Surabaya, Gatra.com - Upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) menurunkan kemiskinan di wilayahnya makin menunjukkan hasil positif. Terbaru, Badan Pusat Statistik mencatat angka kemiskinan di Provinsi Jatim per Maret 2024 mencapai 9,79%, atau mengalami penurunan 0,56% dibandingkan periode Maret 2023 di angka 10,35%.
Tren penurunan kemiskinan di Jatim ini pertama kalinya berada di bawah 10% atau berada di angka satu digit.
Pj. Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono mengaku gembira melihat penurunan kemiskinan di wilayahnya. Untuk itu, pihaknya sangat mengapresiasi kinerja jajaran Pemprov Jatim, Pemerintah Pusat, Kabupaten/Kota hingga di level desa/keluarah yang sudah bekerja keras mengurangi kemiskinan, terutama dalam beberapa tahun terakhir.
"Ini merupakan penurunan angka kemiskinan yang sangat tinggi, dan ini merupakan kerja keras dan akumulasi dari beberapa tahun, terutama lima tahun terakhir. Kami berupaya agar kemiskinan di Jawa Timur turun menjadi satu digit. Alhamdulillah ini terjadi," ujar Adhy dalam keterangannya yang diterima pada Senin (8/7).
Menurutnya, ada tiga strategi yang diterapkan Pemprov Jatim dalam menurunkan angka kemiskinan. Pertama, dengan berupaya mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin.
"Banyak bantuan sosial yang kami upayakan, ada PKH Plus, ada bantuan pangan, ada juga bantuan pangan plus, kemudian ada bantuan asistensi sosial yang kita berikan pada disabilitas," jelasnya.
"Termasuk bagaimana kita memberikan bantuan operasional pendidikan, tambahan dari BOS, kemudian Pembiayaan Kesehatan Untuk Masyarakat Miskin (BIAKESMASKIN), dan bantuan dari Pemerintah pusat melalui program Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBIJK)," imbuh Adhy.
Strategi kedua adalah meningkatkan pendapatan masyarakat dengan berbagai macam bantuan. Baik berupa pemberdayaan ekonomi yang bersifat langsung, pemberian modal, serta kemudahan akses untuk bisa melakukan kewirausahaan.
"Intervensi yang kami berikan berupa Bantuan Usaha untuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE), juga bantuan untuk Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE), dan lain sebagainya," ucapnya.
Ketiga, dengan cara mengurangi wilayah kantong-kantong kemiskinan. Khususnya, dengan memperhatikan lingkungan, mulai dari kesehatan hingga tempat tinggal. Salah satu upaya yang dilakukan lewat rehabilitasi rumah tidak layah huni (Rutilahu) melalui kerjasama dengan berbagai pihak.
"Melalui ketiga strategi yang kita lakukan, alhamdulillah per Maret 2024 mampu menurunkan angka kemiskinan Jawa Timur hingga 206.120 jiwa. Bahkan, penurunan Jawa Timur ini berkontribusi 30,4% terhadap penurunan angka kemiskinan nasional," papar Adhy.
Meski begitu, Adhy mengaku banyak tantangan yang dihadapi Pemprov Jatim. Salah satunya yakni penanganan permasalahan wilayah Jatim yang begitu luas dengan 38 kabupaten dan kota.
Menurutnya, ini menjadi tantangan besar karena setiap kabupaten dan kota memiliki permasalahan berbeda. Mulai dari yang kronis, sedang, hingga rendah.
"Yang kedua, persoalannya adalah ketersediaan data yang akurat. Karena ini membuat kita kurang efisien dalam penganggaran. Untuk itu kita masih memerlukan beberapa data. Selain DTKS sebetulnya, insya Allah ada data Regsosek yang sudah cukup yang kita bisa olah. Maka kalau ini bisa selesai, sebetulnya tantangan itu semakin berkurang," kata Adhy.
Tantangan lainnya adalah pengaturan APBD Pemprov Jatim untuk ketersediaan jumlah bantuan sosial. Pasalnya, support dalam APBD sangat dibutuhkan baik untuk perlindungan sosial maupun pemberdayaan ekonomi.
"Kami ingin sebanyak-banyaknya bisa teranggarkan. Tapi tentu ada keterbatasan, baik dana transfer maupun pendapatan asli daerah (PAD) Pemprov Jatim. Memang seharusnya memerlukan minimal tiga kali APBD, baru kita bisa menyelesaikan dengan cepat," terangnya.
Ia juga menjelaskan pentingnya mengatur dan memiliki program-program agar penanganan kemiskinan di Jatim bisa berjalan dengan baik. Program-program yang dibuat, harus memiliki target terarah.
"Jadi semua program harus targeted. Di mana ketersediaan data dengan multi program yang dibutuhkan harus termapping dengan jelas," tegasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, program harus terintegrasi dan saling mendukung dengan satu data yang memang dibutuhkan. Misalnya berbasis keluarga yang akan didata terkait jenjang pendidikan, ekonomi, lingkungan, dan lain sebagainya.
"Oleh karena itu, yang paling akan membuat nendang sebetulnya adalah terintegrasi dengan baik antara pusat, program-program provinsi dan kebupatan, dan saling simultan," ujarnya.
Adhy juga menilai ketersediaan data warga yang terintegrasi juga menjadi faktor penting untuk mengatasi kemiskinan. Hal ini menjadi bagian dari rencana khusus yang dirancang Pemprov Jatim.
"Kami berharap Satu Data Jawa Timur yang ada sekarang bisa di-integrasikan dengan database yang lebih luas lagi. Termasuk data yang lain, DTKS, data depodik, dan data-data lainnya, sehingga bisa ditentukan targetnya," tegasnya.
"Insha Allah pada tahun 2025, dengan data-data tersebut kita akan betul-betul bisa memetakan yang prioritas, dan mana kewajiban provinsi. Jadi, dengan memanfaatkan cross-cutting issue dari data tersebut, maka strategi program penolong kemiskinan akan bisa dilaksanakan dengan lebih cepat," katanya.