Home Ekonomi Survei Praxis: Tingkat Kepuasan Publik pada Ekonomi Pemerintah Pusat Paling Jeblok

Survei Praxis: Tingkat Kepuasan Publik pada Ekonomi Pemerintah Pusat Paling Jeblok

Jakarta, Gatra.com – Tingkat pelayanan pemerintah pusat yang paling tidak memuaskan atau jeblok menurut persepsi publik adalah pembangunan ekonomi. Ini merupakan hasil survei Praxsis yang dirilis di Jakarta pada Senin (10/4).

“Layanan pemerintah pusat yang paling tidak memuaskan adalah pembangunan ekonomi, angkanya 65,61%,” kata Sofyan Herbowo, Director of Public Affairs Praxis, menyampaikan hasil survei lembaganya.

Pria yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) ini, menyebutkan, ketidakpuasan publik terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah pusat adalah karena terjadi perbedaan persepsi antara publik dan pemerintah.

Menurutnya, pemerintah pusat mengklaim pembangunan ekonomi cukup baik dengan menggunakan beberapa indikator, di antaranya pertumbuhan ekonomi, surplusnya neraca perdagangan, indikator-indikator makro, besaran investasi, dan seterusnya.

Menurutnya, pembangunan ekonomi ini berbeda dengan persepsi di level masyarakat. Bagi masyarakat, itu bicara gampangnya lapangan kerja, murahnya harga bahan-bahan pokok, daya beli tinggi, dan transportasi murah.

“Jadi ada kesenjangan antara pembangunan ekonomi pemerintah pusat dengan yang dirasakan publik,” ujarnya.

Selain pembangunan ekonomi, lanjut Sofyan, ada dua bidang layanan pemerintah pusat lainnya yang dirasakan tidak memuaskan oleh publik. Kedua layanan tersebut, yakni penegakan hukum, dan infrastruktur pelayanan publik.

Sebanyak 62,73% responden menilai bahwa penegakan hukum yang dilakukan pemerintah pusat belum memuaskan. Sedangkan untuk infrastruktur pelayanan publik angkanya sebesar 56,62%.

Menurutnya, angka tingkat ketidakpuasan penegakan hukum yang dilakukan pemerintah pusat ini tertinggi dari Gen Z, yakni sebesar 90,80%. Sedangkan Gen Y 67,15?% dan Gen X 49,30% merasa bahwa pembangunan ekonomi yang paling belum memuaskan.

Menurutnya, Gen Z yang berusia di atas 40 tahun ini menganggap penegakan hukum terkait korupsi dan lain-lain itu bukan suatu yang penting. Ini terjadi karena sudah ada “tolerensi” akibat faktor kebutuhan ekonomi.

“Itu asumsi dari hasil survei. Gen Z itu yang paling banyak bersuara soal penegakan hukum dan kita berhadap pada bonus populasi,” ujarnya.

Penilaian Gen Z ini juga senada dengan suara kelompok rentan yang terdiri SARA, kaum minoritas, disabilitas, dan seterusnya, ujar Sofyan, penegakan hukum yang dilakukan pemerintah pusat belum memuaskan, angkanya 62,14%.

“Saya melihat korelasinya ini terkait jaminan hukumnya mereka, ketika dia beraktivitas, berusaha, seperti kehilangan perlindungan dari negara,” katanya.

Sedangkan soal kualitas tokoh pemerintah (eksekutif) yang diharapkan publik, ujar Sofyan, sebanyak 62,62% responden menganggap kejujuran dan integritas penting untuk dimiliki oleh tokoh pemimpin pemerintahan.

Kalau dijabarkan lebih rinci dari sisi gender, sejumlah 42,36% laki-laki menyebut bahwa kualitas yang penting dimiliki oleh tokoh publik adalah visi dan misi. Sedangkan 44,68% perempuan menyebut bahwa kualitas yang leibih penting dimiliki tokoh pemerintahan adalah etos kerja dan dedikasi.

Ia menjelaskan, pihaknya melakukan survei pada 13–18 Maret 2023 menggunakan proporsional multi stage random sampling dengan margin of error sekitar 2,5% dan tingkat kepercayaan 90%.

Survei dilakukan terhadap 1.102 orang responden populasi pengguna telepon pintar (smart phone) yang tersebar di 12 provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau (Kepri), dan Lampung.

“Demografinya 12 provinsi, ini fokus ke tempat-tempat padat pemilih atau kantong-kantong suara,” ujarnya.

Responden terdiri dari sebanyak 44,56% laki-laki dan perempuan sejumlah 55,44%. Gen Z 32,40%, Gen Y 54,90, dan Gen X 12,70%. Mayoritas 81,31% dan kelompok rentan 18,69%.

120