Jakarta, Gatra.com – Penggemar film Tanah Air, terutama kaum muslim yang menggemari film bernuansa Islam, sudah bisa menikmati fim “Pesantren” sejak Rabu, 24 Mei 2023 kemarin. Ini merupakan film karya sutradara Shalahudin Siregar.
Film ini merupakan dokumenter yang mengajak penonton untuk menyelami kehidupan para penghuni Pondok Kebun Jambu Al-Islamy, salah satu pesantren tradisional di Cirebon. Sekolah yang dipimpin seorang ulama perempuan ini adalah rumah bagi sejumlah 2.000 santri putra dan putri.
Shalahudin menyebut salah satu karakter di film dokumenter panjang pertamanya, Negeri di Bawah Kabut, adalah anak 12 tahun bernama Arifin yang ingin masuk SMP Negeri, namun orang tuanya tidak mampu menyekolahkan ke sekolah negeri. Akhirnya mereka mengirim Arifin ke pesantren. Namun ada orang-orang yang menyayangkan keputusan mengirimkan Arifin ke pesantren karena mereka mengira dia akan dididik menjadi teroris.
“Saya merasa terganggu dengan stigma itu, jadi setelah 2012 saya berusaha mencari bagaimana caranya supaya bisa membuat film tentang pesantren,” ucap Shalahuddin, Kamis, (25/5).
Baca Juga: Film “Syekh Muhammad Arsyad” Resmi Tayang, Biopik Ulama Besar dari Tanah Banjar
Karena merasa “terganggu”, Shalahuddin kemudian berpikir reflektif. Ia merenung dan bertanya kepada dirinya sendiri bahwa meski terlahir Islam, apakah ia tahu seluk-beluk mengenai pesantren.
“Jadi premisnya adalah saya mencari tahu apa yang diajarkan di dalam pesantren,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Pendidikan Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy, Hj. Masriyah Amva, berharap penayangan film “Pesantren” ini bisa memberikan gambaran baru mengenai pesantren kepada khalayak ramai.
Di samping itu, kata Masriyah, selain menunjukkan wujud dinamika kehidupan santri di pesantren tersebut, film itu juga menampilkan soal kesetaraan gender. Hal itu terwujud dari hadirnya perempuan di pucuk pimpinan pesantren. “Karena kesetaraan gender itu bukan untuk merusak agama, bukan untuk merusak ajaran-ajaran, tapi untuk menguatkan agama kita,” katanya.
Dennis Lim, seorang ustaz dan pesohor, mengatakan bahwa dia bahagia bisa menonton film ini. Ia salut dengan kegigihan para santri dalam menuntut ilmu, apalagi ditantang segala macam keterbatasan. Namun, di sela-sela kerja keras itu juga tergambar nuansa bahagia.
“Satu penderitaan sama teman-temannya sampai lulus, memperjuangkan perjuangannya masing-masing. Saya selalu senang melihat bagaimana orang-orang menuntut ilmu. Bismillah kedepannya mudah-mudahan Indonesia punya masa depan yang cerah lewat pemuda-pemuda ini," ujar Dennis.
Baca Juga: Hobi Baca Buku Bertema Islami, Fajar Bustomi Ingin Menjadi Lebih Tenang
Head of Content Bioskop Online, Muhammad Ivan Pratama, mengatakan bahwa film ini ditunggu-tunggu oleh penggemar film. Animo yang tinggi itulah, katanya, membuat ia yakin dengan penayangan film ini.
“Dengan kualitas yang bagus, disertai dengan pencapaian seperti pernah terpilih di festival internasional, dapat mewakili bahwa film ini menggambarkan keunikan dari sebuah agama dan disajikan dengan cara yang menghibur, yang dapat memberikan pandangan tentang sisi lain dari agama itu sendiri,” ujar Ivan.
Film ini juga masuk dalam kompetisi XXI Asiatica Film Festival 2020 dan terpilih di International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) 2019. IDFA adalah festival dokumenter paling bergengsi dan terbesar di dunia. Film ini juga telah tayang di Madani International Film Festival dan sempat ditayangkan di The University of British Columbia pada Maret 2022.
Penayangan film “Pesantren” di Bioskop Online terbatas. Penayangan film ini juga akan menjadi momen berbagi karena sebagian dari setiap pembelian tiket filmkan didonasikan ke Rumah Zakat.