Home Kesehatan Belum ada Bukti Air Galon Berdampak pada Kanker, Begini Penjelasannya

Belum ada Bukti Air Galon Berdampak pada Kanker, Begini Penjelasannya

Jakarta, Gatra.com- Belakangan ini muncul polemik seputar Bisfenol A (BPA) yang menyebabkan berbagai masalah kesehatan, bahkan kanker dan gangguan hormonal seperti kemandulan. Diskusi pada publik semakin ramai menyusul rencana pelabelan BPA pada air mineral kemasan galon guna ulang.

Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof. dr. Aru Wisaksono Sudoyo SpPD-KHOM menyatakan bahwa tidak tepat mengaitkan kanker dengan BPA. “Sampai saat ini belum ada buktinya. Tidak cukup data untuk menyatakan BPA ini menyebabkan kanker. Kita perlu mengumpulkan data yang lebih banyak lagi dalam beberapa tahun ke depan sampai kita benar-benar yakin tentang hal ini,” tegasnya.

Alih-alih BPA, Prof. Aru menyebut bahwa penyakit kanker lebih banyak disebabkan oleh tiga faktor yang berkaitan dengan gaya hidup. Hal ini sudah dibuktikan melalui bukti ilmiah yang sahih, yaitu overweight atau obesitas, gaya hidup kurang olahraga, dan pola makan tidak sehat.

Selain tiga faktor tersebut, faktor lain seperti zat kimiawi dari lingkungan pengaruhnya sangat kecil hanya sekitar 2%. “Isu rokok lebih penting dikaitkan dengan kanker dibandingkan BPA. Sekali lagi, masih ada konflik data terkait BPA menyebabkan kanker,” jelas Prof. Aru.

Sejauh ini belum ada riset yang konklusif terkait dampak BPA terhadap kesehatan, dan belum ada riset yang relevan dengan kondisi di Indonesia. Sayangnya, narasi terkait dengan pengaruh BPA pada kesehatan belum banyak dipaparkan oleh para ahli.

Sejumlah badan kesehatan terkemuka dari seluruh dunia (termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan AS, Health Canada, Otoritas Keamanan Pangan Eropa dan Standar Makanan Australia Selandia Baru), menyatakan bahwa paparan BPA tidak menimbulkan risiko kesehatan atau masalah keselamatan bagi orang-orang dari segala usia (termasuk anak yang belum lahir, bayi dan wanita hamil).

BPA adalah zat yang terdapat dalam kemasan, biasanya kaleng atau plastik. Fungsinya untuk memperkuat daya tahan kemasan sehingga bisa digunakan ulang. Komposisi BPA dalam wadah atau kaleng ini sangat kecil, dan tidak mudah untuk terurai.

Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof. dr. Aru Wisaksono Sudoyo SpPD-KHOM (kiri) dan Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Laurentius Aswin Pramono, M-Epid (tengah). (GATRA/Dok Ist)

Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Laurentius Aswin Pramono, M-Epid, menyatakan bahwa terkait dengan endokrin, pada dasarnya semua bahan kimia bersifat endocrine disruptor. Yaitu komponen kimiawi yang bisa mengganggu fungsi sistem endokrin dan reproduktif dalam tubuh kita.

“Namun untuk menimbulkan gangguan metabolisme dan endokrin, butuh kadar yang sangat besar dalam satu waktu secara bersamaan. Dalam berbagai review study, penggunaan bahan kimia dalam keseharian ternyata tidak mampu mencapai ambang yang bisa menyebabkan endocrine disruption,” tuturnya.

Dr. Aswin melanjutkan, kandungan BPA dalam galon guna ulang hanya 0,001% dari ambang batas yang bisa mengganggu. “Disebutkan, butuh 10 ribu galon dalam satu waktu untuk bisa mencapai jumlah tersebut. Terkait hal ini, memang tidak perlu khawatir untuk menggunakan galon sehari-hari,” ujarnya.

Secara umum, zat-zat kimia yang masuk ke tubuh akan dibersihkan melalui berbagai mekanisme. Misalnya melalui detoksifikasi di liver (hati), dan dibuang oleh ginjal melalui urin. “Ada banyak jalur pembuangan zat kimia dari tubuh kita. Untuk BPA, akan didetoks di liver. Jadi dalam jumlah kecil tidak berbahaya karena akan didetoksifikasi, sehingga tidak masuk ke peredaran darah,” tutur dr. Aswin.

Dengan kata lain, BPA yang masuk ke tubuh sehari-hari dalam jumlah kecil tidak akan terakumulasi, sehingga potensinya sangat minim untuk bisa menimbulkan endocrine disruption. “Yang berpotensi mengganggu adalah yang masuk dalam jumlah yang sangat besar dalam satu waktu, bukan akumulasi selama puluhan tahun,” tegas dr. Aswin.

Secara etiologi dalam skala global, tidak ada hubungan kausalitas yang kuat antara BPA dengan berbagai penyakit, seperti kanker dan gangguan endokrin. “Tidak seperti rokok dengan kanker paru, atau virus HPV dengan kanker serviks, yang memang secara etiologi hubungan kausalitasnya sangat kuat,” papar dr. Aswin.

Belum ada satu studi pun yang berhasil menemukan kausalitas antara BPA dengan gangguan kesehatan. “Baru ada dalam tingkat mencit, atau studi sel di lab. Itu tidak bisa membuat kita berkesimpulan bahwa BPA merupakan penyebab dari kanker ataupun gangguan endokrin dan hormon,” imbuhnya.

Dr. Aswin menekankan, banyak sekali faktor yang bisa berpotensi menimbulkan gangguan endokrin dan hormon. “Ada hal-hal yang lebih penting untuk diperhatikan. Terutama sekali gaya hidup,” ujarnya. Pola makan dengan prinsip gizi seimbang, serta berolahraga secara teratur, adalah cara yang sangat baik untuk menjaga kesehatan metabolisme, kadar hormon, dan endokrin kita.

156