Palembang, Gatra.com - Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Herman Deru angkat bicara soal tuntutan para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja/Buruh saat unjuk rasa di Halaman Kantor Gubernur Sumsel, Selasa (30/11). Buruh di Bumi Sriwijaya menuntut kenaikan upah sekitar 7 hingga 10 persen.
Menurut Deru, tuntutan buruh untuk kenaikan upah tersebut tidak dapat diputus hanya seorang gubernur saja. Namun, dalam proses pengupahan pemerintah perlu melibatkan elemen buruh dan pengusaha dalam mengambil keputusan yang dianggap menjadi solusi bersama.
“Jadi, kita akan pelajari dari sekian banyak tuntutannya. Inikan ada kementerian yang membidangi. Kita akan diskusikan lagi bahwa persoalan di Sumsel ini, tuntutannya begini. Kalau sebagian tuntutan bisa diakomodir akan kita akomodir,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, yang disampaikan tadi ada beberapa persoalan terkait dengan daerah di dalam Peraturan Pemerintah (PP) termasuk yang sudah menetapkan UMP untuk di provinsi dan kabupaten dan kota. Bagi kabupaten dan kota yang belum karena memang belum ada usulan. Hal itu dikarenakan masih menunggu petunjuk khusus setelah keputusan MK, artinya kebijakan yang bersifat strategis agar ditunda dulu.
“Kami akan diskusi secara khusus dulu atas pengajuan dari buruh ini. Selama ini juga belum ditetapkan di kabupaten dan kota saya pikir masih memakai aturan yang diberlakukan kemarin,” katanya.
Di sisi lain, pemerintah provinsi setempat menyambut baik atas apa yang dilakukan para buruh dalam menyampaikan aspirasinya.
“Ya, cara-cara yang dilakukan buruh di Indonesia, khususnya di Sumsel ini adalah cara-cara yang sangat terhormat. Ini merupkan langkah bagus bagi kita, paling tidak kami dapat lebih mudah dan tenang dalam menyelesaikan persoalan ini,” ujarnya.
Bukan itu saja, sambungnya, kedatangan para buruh ini sebagai respresentasi dari keinginan buruh untuk membuat penetapan yang berpihak kepada semua. Artinya, tidak ada yang dirugikan termasuk kaum buruh.
“Sebenarnya kami ingin kesejahteraan buruh itu diawali perbaikan-perbaikan hak-haknya. Jadi, bukan hanya sekader ukuran UMR dan UMP saja, tapi hak lainnya juga,” katanya.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Buruh (FSB) Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka industri (Nikeuba) Kota Palembang, Hermawan menyampaikan beberapa hak bagi para buruh kepada Gubernur Sumsel.
“Kami datang ke sini mau mengingatkan pak gubernur, jadi upah minimum sudah ditetapkan dan kami mohon direvisi. Kemudian yang kedua adalah upah minimum kabupaten dan kota jangan ditetapkan,” katanya.
Adapun sejumlah tuntutan yang sampaikan kepada Gubernur Sumsel, di antaranya menuntut pelaksanaan putusaan MK Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021.
Pertama, menuntut revisi kenaikan UMP Sumsel tahun 2022 dan kenaikan UM Kabupaten/Kota se-Sumsel berdasarkan Putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021, dengan kenaikan upah minimun berdasarkan UU 13/2003 tentang ketenagarkerjaan.
Kemudian, menuntut dicabutnya UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan seluruh peraturan pelaksananya yang telah dinyatakan inskonstitusional bersyarat.
Terakhir, menuntut gubernur, serta bupati dan wali kota di Sumsel untuk memberikan subsidi kepada pekerja ataupun buruh formal maupun informal sebesar Rp300 ribu per bulannya.