Home Internasional Kubu Kiri Pimpin Pemilu Prancis, Pukulan Bagi Macron dan Koalisinya

Kubu Kiri Pimpin Pemilu Prancis, Pukulan Bagi Macron dan Koalisinya

Paris, Gatra.com - Partai-partai politik Prancis bakal menghadapi tugas berat untuk menyusun pemerintahan, setelah putaran kedua pemilihan umum menghasilkan parlemen yang tidak seimbang, dengan aliansi sayap kiri yang secara tak terduga mengambil posisi teratas terhadap sayap kanan pada hasil pemilu Minggu (7/7).

Hasilnya, yang berdasarkan pada proyeksi lembaga survei, merupakan kemunduran bagi partai nasionalis dan euroskeptis Marine Le Pen, National Rally (RN), yang diprediksi melalui jajak pendapat akan menjadi partai terbesar, namun hanya menempati posisi ketiga.

Hasil itu juga merupakan pukulan bagi Presiden beraliran tengah Emmanuel Macron, yang mengadakan pemungutan suara setelah pasangannya kalah dalam pemilihan Parlemen Eropa bulan lalu.

Pemilu kali ini akan membuat parlemen terbagi dalam tiga kelompok besar - kubu kiri, kubu tengah, dan kubu paling kanan, dengan platform yang sangat berbeda dan sama sekali tidak ada tradisi untuk bekerja sama.

Ketidakpastian 

Sayap kiri, yang selama ini ingin membatasi harga barang-barang penting seperti bahan bakar dan makanan, menaikkan upah minimum menjadi 1.600 euro per bulan, menaikkan upah bagi pekerja sektor publik, dan mengenakan pajak kekayaan, mengatakan ingin segera memerintah.

“Kehendak rakyat harus dihormati sepenuhnya ... presiden harus mengundang Front Populer Baru untuk memerintah,” kata pemimpin sayap kiri garis keras, Jean-Luc Melenchon.

Namun aliansi Front Populer Baru (NFP), yang dibentuk tergesa-gesa sebelum pemungutan suara, jauh dari mayoritas absolut.

Nilai tukar euro jatuh pada hari Minggu, setelah proyeksi pemungutan suara diumumkan.

“Akan benar-benar terjadi kekosongan dalam hal kemampuan legislatif Prancis,” kata Simon Harvey, kepala analisis valas di Monex Eropa.

Pertanyaan utamanya adalah apakah aliansi kiri, yang mengumpulkan kaum kiri keras, Partai Hijau, dan Partai Sosialis, akan tetap bersatu dan sepakat mengenai arah yang akan diambil.

Konstitusi memang tidak mewajibkan Macron meminta kelompok tersebut membentuk pemerintahan, meskipun itu akan menjadi langkah yang biasa dilakukan karena kelompok tersebut merupakan bagian terbesar di parlemen.

Melenchon, pemimpin partai sayap kiri Prancis Tak Terkalahkan (LFI), mengesampingkan koalisi besar partai-partai yang berbeda aliran dan mengatakan Macron punya kewajiban untuk menyerukan aliansi sayap kiri itu untuk berkuasa.

Menurut proyeksi lembaga survei berdasarkan hasil awal, kelompok tengah Macron, “Together”, tampaknya akan menempati posisi kedua, tepat di depan RN.

Lembaga jajak pendapat Ipsos memperkirakan RN akan memperoleh 120-134 kursi, dan sekutunya 14-18, dari 577 kursi di parlemen. Sedangkan lembaga jajak pendapat Elabe, memproyeksikan RN dan sekutunya akan menang dengan 136-144.

Itu jauh berbeda dari minggu-minggu di mana jajak pendapat secara konsisten memproyeksikan RN akan menang dengan nyaman, sebelum aliansi kiri dan tengah bekerja sama dengan menarik sejumlah kandidat dari tiga kekuatan untuk membangun suara anti-RN yang bersatu.

Dalam reaksi pertamanya, pemimpin RN Jordan Bardella menyebut kerja sama antara kelompok anti-RN, yang dikenal sebagai “front republik” sebagai aliansi memalukan, yang menurutnya akan melumpuhkan Prancis.

Kemenangan tertunda

Marine Le Pen, yang akan menjadi kandidat partai untuk pemilihan presiden 2027, mengatakan pemungutan suara hari Minggu, --di mana RN memperoleh keuntungan besar dibandingkan dengan pemilihan sebelumnya, telah menabur benih untuk masa depan.

“Kemenangan kita hanya tertunda,” katanya.

Aliansi sayap kiri, yang partai-partainya telah lama berselisih satu sama lain, dan diperkirakan akan menang dengan perolehan antara 171 dan 187 kursi dalam jajak pendapat Ipsos. Para analisis dalam jajak pendapat Elabe memperkirakan aliansi sayap kiri akan menang dengan perolehan 182-193 kursi.

Teriakan kegembiraan dan air mata lega terdengar di pertemuan di Paris saat proyeksi suara diumumkan. Di markas besar Partai Hijau, para aktivis berteriak kegirangan, saling berpelukan.

"Saya lega. Sebagai seorang Prancis-Maroko, seorang dokter, seorang aktivis ekologi, apa yang diusulkan oleh kubu sayap kanan sebagai pemerintah adalah kegilaan," kata Hafsah Hachad yang berusia 34 tahun.

Di rombongan Macron, tidak ada indikasi mengenai langkah selanjutnya.

"Pertanyaan yang harus kita tanyakan pada diri kita sendiri malam ini dan dalam beberapa hari ke depan adalah: koalisi mana yang mampu meraih 289 kursi untuk memerintah?", kata seseorang yang dekat dengannya kepada Reuters.

Beberapa orang dalam aliansinya, termasuk mantan Perdana Menteri Edouard Philippe, membayangkan aliansi lintas partai yang luas meski menyebut aliansi tersebut tidak dapat mencakup partai sayap kiri ekstrem, France Unbowed.

Di kubu kiri yang lebih moderat, Raphael Glucksmann, dari Partai Sosialis, mendesak mitra aliansinya untuk bertindak lebih masuk akal.

"Kami unggul, tetapi parlemen kami terbagi," katanya. "Kami harus berbicara, berdiskusi, dan terlibat dalam dialog," tambahnya.

Perdana Menteri Prancis Gabriel Attal mengumumkan pada hari Minggu setelah kemenangan kubu kiri bahwa ia akan menyerahkan pengunduran dirinya kepada Presiden Emmanuel Macron pada Senin pagi. Dia menambahkan bahwa ia akan menjalankan fungsinya selama diperlukan.

Hasil resmi mulai bermunculan, dengan suara dari sebagian besar, --jika tidak semua, daerah pemilihan kemungkinan akan masuk pada akhir hari atau dini hari Senin.

Para pemilih telah “menghukum” Macron dan aliansi penguasa karena krisis biaya hidup dan kegagalan layanan publik, serta masalah imigrasi dan keamanan.

Le Pen dan partainya memanfaatkan keluhan tersebut, menyebarkan daya tarik mereka jauh melampaui basis tradisional mereka di sepanjang pantai Mediterania dan di wilayah sabuk karat utara negara itu, kendati perolehan mereka dibandingkan dengan pemilihan sebelumnya terbukti tidak cukup untuk memenangkan kekuasaan.

143

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR