Jakarta, Gatra.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan putusan bebas yang dikeluarkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Langkat, Sumatera Utara, terhadap mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin terkait kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Komnas HAM menyesalkan putusan tersebut dan menilai bahwa putusan tersebut tidak memenuhi hak atas keadilan, terutama bagi para korban, utamanya keluarga korban yang telah meninggal dunia,” kata Komisioner Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah dalam pernyataan resminya di Jakarta, Rabu (10/7).
Komnas HAM menilai perlunya pengawasan dari lembaga pengawas peradilan seperti Komisi Yudisial terhadap proses peradilan yang dilakukan Majelis Hakim PN Stabat.
“Komnas HAM juga mendukung Kejaksaan yang akan melakukan kasasi atas kasus tersebut,” ujar Anis.
Ia menjelaskan bahwa putusan bebas terhadap Terbit Rencana, terdakwa dalam kasus kerangkeng manusia, bertentangan dengan upaya Pemerintah Indonesia untuk memberantas TPPO yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa.
“Putusan bebas tersebut akan berpotensi melanggengkan impunitas bagi pelaku TPPO, terutama pelaku yang merupakan oknum aktor negara,” tegas Anis.
Anis menekankan pentingnya penguatan, pencegahan, dan penanganan TPPO yang lebih intensif oleh seluruh pemangku kepentingan, termasuk lembaga peradilan, untuk memastikan pemahaman yang sama mengenai bahaya kejahatan ini.
Dalam putusannya pada Senin (8/7), Majelis Hakim PN Stabat menyatakan bahwa Terbit tidak terbukti bersalah sesuai dengan dakwaan penuntut umum dan memerintahkan pemulihan hak serta harkat martabat terdakwa.
Kasus yang melibatkan mantan Bupati Langkat ini bermula dari penemuan praktik kerangkeng manusia di kediaman pribadinya di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, pada 19 Januari 2022.
Kerangkeng tersebut diduga digunakan untuk menahan pekerja kebun kelapa sawit milik Terbit. Namun, Terbit mengklaim kerangkeng berukuran 6 x 6 meter yang terbagi menjadi dua kamar tersebut digunakan untuk rehabilitasi pelaku penyalahgunaan narkoba.
Polisi menyatakan bahwa kerangkeng tersebut tidak memiliki izin dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan menegaskan bahwa kerangkeng di rumah Terbit tidak memenuhi syarat sebagai tempat rehabilitasi.
Dalam penyelidikan kasus ini, Komnas HAM menemukan bukti-bukti adanya tindakan kekerasan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia.