Jakarta, Gatra.com - Penggunaan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan, Malang, untuk membubarkan ricuh suporter disorot saat Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Sebab memang sudah ada regulasinya untuk penggunaan gas air mata tidak lagi bisa dipakai untuk penanganan di dalam stadion.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan pihaknya saat ini tengah melakukan evaluasi. "Dievaluasi dulu, jadi kita tidak buru-buru menyimpulkan," kata Dedi kepada wartawan di Mabes Polri, Minggu (2/10).
Dedi mengatakan pihaknya tengah mengevaluasi secara menyeluruh dan komprehensif terkait penggunaan gas air mata itu. Dia pun akan segera menyampaikan hasilnya kepada publik.
"Itu harus dievaluasi secara menyeluruh dan komprehensif dan nanti hasil daripada evaluasi menyeluruh sesuai dari perintah Bapak Presiden nanti disampaikan," ungkapnya.
Diketahui, larangan penggunaan gas air mata tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations. Pada pasal 19b tertulis, 'No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used' alias senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan. Bunyi aturan ini intinya senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan.
Penggunaan gas air mata oleh polisi dalam kerusuhan di Kanjuruhan bermula saat para suporter Arema menyerbu lapangan setelah timnya kalah melawan Persebaya. Banyaknya suporter yang menyerbu lapangan dan disebut sudah anarkis direspon polisi dengan menghalau dan menembakkan gas air mata. Tembakan gas air mata tersebut membuat para suporter panik, berlarian, dan terinjak-injak.