menjadi musisi Indonesia pertama yang tampil di sana,” katanya saat press briefing virtual pada Jumat (21/6/2024).

Dalam penampilannya nanti, band beranggotakan tiga perempuan berhijab itu berencana akan menyuguhkan penampilan yang tidak biasa. Mereka akan menyelipkan nada-nada pentatonik khas musik Sunda dalam lagu-lagu andalannya. “Ada juga lagu yang isinya ada petuah dalam bahasa Sunda yang kami gabungkan dengan bahasa Inggris,” ujar Marsha.

Dari segi kostum, band yang terbentuk pada tahun 2014 itu akan berkolaborasi dengan salah satu desainer kenamaan Tanah Air, Dian Era Kumalasari atau Dian Oerip. Mereka akan mengenakan kostum dengan ornamen yang menggambarkan penggabungan unsur-unsur modern dan budaya tradisional Indonesia.

“Salah satunya ada ornamen beberapa kain yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Terus ada juga gambar peta di bagian belakang kostum dengan warna yang cantik dari kain khas Indonesia,” kata Marsha.

Tidak hanya soal memperkenalkan budaya Indonesia di kancah global, Voice of Baceprot juga hendak menyuarakan isu-isu sosial. Salah satu isu penting yang mereka gaungkan adalah soal lingkungan. Isu ini diangkat karena mereka khawatir kampung halaman mereka, Garut—yang lazimnya berhawa dingin karena mayoritas topografi wilayahnya merupakan dataran tinggi—sudah mengalami pemanasan cuaca yang kian tinggi.

“Kami pikir kami enggak mau terus-terusan menormalisasi perilaku-perilaku yang mempercepat kiamat, seperti hal-hal sekecil membuang sampah sembarangan. Hal sekecil itu akan berpengaruh pada dunia pada esok hari,” kata Marsha.

Mereka juga peduli pada isu-isu kemanusiaan. Mereka yakin masyarakat berhak hidup di Bumi yang bebas dari segala bentuk kebencian terhadap satu sama lain. “Kami pikir generasi muda juga berhak menempati Bumi yang bebas dari kebencian, hate speech, hal-hal negatif yang mungkin berpengaruh terhadap masa depan,” tutur Marsha.

Satu lagi isu yang mereka bawa adalah pematahan stereotip agama Islam yang kaku. Ketika manggung di luar negeri, mereka kerap ditanya media asing soal bagaimana cara mereka bermusik di tengah aturan ketat dalam ajaran Islam. Mereka menjadi bukti bahwa agama yang mereka anut tidak membatasi ekspresi artistik mereka. “Jadi kami mencoba mengenalkan sisi lain yang lebih sebenarnya bahwa muslim itu fleksibel,” kata Marsha.

Itulah yang juga berusaha mereka suarakan pada penampilannya di Glastonbury Festival nanti. Dalam persiapannya ke tanah Ratu Elizabeth, Voice of Baceprot mengeklaim banyak dibantu oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud).

Duta Besar Indonesia untuk Inggris, Desra Percaya, mengatakan bahwa pihaknya memberikan dukungan penuh kepada para personil Voice of Baceprot. Ia mengeklaim pihaknya membantu dari segi logistik, promosi, hingga akomodasi.

“Dengan senang hati kami juga menyambut anak-anak VoB untuk tinggal di tempat saya di Wisma Nusantara di London. VoB inilah yang betul-betul sebagai duta besar Indonesia, dan ini tentu saja misi mereka mengharumkan nama Indonesia di Inggris,” ujar Desra.

Desra memuji Voice of Baceprot yang sudah bisa mencapai titik prestisius ini. Ia yakin bahwa pencapaian ini diraih dengan perjuangan, pengorbanan, dedikasi, dan komitmen. Tak hanya itu, ia juga mengapresiasi VoB yang menyuarakan nilai-nilai Islam moderat, hingga isu-isu sosial, kemausiaan, dan lingkungan. “Ini luar biasa sangat progresif. Tidak hanya musik, tapi juga liriknya,” katanya.

Pada festival akhir Juni nanti itu, Voice of Baceprot diberi kesempatan untuk tampil selama kurang lebih 30-45 menit. Mereka dibebaskan untuk membawakan lagu milik mereka yang mana saja karena tidak ada permintaan khusus dari pihak Glastonbury.

Hanya saja, kata Marsha, mereka akan tetap menyesuaikan dengan kondisi atau isu sosial yang sedang berkembang di Inggris. Beberapa isu tersebut termasuk tentang pemberdayaan perempuan dan terutama isu lingkungan. Diketahui, Glastonbury 2024 ini juga didukung oleh salah satu organisasi lingkungan non-profit besar, Greenpeace.

Voice of Baceprot membocorkan tiga lagu yang akan mereka bawakan pada Glastonbury 2024 nanti. Lagu-lagu tersebut meliputi God, Allow Me (Please) to Play Music, [NOT] PUBLIC PROPERTY, dan Mighty Island.

Reporter: Yoga A. Pratama

62

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR