Home Kesehatan Hari Malaria Sedunia 25 April, Epidemiolog Soroti Jumlah Kematian di RI di Bawah 25%

Hari Malaria Sedunia 25 April, Epidemiolog Soroti Jumlah Kematian di RI di Bawah 25%

Jakarta, Gatra.com – Tanggal 25 April diperingati sebagai Hari Malaria Sedunia setiap tahunnya. Merujuk pada data termutakhir dari World Malaria Report yang terbit Desember 2022 lalu, malaria telah membunuh 619.000 jiwa di tahun 2021.

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama, mengungkapkan bahwa angka tersebut terbilang fantastis lantaran mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. “Jumlah kasusnya di dunia amat fantastis, 247 juta kasus baru malaria di tahun 2021, naik dari angka tahun 2020 yaitu 245 juta di tahun 2020,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Gatra.com, Selasa, (25/4/2023).

Spesifik untuk Indonesia, World Malaria Report terbaru juga menuliskan bahwa antara 2020 dan 2021 ada peningkatan kasus di Tanah Air. Hal ini juga sejalan dengan peningkatan kasus di India, Myanmar, Korea Utara, dan Bangladesh.

Laporan tersebut juga menggambarkan kondisi penyakit malaria di negara-negara di WHO Asia Tenggara. Pada 2021 lalu, Timor Leste melaporkan sudah tak ada kasus lagi (zero malaria cases). Sementara negara tanpa kematian akibat malaria (zero malaria deaths) adalah Bhutan, Korea Utara, Thailand, dan Timor Leste.

“Semua negara lain di WHO Asia Tenggara menunjukkan penurunan kematian yang cukup tinggi, 40% atau lebih, kecuali Indonesia yang hanya menunjukkan penurunan kematian di bawah 25%,” ujar Tjandra.

Sementara itu, data dari WHO Indonesia menunjukkan bahwa diperkirakan ada 1.412 kematian akibat malaria pada 2021 di Indonesia. Lalu ada 811.636 estimasi kasus malaria baru pada 2021 di Indonesia serta 89% dari kasus malaria di Indonesia terjadi di Papua.

Di dunia, dan tentunya juga di Indonesia, dikenal program “3I” dalam penanggulangan malaria, yaitu investasi, inovasi, dan implementasi. Tjandra mengatakan bahwa terkait investasi, data dunia menunjukkan kesenjangan yang terus meningkat antara dana yang tersedia dan yang dibutuhkan.

Sebagai contoh, World Malaria Report Desember 2022 menyebutkan bahwa dana setahun yang dibutuhkan dunia adalah 7,3 miliar dolar Amerika, sementara yang tersedia hanyalah 3,5 miliar dolar Amerika. “Jadi ada gap 3,8 miliar. Ini meningkat dibandingakan gap tahun 2019 sebesar 2,6 miliar dolar dan di tahun 2020 sebesar 3,5 miliar dolar,” kata Tjandra.

Sementara terkait inovasi, Tjandra mengatakan bahwa saat ini sedang dikembangkan alat baru yang dapat mengatasi delesi gen HRP2/3, serta juga diagnosis melalui saliva dan urin. Ia juga menyebut penelitian vaksin malaria juga berkembang. Salah satu yang cukup menjanjikan, menurut dia, adalah R21 yang merupakan jenis vaksin S. Berbagai obat malaria baru juga terus diteliti, termasuk yang sifatnya non-ACT dan juga triple ACTs. “Untuk pengendalian vektor maka ada sekitar 28 produk yang sedang diteliti,” ujarnya.

Yang terakhir adalah implementasi. Tjandra berharap Indonesia bisa mengatasi kesenjangan investasi anggaran untuk malaria. Selain itu, ia mendorong agar Idnonesia ikut serta dalam perkembangan ilmu dalam inovasi penanggulangan malaria.

“Yang paling penting adalah melakukan implementasi di lapangan agar malaria dapat dikendalikan dari bumi Nusantara tercinta,” ujarnya.

98