Jakarta, Gatra.com – Mayoritas publik menilai debat terbuka menjadi kampanye yang paling memengaruhi preferensi untuk memilih calon pemimpin, yakni calon kepala daerah dan calon presiden (Capres) pada Pemilu.
Director of Public Affairs Praxis PR, Sofyan Herbowo, di Jakarta, Kamis (3/8), mengatakan, hal itu merupakan hasil survei teranyar lembaganya yang dilakukan 14–17 Juli 2023.
Ia mengungkapkan, sejumlah 62,64% dari 1.108 responden menilai bahwa debat terbuka sebagai kegiatan paling memengaruhi preferensi dalam memilih calon pemimpin.
“Sementara dukungan politik atau endorsement berada di urutan terakhir, yakni 12,27%,” kata pria yang juga mendapuk wakil ketua umum (Ketum) Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) ini.
Ia menjelaskan, pihaknya kembali melakukan survei setelah berhasil menyelenggarakan sigi independen mengenai persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik, kualitas pemimpin eksekutif dan legislatif, dan konten media pada Maret 2023.
Adapun survei teranyar atau kedua Praxis untuk mengetahui “Persepsi Masyarakat Terhadap Pemilu 2024 dan Korelasinya dengan Pertumbuhan Ekonomi”.
Selain debat terbuka, lebih dari sepertiga responden ragu pemilu dapat berdampak nyata terhadap perekonomian masyarakat dan banyaknya ketersediaan lapangan pekerjaan dianggap sebagai indikator pertumbuhan ekonomi paling penting sebesar 73,29%, diikuti dengan mudahnya akses ke layanan dasar 71,84%, serta murahnya harga BBM dan bahan pokok 51,17%.
“Sedangkan meningkatnya perdagangan internasional berada di urutan terakhir, yakni 25%. Sejumlah 53% responden tidak puas akan tingkat kesetaraan pendapatan di Indonesia saat ini,” katanya.
Responden menghindari hak pilih disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab menjadi alasan paling penting untuk menggunakan hak pilih sebanyak 56,5%. Sedangkan tidak menginginkan salah satu pasangan capres dan cawapres menang berada di urutan terakhir sebanyak 7,49%.
“Kami ingin menggali lebih dalam mengenai persepsi masyarakat terhadap Pemilu 2024 dan hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Ia optimistis temuan menarik dari survei ini dapat mendorong masyarakat untuk bijak dalam menggunakan hak pilihnya sehingga ekosistem demokrasi yang sehat dapat terjaga.
Hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga responden ragu pemilu dapat berdampak nyata terhadap perekonomian masyarakat. Sedangkan 34,84% mengaku setuju, dan 26,26% tidak setuju.
Menanggapi hal tersebut, Head of Research DBS Group, Maynard Arif, mengatakan, ?dilihat dari berbagai perspektif, pemilu memiliki dampak nyata terhadap perekonomian masyarakat. Investor cenderung menunggu untuk berinvestasi hingga seluruh capres dan cawapres diumumkan.
“Hal serupa akan pemerintah alami, karena fokusnya bergeser ke penyelenggaraan pemilu. Berbanding terbalik, konsumsi masyarakat justru meningkat, karena banyak pelaku bisnis yang memberikan promosi pada momentum pemilu,” katanya.
Selain menilik korelasi pemilu dan situasi ekonomi masyarakat Indonesia, survei ini juga mendapati bahwa 56,5% responden menggunakan hak pilihnya karena tidak ingin disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tidak kalah menarik, kata dia, 62,64% responden memilih debat terbuka sebagai kegiatan kampanye yang paling memengaruhi preferensi responden dalam memilih pemimpin saat pemilu.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), August Mellaz, menyampaikan, temuan dari survei Praxis ini menunjukkan bahwa pemilih sudah memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk menggunakan hak pilih dan mampu berpikir kritis mengenai kualitas calon pemimpin.
August menyampaikan, hal ini sejalan dengan salah satu misi KPU, yaitu untuk meningkatkan kualitas pemilu yang efektif dan efisien, transparan, akuntabel, dan aksesibel.
“Kami ingin mengimbau pemilih untuk mempertahankan hal tersebut dan bagi para pemimpin untuk menyiapkan kampanye sehat yang berfokus pada kualitas program-program yang berguna bagi kehidupan masyarakat,” katanya.
Ketum Public Affairs Forum Indonesia, Agung Laksamana, mengatakan, penting bagi calon pemimpin, media, serta praktisi PR dan PA untuk memahami persepsi masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemilu serta korelasinya akan satu sama lain agar dapat menyusun gagasan komunikasi yang efektif, berdampak, dan relevan.
“Saya sangat mengapresiasi upaya Praxis dalam melaksanakan survei ini yang saya yakini dapat memberikan banyak insights bagi para pemangku kepentingan dalam menyambut tahun politik yang akan datang,” katanya.
Survei ini menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam mengedukasi masyarakat akan pentingnya menggunakan hak pilih dan menghindari golput. Tidak berhenti di situ, pemerintah juga perlu menggagas program-program yang bermanfaat bagi masyarakat dan mengkomunikasikannya secara tepat agar terbentuk keselarasan pemahaman antara masyarakat dengan pemerintah.
Praxis PR melakukan survei kepada responden dengan rentang usia 17 sampai 45 tahun di 12 kota besar di Indonesia, yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Sumatera Selatan, Lampung, Riau, dan Sulawesi Selatan.
“Survei menggunakan metedolegi porporsional multi stage random sampling, margin of error +/-2,5%, dan tingkat kepercayaan 90%,” katanya.