Home Gaya Hidup Hari Air Dunia, Banyak Mata Air Mati

Hari Air Dunia, Banyak Mata Air Mati

Temanggung, Gatra.com – Peringatan Hari Air Dunia ke-29 dijadikan momentum mengingatkan dan menyadarkan seluruh elemen masyarakat di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, akan pentingnya kelestarian alam dengan menjaga ekosistem. Terlebih, di wilayah Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prau kerusakan alam sudah sedemikian parah, sehingga banyak sumber mata air yang mati. Apabila hal ini tidak segera ditangani bisa menjadi preseden buruk bagi kelangsungan hidup generasi penerus.

Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH), Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah Entargo Yutri Wardono mengatakan, saat ini sudah puluhan bahkan lebih mata air di di wilayah lereng Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prau yang mati.

Berdasarkan fakta ini, Pemkab Temanggung tengah menggerakkan program sabuk gunung dengan penghijauan di ketiga gunung tersebut, dengan harapan bisa kembali menghidupkan mata air.

Selain wilayah kawasan pegunungan sumber mata air (recharge area), Bupati Muhammad Al Khadziq, kata Entargo, meminta seluruh masyarakatnya untuk bersama-sama berupaya menghidupkan kembali mata air yang mati.

Seluruh wilayah desa diminta untuk melakukan penghijauan, dengan menanam berbagai macam pohon, bisa pohon buah-buahan yang juga memiliki nilai ekonomi, sehingga penghijauan dan upaya membangkitkan perekonomian rakyat di masa pandemi ini ada keselarasan. Selain itu, jalan-jalan antardusun wajib ditanami pohon pengayom, bahkan desa diminta untuk membuat hutan desa.

"Hari Air ini momen yang tepat untuk menyadarkan masyarakat supaya betul-betul bisa memelihara kelestarian air dan sumber air, karena dari waktu ke waktu sumber air dan air sendiri kualitas dan kuantitasnya semakin menurun," ujarnya di sela-sela peringatan Hari Air Dunie ke-29 di Desa Soropadan, Kecamatan Pringsurat, awal pekan ini.

Di Kabupaten Temanggung, lanjut Entargo, cukup banyak mata air yang mati, jumlahnya puluhan. "Maka kita coba menghidupkan kembali dengan melakukan konservasi yang akan kita laksanakan dengan penanaman-penanaman, guna menghidupkan kembali mata air dan sungai-sungai yang sudah mati," katanya.

Kendati banyak mata air mati, namun Entargo memastikan bahwa baku mutu air di Temanggung masih layak konsumsi. Namun kalau tidak hati-hati, ke depannya akan berbahaya. Maka jangan sampai semua lengah hingga tahu-tahu air sudah tidak layak konsumsi.

Ia mengakui jika di sejumlah titik sampai dengan kawasan pinggiran tingkat pencemaran lumayan tinggi, khususnya di daerah pertanian dengan adanya pencemaran dari pestisida, pupuk kimia, dan lain sebagainya.

"Dari sisi rumah tangga sebenarnya besar juga cuma spot-spotnya menyebar. Khususnya lembah-lembah domestik, setiap hari, setiap rumah tangga membuang detergen, tapi menyebar," ujarnya.

Kemudian, di pertanian juga tidak ramah lingkungan dengan dipakainya pestisida, pupuk kimia, sehingga secara langsung akan masuk ke perairan umum, dan akan menganggu kualitas air yang selama ini digunakan.

Bupati Temanggung, Muhammad Al Khadziq, dalam sambutan yang dibacakan Staf Ahli Djoko Prasetyono, mengatakan, peringatan Hari Air Sedunia mengingatkan kepada semua orang untuk bijaksana dalam mengelola air untuk kesejahteraan manusia dan bukan malah menimbulkan petaka.

Tema Hari Air Sedunia tahun ini, kata Khadziq, adalah "Valuing Water" atau menghargai air. Jika ditelaah, air memiliki peran penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusian serta lingkungan.

Menurutnya, air menjadi sumber daya yang paling berharga, namun paling tidak dihargai. Manusia membutuhkan air bersih, namun di saat yang sama juga melakukan pencemaran terhadap air.

Saat ini, air bersih tengah berada dalam ancaman akibat ledakan populasi manusia yang meningkatkan kebutuhan untuk pertanian dan industri, serta dampak krisis iklim yang kian memburuk.

Kurang dari 3% air di bumi merupakan air tawar dan hanya 0,3% yang tersimpan dalam air tanah dan air permukaan yang dapat dimanfaatkan sekarang.

"Saat ini manusia tidak hanya sedang menghadapi krisis iklim, tetapi juga krisis air. Kekeringan kelangkaan air, dan pencemaran air, menjadi teguran bahwa manusia harus berbubah jika tidak ingin punah," ujarnya.

Saatnya semua orang menjaga air. Sejatinya yang diselamatkan ini bukanlah air, pohon, maupun bumi, tapi sedang menyelamatkan diri sendiri dan generasi yang akan datang. "Kalau bukan kita yang melakukan, siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi," katanya.

Sementara itu, dalam peringatan Hari Air Dunia di Kabupaten Temanggung, selain upacara juga diwarnai dengan penanaman pohon untuk penghijauan, pembersihan sampah, dan penebaran ikan di DAS Sungai Elo. Kegiatan ini diharapkan bisa memantik kesadaran masyarakat untuk ikut melakukan hal serupa dan mau bersama-sama menjaga kelestarian alam.

217