Jakarta, Gatra.com - Dua Murid dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Merauke, berhasil meneliti inovasi berupa plafon rumah yang lebih sejuk dari plafon rumah biasa. Projek dari kedua siswi ini yang berhasil membuat mereka masuk dalam babak Final di Indonesian Sains Porject Olympiad (ISPO) tahun ini.
Adalah Siti Khusnul Khotimah dan Abigael Novita Sari yang melakukan riset tersebut. Siti menjelaskan, bahan baku utama dari plafon rumah antipanas yang ditelitinya adalah berasal dari Kulit Pohon Bus. Yang melatarbelakangi keduanya untuk meneliti proyek ini, tidak lain karena di Merauke sendiri sangat banyak dan melimpah kulit pohon bus.
"Kayunya biasa dibuat untuk bahan bangunan atau kayu bakar. Sedang, kulitnya biasanya hanya dibiarkan, dibakar, atau dibuat membusuk ke tanah saja. Kulitnya dibuang gitu saja," Kata Siti saat ditemui di Kegiatan Festival Seni Budaya si Sekolah Kharisma Bangsa, Tanggerang Selatan, Jumat (21/2).
Siti kemudian menjelaskan, keduanya melakukan penelitian awal pada Kulit Pohon Bus, apakah tahan air atau tidak. Hal ini penting jika nantinya bahan tersebut akan digunakan sebagai plafon rumah.
"Kemudian kami mencoba ternyata kulit pohon bus dengan air itu bisa menahan air atau waterproof. Ketkka dia dicampur dengan air, dia akan memisah seperti minyak dan air. Jadi, kami dari penelitian tadi, mencoba kulit pohon bus sebagai plafon rumah anti panas," Kata Siti.
Prosedur penelitiannya pertama keduanya pertama persiapan bahan. Mereka lalu memisahkan kulit pohon bus, untuk kemudia dijemur selama sehari agar kering sempurna. Nantinya hasil tersebut akan menjadi bagian-bagian kecil.
Dari situ, bahan kemudian digunting agar lebih mudah diblender tanpa menggunakan air hingga hancur menjadi serbuk. Setelah itu, serbuk tadi akan di saring. Kemudian hasilnya diayak atau disaring untuk mendapat partikel yang halus umtuk kemudian dicampur bahan bakunya dilem dengan serbuk kulitnya.
"Pada percobaan yang kedua ini serbuk kulitnya 300 gram dan lemnya 60 gram. Itu sudah kuat," Jelas Siti.
Rekan penelitian Siti, yaitu Abigael menjelaskan bahwa dengan menggunakan plafon antipanas ini, sekitar 30 persen sinar matahari dapat dikurangi. Hal ini juga didapat setelah keduanya mencoba pengujian yang dilangsungkan di waktu-waktu tertentu.
"Pengujian dimulai daei pukul 8 pagi hingga 4 sore. Jadi, pengukuran suhu dilakukan 1 jam sekali. Misalnya dari pukul 8 pagi ini, suhu luar ruang sebesar 33.9 derajat celcius. Suhu dalam ruang percobaan satu 29.3 derajat celcius. Percoban dua 29.3 derajat celcius. Dan ketiga 31.4 derajat celcius. Percobaan ketiga, kita menggunakan triplek sebagai pembanding. Yang pake pohon bus di percobaan 1 dan 2," Ucap Abigael.
Dijelaskan Abigail, keduanya menetapkan pukul 2 siang menjadi titik terpanas, san mendapatkan hasil bahwa perbandingan penggunaan Kulit pohon Bus nyatanya membuat suhu ruangan lebih rendah dibanding menggunakan triplek biasa.
"Pada pukul 2 siang suhu luar ruang itu 40,3 derajat celcius. Suhu dalam ruang pada percobaan satu 34.6 derajat celcius Percobaan dua 34.4 derajat celcius Dan percobaan tiga 36.2 derajat celcius. Percobaan pertama dan kedua menggunakan kulit pohon bus, yang percobaan ketiga menggunakan triplek biasa," jelas Abigael.
Lebih lanjut, Siti mengungkapkan keduanya dibantu oleh sang guru dalam menyiapkan penelitian ini, dan telah diuji cobakan selama 2 bulan. Ke depan, keduanya mengakui akan terus melakukan riset dan mencoba memasarkan diwilayah distrik mereka di Merauke yang bernama Jagebob.
"Sudah [Dikenalkan ke penduduk]. Mereka juga mendukung dan meminta dipasarkan saja. Penduduk disana juga selama ini tidak memkai plafon karena mahal. Kalau pakai Kulit Phon Bus ini bisa lebih murah. Kalau triplek 110 ribu, pakai kulit pohon bus bisa 60 ribu saja per 25X30 CM," ungkap Abigael.