Home Apa Siapa Melepas Djoko Pekik, Meneruskan Spirit Perlawanan ke Para Celeng

Melepas Djoko Pekik, Meneruskan Spirit Perlawanan ke Para Celeng

Bantul, Gatra.com - Pemakaman maestro lukis Djoko Pekik diwarnai berbagai ekspresi seni. Pelukis itu dianggap bukan hanya sebagai sosok seniman legendaris, melainkan juga ikon perlawanan rakyat terhadap lalimnya kekuasaan.

Pekik meninggal dunia di RS Panti Rapih, Sabtu (12/8), di usia 86 tahun. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka di Sembungan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, hingga Minggu (13/8) siang.

Mendiang disemayamkan di galeri pribadinya yang berisi lukisan-lukisannya, termasuk sejumlah karya yang menampilkan ilustrasi celeng atau babi hutan.

Pekik dikenal dari satu karyanya, Berburu Celeng. Pada 1998, lukisan itu laku Rp1 miliar, harga yang terbilang fantastis saat itu.

Celeng adalah metafora untuk kekuasaan yang alim, terutama merujuk pada rezim Orde Baru. Pekik juga pernah menjadi karena aktivitasnya di Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).

Para pelayat membanjiri ruang itu dan pelataran padepokannya yang asri dengan rimbun pohon bambu di tepi Kali Bedog.

Di jalan setapak menuju rumah Pekik berjajar karangan bunga dari berbagai tokoh, seperti Presiden Joko Widodo, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, dan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X.

Upacara pelepasan jenazah Pekik seakan menjadi hajatan seni yang meriah oleh berbagai ekspresi seni. Secara spontan, belasan seniman melukis di berbagai sudut. Karya-karya tersebut bakal dipamerkan di galeri Bentara Budaya Yogyakarta, akhir bulan ini.

Musisi Encik Khrisna dan bandnya juga tampil menyanyikan sejumlah lagu, termasuk Celeng Degleng yang terinspirasi karya Pekik. Tembang Jawa diiringi gamelan juga terus mengalun selama prosesi.

Di panggung kecil, para tamu silih bergantian menyampaikan belasungkawa dan kesannya pada sang maestro. Tak melulu duka, sesekali ada canda untuk mengenang pendiri sanggar seni Bumi Tarung itu.

Budayawan Sindhunata menyatakan, Djoko Pekik bukan sekadar ikon seniman Yogyakarta, melainkan juga ikon perlawanan rakyat pada kekuasaan yang lalim. Selama ini, dalam lukisan-lukisannya, Pekik menampilkan rakyat jelata apa adanya.

“Ia tidak mau memoles wajah rakyat. Kejelekan wajah rakyat ia tampilkan apa adanya dan menjadi keindahan tersendiri yang menggugat kemapanan dan kekuasaan,” ujar Romo Sindhu, sapaan Sindhunata.

Perlawanan itu juga ditunjukkan Pekik dengan konsisten melukis soal celeng. Celeng adalah simbol keburukan di negeri ini selama 25 tahun sejak Reformasi bergulir. Spirit perlawanan ke para celeng yang diserukan Pekik diharapkan terus berlanjut.

“Kekuasaan yang jahat, intrik politik, dan koruptor yang tertawa itu celeng semua,” ujarnya.

Selepas jam 13.15 WIB, jenazah Djoko Pekik dibawa ke ambulans yang mengantarkannya ke kompleks pemakaman seniman Girisapto, di Imogiri, Bantul, sebagai peristirahatan terakhir sang maestro. Selaman jalan, Pak Pekik…

 

158