Tokyo, Gatra.com – Pemerintah Indonesia dan Jepang sepakat memperluas kemitraan UMKM dan ekonomi antarkedua negara. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) dan diteken antara Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM dengan Organization for Small and Medium Enterprise and Regional Innovation (SMRJ) Jepang.
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Teten Masduki, dalam keterangan pers, Senin (31/7), menjelaskan kerja sama Indonesia-Jepang dalam hal pengembangan UMKM telah berlangsung lama.
Teten dalam kunjungan kerjanya di Jepang menjelaskan, MoU tersebut merupakan pembaruan lingkup kerja sama kedua negara agar program ke depan lebih fokus dalam mendukung pengembangan beberapa sektor, termasuk UMKM.
Beberapa sektor tersebut, lanjut Teten, di antaranya melingkupi pengembangan start-up, perluasan kemitraan rantai pasok, dan promosi produk UMKM ke pasar global. Pihaknya mengharapkan MoU dan pertemuan ini akan lebih banyak lagi kemitraan usaha dapat dilakukan antara UMKM Indonesia dengan pelaku usaha di Jepang.
“Khususnya dalam promosi produk UMKM di pasar global, kemitraan rantai pasok, dan pengembangan start-up,” ujar Teten dalam acara penandatangan MoU dengan SMRJ sekaligus CEO Business Meeting.
Teten mengatakan, ekonomi dunia pascapandemi Covid-19 belum sepenuhnya pulih. Kondisi ini menuntut adanya penguatan kemitraan antarpelaku usaha, inovasi teknologi, dan pengembangan model bisnis baru.
“Hari ini, kami datang bersama 30 pelaku UMKM Indonesia yang telah terkurasi, terseleksi dan telah menjalankan bisnisnya di berbagai sektor, seperti otomotif, kesehatan, pangan, perikanan dan sebagainya. Mereka hadir secara online dan offline,” ujarnya.
Selain itu, Teten dalam kunjungannya ke Jepang juga melakukan pertemuan dengan Japan Finance Corporation (JFC) temachi, Kota Chiyoda, Tokyo, pada hari ini.
Menkop UKM berterima kasih atas pertemuan tersebut dan ia optimistis bahwa UMKM menjadi tulang punggung ekonomi nasional Indonesia dan Jepang, termasuk dalam menyediakan lapangan kerja, mendorong inovasi, teknologi, dan pertumbuhan yang inklusif.
“Pascapandemi Covid-19, kita terus mendorong UMKM untuk bertransformasi, agar ke depan UMKM lebih punya daya tahan, lebih adaptif, lebih produktif, dan lebih berkelanjutan,” ujarnya.
Tercatat pada Desember 2022, kredit UMKM di Indonesia tumbuh 9,95% year on year (yoy). Rasio kredit perbankan untuk UMKM juga naik, dari sebelumnya hanya 20% menjadi 21,41%. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan naik menjadi lebih dari 30% pada 2024.
Namun, terlepas dari perkembangan tersebut, survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan, sebanyak 69,5% UMKM saat ini belum memiliki akses terhadap fasilitas kredit.
“Kita berkepentingan mendorong skema pembiayaan yang lebih inklusif agar kredit perbankan untuk UMKM semakin besar, sejalan dengan semakin mudah dan murahnya pembiayaan tersebut bagi UMKM,” katanya.
Teten menekankan, pertemuan dengan JFC menjadi penting bagi Indonesia dan Jepang. Ia pun mengungkap beberapa hal terkait pertemuan tersebut. Pertama, sharing session untuk mengidentifikasi langkah-langkah inovatif dan pragmatis guna mendukung kemudahan pembiayaan dan pengembangan UMKM.
Kedua, menjajaki peluang kerja sama, pertukaran pengetahuan, transfer teknologi, dan inisiatif peningkatan kapasitas UMKM. Ketiga, peluang pendanaan start-up Indonesia.
“Terakhir atau keempat, peluang investasi B2B (Business to Business) dari perusahaan Jepang yang terhubung dengan UMKM Indonesia,” katanya.