Home Gaya Hidup Kisah Inspiratif Penjual Pentol Ini Akhirnya Naik Haji

Kisah Inspiratif Penjual Pentol Ini Akhirnya Naik Haji

Surabaya, Gatra.com - Perjuangan dan tekad kuat Imam Simin Sisam (karib disapa Pak Imam) untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci patut diacungi jempol. 

Sembilan tahun menambung tak pernah putus. Rupiah demi rupiah ia kumpulkan dari hasil berjualan pentol keliling selama bertahun-tahun di Kota Surabaya.

"Saya awal daftar haji tahun 2010, diutangi sama bank sebesar Rp17 juta. Mulai itu saya nyicil terus," kata Pak Imam kepada Gatra.com di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, sesaat sebelum diterbangkan ke Tanah Suci, Jumat (2/8/2019) malam.

Warga Desa Maindu, Montong, Tuban itu tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 77. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menabung haji, Pak Imam dan istri, Nengkanah, berjualan pentol keliling sejak 25 tahun silam.

"Saya nikah sama istri saya itu tahun 1994 di Surabaya, ya mulai itu kami jualan pentol, istri saya jualannya pakai gerobak, saya pakai becak," kisahnya.

Sepuluh tahun berlalu, usaha pentol Pak Imam tidak mengalami kemajuan. Pak Imam beserta istri pun hijrah ke Tuban. Di kabupaten asal istri itu, Pak Imam memulai berbagai macam usaha. Mulai jualan tahu tek keliling, hingga jualan sayur di pasar.

Namun usahanya itu bukan untung. Pak Imam kerap rugi, karena banyak pembeli yang mengutang dan tidak membayar. "Ya gitu habis diutangi, ya tidak ada yang bayar," ujarnya.

Ia kembali berjualan pentol. Pentol Barokah miliknya ia buat pagi-pagi sekali setelah salat subuh bersama sang istri. Sembari mengaduk adonan dan menyetak pentol, niat untuk haji dari usaha pentol terus ia lafalkan di dalam hati.

"Kalau kerja itu saya niatkan untuk bisa haji, tidak cuma bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari," paparnya.

Modal yang dibutuhkan untuk sekali produksi pentol sebesar Rp200 ribu. Dengan bahan pokok yang terus naik, keuntungan ia dapatkan tidak seberapa. Setiap hari ia hanya memperoleh penghasilan kotor sebesar seratus ribu.

Penghasilan itu tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup bersama istri dan kedua anaknya, ia masih bisa menyisihkannya untuk ditabung.

"Pokoknya saya targetkan setiap harinya itu nabung Rp 30.000, ya mepet dengan kebutuhan keluarga. Alhamdulillah, keluarga saya hidup sederhana," ujarnya.

Hidup dengan pas-pasan, Pak Imam tidak pernah putus asa menabung untuk haji. Ia jualan pentol keliling ke sekolah-sekolah.

"Kalau anak-anak sekolah sudah pulang, saya muter kampung. Kadang juga berhenti di depan taman pendidikan Alquran, ya anak-anak itu pelanggannya," ujarnya seraya tersenyum.

 

Reporter: Abdul Hady JM

Editor: Abdul Rozak