Home Internasional Meski Menang, Shinzo Abe Kesulitan Rubah Konstitusi Pasifis

Meski Menang, Shinzo Abe Kesulitan Rubah Konstitusi Pasifis

Tokyo, Gatra.com -  Perdana Menteri Shinzo Abe mengklaim kemenangan atas blok penguasa di majelis tinggi Jepang.  Namun dengan kemenangan ini dia gagal meraih suara mayoritas yang diperlukan guna mendorong rencana mengubah konstitusi pasifis Jepang.
 
Kantor Berita NHK melaporkan, Partai Demokrat Liberal Perdana Menteri Shinzo Abe dan mitra juniornya, Komeito, telah mengamankan setidaknya 69 dari 124 kursi yang yang diperebutkan dalam pemilihan majelis tinggi, Minggu (21/7), kemarin. 
 
Untuk melakukan perubahan konstitusional, Abe membutuhkan suara mayoritas dua pertiga suara atau 77 kursi di majelis tinggi parlemen. Artinya, dia  memerlukan dukungan partai konservatif hingga anggota independen lainnya untuk memuluskan rencana amandemen konstitusi pasifis. 
 
Abe mengklaim dengan hasil kemenangan partainya berarti para pemilih mendukung kebijakannya.
 
 "Saya percaya rakyat memilih stabilitas politik, mendesak kami untuk mengejar kebijakan kami dan melakukan diplomasi untuk melindungi kepentingan nasional Jepang," kata Abe dalam sebuah wawancara dengan NHK.
 
Sekitar 106 juta orang di Jepang telah memiliki hal pilih, tetapi survei menunjukkan bahwa jumlah pemilih bisa lebih rendah dari 50%.
 
Diketahui, sebanyak 370 kandidat bersaing untuk mendapatkan kursi di majelis tinggi. Sementara House of Councilors memiliki 245 kursi, dengan setengah dari anggota parlemennya menghadapi pemilihan setiap tiga tahun.
 
Blok penguasa Abe dan sekutunya--Partai Inovasi Jepang dan kelompok independen-- berharap untuk mendapatkan mayoritas dua pertiga, atau 85 kursi, untuk memulai proses merevisi konstitusi Jepang.
 
Dokumen yang dirancang AS belum diubah sejak ditetapkan pada tahun 1947, setelah berakhirnya Perang Dunia II.  Tetapi Abe mengatakan dia ingin membuat perubahan pada Pasal 9 UU Pasifis, yang melarang pemeliharaan tentara, sebelum masa jabatannya berakhir pada 2021.
 
Masalah ini telah memecah belah publik, dengan para kritikus khawatir akan melegitimasi tindakan militer yang dapat membuat Jepang terlibat dalam konflik yang dipimpin AS.
354