Soe, Gatra.Com - Memasuki tahun ajaran baru, sejumlah SD dan SMP di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT akan melaksanakan uji coba mata pelajaran Mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim. Selama rata-rata dua jam pelajaran setiap minggu, siswa akan belajar mengenai berbagai jenis bahan pangan lokal di Kabupaten TTS beserta kandungan gizinya, cara membudidayakannya, hingga cara mengolahnya.
Mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim diresmikan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten TTS, Musa Benu pada Jumat (26/07/2024).
Usai diresmikan, mulok pangan lokal akan diuji coba di 20 Sekolah Dasar (SD) dan 10 Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebelum diterapkan di seluruh SD dan SMP se-Kabupaten TTS. Mata pelajaran ini diberikan kepada Fase C (kelas 5 – 6) SD dan Fase D (kelas 7 – 9) SMP.
Mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim merupakan salah satu inisiatif pemda untuk menjaga pengetahuan tentang pangan lokal, sekaligus mengedukasi generasi muda tentang perubahan iklim yang dampaknya sudah dirasakan oleh masyarakat.
“Pengetahuan tentang pangan lokal perlu ditanamkan kepada generasi muda dari sedini mungkin untuk mendukung adaptasi masyarakat terhadap dampak perubahan iklim,” kata Kepala Dinas p dan K Kabupaten TTS Musa Benu ( 27/5).
Penetapan muatan lokal jelas Musa merupakan kewenangan pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013.
“Kurikulum mulok pangan lokal untuk ketahanan iklim disusun berdasarkan kearifan lokal di Kabupaten TTS. Disusun oleh tim pengembang yang dibentuk oleh Dinas PK Kab. TTS. Proses penyusunan kurikulum yang berlangsung sejak bulan Maret 2024 telah menghasilkan dokumen kurikulum, alur tujuan pembelajaran (ATP), modul ajar, draf buku bahan ajar, serta bahan ajar pendukung lainnya ,” jelas Musa.
Dalam menyusun kurikulum lanjut Musa, Dinas PK Kab. TTS bekerja sama dengan ICRAF Indonesia yang sedang melaksanakan kegiatan riset-aksi Land4Lives alias #LahanuntukKehidupan di Kabupaten TTS dengan dukungan pendanaan dari pemerintah Kanada. Land4Lives bertujuan memperkuat kapasitas masyarakat dalam menghadapi dampak buruk dari perubahan iklim.
“Salah satu fokusnya ialah pengembangan kurikulum tentang pangan lokal untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran, dan keterampilan masyarakat. Ini khususnya generasi muda, terhadap pangan lokal dan keterkaitannya dengan ketahanan iklim ,” katanya.
Sementara itu pihak Research Officer ICRAF Indonesia, Syifa Fitriah Nuraeni, yang masuk dalam tim pengembang Kurikulum Mulok, menjelaskan, pangan lokal dapat menjadi salah satu pendukung ketahanan pangan.
Peristiwa cuaca ekstrem, yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim, berdampak pada produksi pangan. Hal itu dapat mengakibatkan pasokan pangan berkurang sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan pangan yang cukup, aman, dan bergizi.
“Salah satu solusinya adalah pangan lokal, yang dapat ditumbuhkan di dekat tempat tinggal kita juga sudah beradaptasi dengan cuaca dan kondisi daerah asalnya sehingga lebih tahan terhadap perubahan iklim. Selain itu, pangan lokal juga sehat dan bergizi,” jelasnya.
Menurut survei World Resources Institute pada tahun 2021, Indonesia memiliki banyak jenis pangan lokal. Setidaknya ada 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 228 jenis sayur-sayuran, 77 jenis sumber protein, dan 38 jenis buah-buahan.
“Karena itu, lanjut Syifa, edukasi pangan lokal untuk ketahanan iklim ke dalam pendidikan formal dapat menjadi cara yang efektif untuk menjaga pengetahuan tentang pangan lokal supaya tidak punah, juga sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim ,” kata Syifa Fitriah Nuraeni.