Jakarta, Gatra.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengklaim penurunan harga minyak goreng saat ini berkat kinerjanya sebagai pembantu presiden selama 2 bulan terakhir.
"Sudah tidak terasa, saya ini sudah 55 hari, menghadapi tantangan yang lumayan. Terutama minyak goreng yang susah dijinakan. Sekarang Alhamdulillah sudah jinak," ujar Zulhas Selasa (9/8) lalu.
Menurut Zulhas, sebelum dia menjabat Mendag, persoalan minyak goreng berlarut-larut tak terselesaikan. Kini, dia mengatakan rata-rata harga minyak goreng curah dan kemasan sederhana sudah Rp14.000 per liter secara nasional.
"Dulu minyak enggak jinak-jinak 5 bulan. Alhamdulillah, rata-rata nasional sudah Rp14.000 per liter," ucap Zulhas, Kamis (11/8).
Meski begitu, bagi peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, penurunan harga minyak goreng saat ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal. Utamanya adalah tren penurunan harga bahan baku minyak goreng (crude palm oil/CPO) di pasar global.
"Penurunan ini tuh lebih disebabkan faktor eksternal. Kenapa harga minyak goreng bisa turun, karena sebelum Pak Zulhas menjabat itu harga CPO di pasar spot internasional mulai turun," ungkap Bhima kepada GATRA, Jumat (12/8).
Zulhas sendiri dilantik sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Muhammad Lutfi pada 15 Juni 2022. Sebelum itu, kata Bhima, pada 7 Juni 2022 harga CPO global sebesar RM6.245 pet ton, kemudian di tanggal saat Zulhas dilantik harga CPO turun menjadi RM5.685 per ton.
"Hingga sekarang di 12 Agustus 2022, data menunjukkan harga CPO di pasar global menjadi RM4.392 per ton," sebut Bhima.
Menurut Bhima, tren penurunan harga CPO dunia disebabkan oleh permintaan global yang melemah. Selain itu, ancaman resesi ekonomi di AS turun mendorong penurunan permintaan CPO RI.
"Baik di Tiongkok maupun di AS, CPO untuk makanan-minuman, kosmetik, maupun biodiesel harganya memang turun karena permintaannya turun," ucapnya.
Selain faktor harga CPO di pasar global, Bhima melanjutkan, tata kelola industri kelapa sawit di dalam negeri juga menyumbang pengaruh terhadap permasalahan minyak goreng. "Tata kelola ini yang harus diperbaiki," tuturnya.
Bhima pun menekankan, masalah pasokan dan harga minyak goreng di dalam negeri kemungkinan terulang apabila tren kenaikan harga CPO terjadi lagi.
Adapun Bhima menyarankan beberapa upaya yang bisa dilakukan Pemerintah, antara lain memecah konsentrasi pemain-pemain besar CPO. Pemerintah perlu mendorong program pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di level petani kelapa sawit untuk menjadi minyak goreng.
Di samping itu, perlu dilakukan audit seluruh perusahaan sawit, dan pembenahan tata kelola sawit di hulu hingga hilir perlu segera dilakukan dengan sinergi bersama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Termasuk, pembersihan internal Kementerian Perdagangan dari praktik suap dan korupsi dengan produsen CPO.
"Jadi jangan puas hanya karena minyak goreng turun akibat harga CPO yang memang turun. Karena ancaman kenaikan harga minyak goreng bisa terjadi lagi ketika harga CPO naik, saat itu bisa mendorong produsen buru-buru melakukan ekspor besar-besaran," tandasnya.
Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP), rata-rata nasional harga minyak goreng curah Rp14.100 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp18.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp22.600 per liter.