Palembang, Gatra.com - Sepanjang 2 Kilometer bantaran Sungai Kelekar, KotaPrabumulih, Sumatera Selatan (Sumsel), tercemar minyak mentah dari Pertamina Rokan Hulu Zona 4.
Dari hasil investigasi yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, pencemaran aliran sungai tersebut akibat kelalaian dari pihak Pertamina di mana pihaknya menemukan terdapat pipa-pipa penyaluran minyak mentah yang dikelola perusahaan milik negara (BUMN) yang sudah propose atau keropos.
Manager Kampanye Walhi Sumsel, Febrian Putra Sopah mengatakan, mereka melakukan investigasi lapangan guna mengecek langsung keadaan Sungai Kelekar, yang terjadi Minggu (9/7/23) lalu.
"Dari hasil investigasi kami (Walhi Sumsel) pada Rabu (12/7/23), melihat langsung kebocoran pipa Pertamina yang mencemari aliran sungai hingga 2 kilometer," katanya dalam keterangan persnya kepada Gatra.com, Jumat (14/7).
Meski hujan deras, namun cemaran minyak mentah berwarna hitam tetap menggumpal dengan air sungai dan tidak dapat dihilangkan dalam waktu singkat.
"Bahkan, limbah minyak itu akan naik dan sebarannya bertambah luas lagi ke air. Meskipun sudah diguyur hujan deras tapi tetap terlihat jelas dan bahkan kekentalannya itu masih utuh," tuturnya.
Febri menjelaskan, kejadian tersebut bukan pertama kalinya terjadi, bahkan Walhi Sumsel dan pernah melakukan advokasi kepada Pertamina pada tahun 2000. Bahkan, Sungai Kelekar juga sudah tidak layak lagi menjadi konsumsi masyarakat karena sudah tercemar lama.
"Ini bukan pertama kalinya. Ini terus terjadi dan berulang. Apalagi kaitannya dengan Sungai Kelekar yang sering tercemar ini, kami punya sejarah cukup panjang terhadap lokasi tersebut," jelasnya.
Kasus seperti ini, menurut Febri bukan hanya persoalan lingkungan saja. Namun lebih kepada ketegasan yang dimiliki oleh perusahaan plat merah.
"Walhi melihat fakta-fakta yang seperti ini, sebenarnya ini bukanlah sesuatu yang gampang untuk kita maklumi. Artinya kita tidak semudah itu melihat konteks kejadian ini, tetapi yang lebih luas atau yang lebih substansi dari fakta kejadian ini," jelasnya.
Menurutnya, manajemen harus bertanggung jawab untuk melakukan restrukturisasi terhadap sumber daya yang ada di Pertamina. Terutama di zona 4 sebagai bentuk pertanggung jawabannya tidak cukup hanya memberi sembako ke warga saja.
"Seperti pemadam kebakaran kita memastikan supaya kejadian ini tidak terulang. Kita meyakini kenapa ini perlu diaudit ulang. Apakah Standar Operasional Pekerja (SOP) nya berjalan? Kemudian fungsi maintenance terhadap teknologi yang dibangun oleh Pertamina itu layak atau tidak?," jelasnya lagi.
Menurut Febri juga, Pertamina seharusnya punya SOP pengawasan berkala tiap bulan ataupun emam bulan sekali. Namun, pengawasan internal tidak juga maksimal dijalankan.
"Fungsi pengawasan internal yang dilakukan oleh Pertamina ini tidak ada. Seharusnya mereka tahu bahwa pipa ini layak diganti berapa tahun sekali? Sehingga tidak ada kejadian kejadian yang seperti ini," sebutnya.
Direktur Walhi Sumsel, Yuliusman juga mengatakan jika temuan Walhi Sumsel, adalah bagian daripada refleksi pemerintah terhadap kejahatan lingkungan serta minimnya mitigasi yang diupayakan oleh Pertamina.
"Dari beberapa temuan kami di lapangan, meminta Pertamina untuk bertanggung jawab," tegasnya. Ia juga mengatakan bahwa pencemaran akibat boconya pipa Pertamina ini murni kesalahan internal.
"Sangat jelas bahwa kelalaian ini dilakukan oleh Pertamina ini. Beda halnya kalau kalau kebocoran disebabkan oleh orang maling minyak ataupun maling besi (faktor eksternal). Nah ini kan faktor internal," ujarnya.