Home Lingkungan Setelah Darurat Sampah dan Susutnya Lahan Hijau, Yogyakarta Dibayangi Pencemaran Udara dan Air

Setelah Darurat Sampah dan Susutnya Lahan Hijau, Yogyakarta Dibayangi Pencemaran Udara dan Air

Yogyakarta, Gatra.com - Darurat sampah di Yogyakarta ternyata berdampak pada kualitas udara dan air. Kondisi ini diperparah dengan susutnya ratusan hektar lahan hijau saban tahun. Kendati demikian, masyarakat belum sadar terhadap situasi ini.

Hal itu mengemuka dalam paparan riset “Melihat Lebih Dalam: Big Data Ungkap Dampak Sampah terhadap Kualitas Udara dan Air” oleh lembaga Pares Indonesia, di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (12/7).

Peneliti Pares, Fandy Arrifqi, menjelaskan, riset ini dilatari pertanyaan apakah Yogyakarta hanya tengah menghadapi situasi masalah pengelolaan sampah. Selain itu, sejumlah konflik horizontal di Yogyakarta muncul gara-gara persoalan sampah.

“Sebagai contoh, ada staf Pares yang melaporkan pembakaran sampah di dekat tempatnya karena membuat bayinya terkena ISPA. Oleh Satpol PP, masalah ini diminta diselesaikan secara musyawarah. Namun ini tidak selesai dan justru dianggap merusak imej kampung setempat,” papar Fandy.

Untuk itu, Pares menelusuri persoalan ini di dunia maya sepanjang 1 Januari 2023 hingga 23 Juni 2024. Hasilnya, pemberitaan media dan perhatian warganet mulai memberi perhatian ke pencemaran udara, namun masih sedikit perhatian ke isu pencemaran air.

“Khusus untuk DIY, kualitas udara dan air terus memburuk, tapi belum menjadi perhatian. Kualitas udara DIY selalu memburuk ketika TPST Piyungan ditutup beberapa waktu lalu. Pengelolaan sampah menyumbang buruknya kualitas udara dan air,” ujarnya.

Secara umum, Fandy menjelaskan, kualitas udara di Pulau Jawa memburuk. Namun pemberitaan dan perhatian di jagat maya lebih banyak muncul di Jakarta. “Isu pencemaran udara Jakartasentris. DIY juga tidak termasuk 10 besar daerah yang warganetnya mencari informasi tentang pencemaran udara dan air,” tuturnya.

Pares juga menemukan tiga sungai di Yogyakarta tergolong telah tercemar dari rata-rata harian ambang batas limbah. “Warga Yogyakarta tidak peduli pencemaran air karena tak menjadikan sungai sebagai sumber air minum jadi tidak ada sense of belonging (rasa memiliki),” tandasnya.

Anggota DPRD DIY Eko Suwanto menyatakan situasi darurat sampah hanya menjadi isu di masyarakat, belum ditetapkan sebagai kebijakan. “Harus ada kehendak politik dari pemerintah daerah untuk mengatasi sampah dengan pendekatan kedaruratan,” katanya.

Eko menambahkan, pencemaran udara dan air tak hanya disumbang oleh persoalan sampah. “Ini juga karena susutnya lahan pertanian 200 hektar per tahun untuk hotel, kondominium, dan perumahan. Pemda harus berani mengendalikan fungsi lahan pertanian dan resapan air,” ujarnya.

Menurutnya, sejumlah proyek besar di DIY, seperti Yogyakarta International Airport dan kini jalan tol, juga belum diimbangi dengan komitmen pembukaan lahan hijau baru. “Ini harus dipikirkan secara komprehensif,” pungkasnya.

 

149