Home Hukum Koalisi Masyarakat Sipil: Penembakan Enam Laskar FPI Janggal

Koalisi Masyarakat Sipil: Penembakan Enam Laskar FPI Janggal

Jakarta, Gatra.com- Koalisi Masyarakat Sipil menilai ada banyak kejanggalan dalam peristiwa penembakan enam anggota Front Pembela Islam (FPI) yang berujung pada meninggalnya enam orang kelompok MRS (Muhammad Rizieq Shihab) tersebut.

"Koalisi menilai ada banyak kejanggalan dalam peristiwa yang harus diusut karena diduga kuat terdapat pelanggaran hak asasi manusia. Khususnya hak atas peradilan yang adil dan hak hidup warga negara," kata Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Nelson Nikodemus Simamora dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/12).

Sebab, lanjut dia, Konstitusi RI menjamin setiap orang yang melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia harus diajukan ke pengadilan dan dihukum melalui proses yang adil dan transparan.

Beberapa kejanggalan diantaranya, menurut Nelson adalah mengapa polisi sampai membuntuti pihak FPI hanya karena mendengar kabar akan ada pengerahan massa untuk unjuk rasa. Lalu, alasan penembakan juga bersifat umum, yaitu "karena ada penyerangan dari anggota FPI".

"Jika memang ada senjata api dari pihak FPI mengapa tidak dilumpuhkan saja?. Jika memang terdapat dugaan memiliki senjata api dan tidak memiliki izin tentunya ini merupakan pelanggaran hukum dan harus diusut tuntas pula," kata Nelson menegaskan.

Kejanggalan lainnya, menurut Nelson adalah CCTV di lokasi kejadian yang tidak berfungsi. Demikian halnya tentang kronologi kejadian juga saling bertolak belakang antara FPI dan kepolisian.

"Tentunya kronologi tersebut tidak bisa ditelan mentah-mentah karena seringkali tidak benar. Dalam kasus pembunuhan YBD oleh polisi tahun 2011 yang ditangani LBH Jakarta misalnya, polisi berkilah YBD melawan petugas sehingga harus ditembak," papar Nelson.

Namun demikian, hasil otopsi menunjukkan bahwa tubuh YBD penuh luka penyiksaan karena diseret dan dipukuli oleh polisi. "Sehingga pada akhirnya anggota kepolisian yang melakukan pembunuhan dihukum penjara namun sangat ringan," tandas Nelson.

Demikian juga halnya dalam Operasi Pekat jelang Asian Games 2018, Nelson memaparkan bahwa kepolisian menembak 77 orang hingga tewas. Namun ketika diotopsi ternyata asal tembakan dari belakang. "Tindakan penembakan yang patut diragukan kegentingannya," ujarnya.

Nelson menegaskan bahwa penggunaan senjata api oleh kepolisian seharusnya hanya merupakan upaya terakhir yang sifatnya untuk melumpuhkan. "Hanya dapat dilakukan oleh anggota Polri ketika ia tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan atau perbuatan pelaku kejahatan tersebut," tandasnya.

2455