Jakarta, Gatra.com-Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menyebut kenaikan suku bunga BI (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25% menjadi pilihan kebijakan terakhir yang diambil. Ia mengatakan, menaikkan suku bunga saat ini dilakukan demi menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi RI.
"Ini merupakan pilihan terakhir dari kebijakan yang kita miliki, stabilitas harus berjalan bersama pertumbuhan ekonomi," ujar Dody saat membuka Flagship Diseminasi Laporan Nusantara Serta Launching Buku Manufaktur dan Pariwisata dikutip secara virtual, Jumat (18/11).
Baca juga:BI Naikan Suku Bunga Acuan Menjadi 5,25%, Ini Alasannya
Pemerintah, kata Dody berupaya terus menjaga momentum pemulihan ekonomi di daerah. Kenaikan suku bunga tentunya sudah melalui banyak pertimbangan sebelumnya.
Ia menjelaskan, dalam menyelesaikan inflasi, kebijakan kenaikan suku bunga tidak akan diambil apabila sumber inflasi bukan berasal dari sisi permintaan. Di sisi lain, apabila permasalahan ada di sisi suplai, menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi, kata Dody justru akan merugikan pertumbuhan ekonomi.
"Justru akan overkill pada pertumbuhan ekonomi," ucapnya.
Normalisasi likuiditas menurutnya juga telah dilakukan sebelum kebijakan kenaikan suku bunga diambil. Karena itu, ia memastikan bahwa kenaikan suku bunga bukan satu-satunya langkah yang dilakukan pemerintah dalam menekan inflasi di tengah nilai tukar Rupiah yang semakin terdepresi oleh Dolar Amerika Serikat (AS).
Menurutnya, pemerintah selalu menggunakan bauran kebijakan yang ada secara lengkap alias tidak hanya mengandalkan satu kebijakan dalam menyelesaikan persoalan jangka pendek. "Itulah yang juga disepakati secara global dari G20 dan ini menjadi dasar kita bagaimana mix policy kita lakukan selama ini," imbuhnya.
Baca juga: BI akan Tingkatkan Efisiensi Sistem Pembayaran di Indonesia
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa keputusan menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,25 % dilakukan untuk memastikan inflasi inti paruh pertama tahun 2023 bisa kembali ke dalam target 3 plus minus 1% dan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Ia menyebut Indeks nilai tukar Dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) tercatat 106,28 pada 16 November 2022 atau menguat sebesar 11,09% (ytd) selama tahun 2022. Adapun nilai tukar Rupiah hingga 16 November 2022 terdepresi 8,65% (ytd).
"Dengan langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan BI, depresiasi nilai tukar Rupiah tersebut relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara lain di kawasan," ujar Perry dalam pembacaan Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (17/11).