Jakarta, Gatra.com – Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Serang, Santoso Budi Widiarto, mengatakan, Forum Konsultasi Publik (FKP) pada Kamis, (18/7), lebih menitikberatkan pada kuota penangkapan atau pemanfaatan hiu yang diberikan kepada para pelaku usaha.
“Karena beberapa waktu yang lalu, ada jenis-jenis hiu baru yang awalnya bisa diedarkan secara luas, secara bebas, mulai 25 Mei 2024 dia diedarkan secara terbatas atau kuota,” kata Budi.
Lebih lanjut dia menyampaikan, sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Victor Gustaaf Manoppo, sistem kuota pemanfaatan hiu yang masuk listing agar optimal.
Adapun jenis hiu yang kini diatur kuota penangkapan dan pemanfaatanya, di ataranya hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis). Hiu jenis ini banyak ditemukan di perairan Indonesia.
“Indonesia kayak akan hiu, sehingga potensi pemanfaatannya untuk mengedarkan atau mengirim hiu ini ke luar negara Indonesia,” katanya.
Budi menjelaskan, meski demikian, pembatasan penangkapan dan pemanfaatan hiu ini dilakukan karena untuk menjaga populasinya. “Ini ratifikasi dari seluruh negera di dunia terhadap jenis ikan, satwa, dan tumbuhan yang terancam punah,” katanya.
Pembatasan kuota tersebut karena hiu memiliki fungsi atau peran penting dalam ekosistem laut. “Di mana kalau ada hiu, perairan itu masih sehat,” ujarnya.
Ia menyampaikan, LPSPL Serang, Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertugas sebagai pelayan publik di bidang perdagangan jenis ikan.
Ketentuan tersebut sesuai dengan salah satu tugas pokok unit, yaitu pengendalian peredaran jenis ikan yang dilindungi sebagaimaa mandat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Sasaran kegiatan ini ialah mitra pelaku usaha pengguna jasa layanan yang bergerak di bidang perdagangan jenis ikan. FKP merupakan kegiatan rutin LPSPL Serang yang menjadi kewajiban setiap penyelenggaran layanan publik untuk mewujudkan layanan yang partisipatif.
“Kami berharap mendapat masukan terhadap standar layanan kami sehingga predikat pelayanan prima yang kami peroleh dapat terus dipertahankan,” katanya.
FKP ini juga dapat menjadi wadah untuk membangun partisipasi masyarakat agar pelayanan publik dapat terus terselenggara dengan baik. Layanan yang dilakukan LPSPL Serang adalah Penerbitan Rekomendasi dan Surat Angkut Jenis Ikan (SAJI).
Ia menjelaskan, kedua dokumen ini adalah yang diperlukan oleh pelaku usaha dalam pemanfaatan jenis ikan dilindungi dan atau yang dibatasi pemanfaatannya.
Pelayanan yang dilakukan LPSPL Serang tersebut merupakan upaya pengendalian pemanfaatan jenis ikan dilindungi dan atau termasuk Appendiks CITES, karena tugas lain LPSPL Serang juga adalah melakukan perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumberdaya pesisir serta melakukan konservasi habitat dan jenis ikan.
Dengan mengimplementasikan peraturan perundang-undagangan serta meratifikasi konvensi CITES, pemanfaatan jenis ikan ini akan terkendali sehingga sumberdaya keanekaragaman hayati Indonesia dapat terjaga.
Kurang lebih tercatat sebanyak 320 pelaku usaha perdagangan jenis ikan yang terdaftar pada sistem e-saji. Pelayanan yang dilakukan sudah menggunakan sistem elektronik yang terintegrasi yaitu aplikasi e-saji.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Victor Gustaaf Manoppo, menyampaikan, FKP diselenggarakan sebagai sarana untuk menjaring aspirasi masyarakat atau pemangku kepentingan guna peningkatan kualitas pelayanan publik.
Adapun Manajer Pemanfaatan untuk Perdagangan SKIKH–BRIN, Dr. Tika Dewi Atikah, menyampaikan secara runut mengenai aturan perdagangan hewan dilindungi atau Appendiks CITES serta bagaimana proses menetapan status perlindungan satu spesies.
Begitu pula perwakilan Direktorat Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan–KKP, Tri Yuliandini, S.Pi., menjabarkan aturan yang perlu diketahui dan diikuti pelaku usaha di bidang jenis ikan dilindungi.
Pada sesi diskusi, mitra pelaku usaha aktif menyuarakan masukan, pertanyaan yang ditemui selama proses layanan. Salah satu yang banyak diutarakan adalah kuota perdagangan yang dibagikan ke pelaku usaha masih belum menutup jumlah dagang.
Selain itu, ditanyakan pula mengenai waktu yang dibutuhkan dalam penerbitan dokumen SAJI, khususnya Luar Negeri dirasa terlalu lama. Saran dan masukan langsung diterima pihak BRIN sekaligus Dit.KEBP sebagai pusat pengeluaran dokumen SAJI Luar Negeri.
LPSPL Serang juga secara rutin melakukan survei Kepuasan Masyarakat (SKM) agar dapat dilakukan evaluasi dan mempertahankan gelar pelayanan prima yang telah dimiliki. Survei ini ditujukan kepada mitra pelaku usaha untuk mendapatkan umpan balik atas kualitas pelayanan yang diberikan.
“Sejak tahun lalu, kami telah mendapat predikat Pelayanan Prima. ISO 9001:2015 tentang Pelayanan Publik juga telah kami miliki, ISO 37001 mengenai Sistem Manajemen Anti-Penyuapan saat ini masih dalam proses penyelesaian dokumen. Semua itu untuk meningkatkan pelayanan kami ke depannya,” katanya.
FKP gelaran Loka PSPL Serang berpedoman pada ketentuan Permen-PANRB Nomor 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan Forum Konsultasi Publik di Lingkungan Unit Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Turut hadir dalam pertemuan ini perwakilan dari Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati-BRIN, Pangkalan PSDKP Jakarta–KKP, Pemerintah Daerah, LSM, praktisi dan akedemisi dari perguruan tinggi, tokoh masyarakat, serta media massa.