Jakarta, Gatra.com - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) baru saja mengukuhkan empat penelitinya menjadi profesor riset. Empat peneliti ini menjadi peneliti ke 131, 132, 133, dan 134 yang menjadi profesor riset dari 1.383 peneliti LIPI.
Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko, ketika memberi pernyataan pers pengukuhan empat profesor riset di LIPI, Jakarta, Selasa (20/8), menyebutkan dari 130 profesor riset hanya sekitar 50 orang yang masih aktif.
Baca juga: Ini Empat Profesor Riset Yang dikukuhkan Badan Litbangkes
"Jadi jumlahnya 130-an tadi ya, tetapi yang masih aktif jumlahnya tidak sampai 60. Jadi bagaimana kita bisa menanggulangi masalah ini? Yang utama tentu dari supplynya," katanya.
Maksud Handoko adalah, di LIPI sekarang ini telah melakukan proses birokratisasi pengukuhan profesor riset. Ia mengatakan, sekarang peneliti di LIPI bisa menjadi profesor riset dalam jangka waktu 1-2 bulan saja dan prosesnya bisa dilakukan oleh seluruh peneliti dengan jenjang Ahli Utama.
"Itu bisa dilakukan oleh semua peneliti jenjang Ahli Utama, tidak harus 4E lagi, jadi sama dengan profesor di perguruan tinggi. Itu yang kita harapkan bisa mempercepat," katanya.
Handoko juga menyampaikan bahwa di LIPI sudah peneliti Ahli Utama yang memiliki kualifikasi berjumlah 68 orang, tetapi belum melakukan pengukuhan. Kemudian, untuk memperlambat habisnya masa bakti profesor, Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) bisa mengatasinya.
"Yang jelas batas usia pensiun profesor sudah diperpanjang [menjadi 70 tahun], melalui UU Sisnas Iptek dengan UU 11 Tahun 2019. Otomatis itu juga memperpanjang usia kerja profesor riset kita," kata Handoko.
Baca juga: KLHK Lakukan Pengukuhan Tiga Profesor Riset Konservasi
Empat profesor riset yang dikukuhkan hari ini, yakni Nina Artanti dengan orasi berjudul “Peran Uji Bioaktivitas untuk Penelitian Herbal dan Bahan Aktif untuk Obat Berbasis Keanekaragaman Hayati". Selanjutnya, Jamilah dengan orasi “Penemuan Senyawa Aktif Baru dari Calophyllum spp sebagai Bahan Baku Obat Antikanker dan Antimalaria".
Dua orang lainnya adalah Anny Sulaswatty dengan orasi berjudul “Penerapan Teknologi Non-Konvensional dalam Ekstraksi Komponen Utama Atsiri dan Produk Turunannya di Indonesia" dan Ignasius Dwi Atmana Sutapa dengan orasi “Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Gambut (IPAG60) sebagai Sarana Pemenuhan Hak Dasar Masyarakat Atas Air di Daerah Gambut".